Betapa tidak puasnya kita dengan apa yang telah Allah titipkan kepada kita. Betapa sedikit syukur, dan betapa sering kita mengeluh dengan apa yang sudah di tangan kita. Begitulah...
Kalau kita hitung-hitung, sedikit sekali keinginan kita yang tidak dipenuhiNya. Hayo! Coba hitung satu persatu. Mulai dari yang paling dekat. Baju yang kita pakai, tas yang kita kenakan, sandal yang kita pake untuk jalan, jurusan tempat kuliah kita sekarang, dsb, so, nikmat mana lagi yang mau kita dustakan??! Bahkan banyak hal (baca: nikmat) tak terduga yang ternyata sangat kita cintai dan kita sukai. Mungkin ketika kecil dulu pernah pengen jadi ilmuwan. Dan sekarang pun sedang kuliah di jurusan yang menempa kita untuk menuju kesana. Eh baru ingat, kalau ternyata kita tidak memanfaatkannya dengan benar. Padahal itu mimpi masa kecil kita, yang siapa nyana akan terkabul. Jalan yang panjang dari masa kecil hingga kuliah membuat kita lupa keinginan dan mimpi yang pernah kita punya dulu. Dan ketika itu terkabul, kita merasa biasa saja. Tidak mensyukurinya dengan maksimal. Tidak mensyukurinya dengan memanfaatkan nikmat itu sebaik mungkin. Nyesel kan??!
Masa yang berlalu hingga kita melupakan bahwa kita pernah memimpikan hal itu, boleh jadi di dalamnya kita sama sekali tidak melihat tanda-tanda akan menuju kesana. Dengan kata lain, ketika bermimpi, ya sekedar bermimpi. Tidak ada tindakan yang kita lakukan untuk mewujudkan mimpi itu. Makanya kita lupa. Kalau pun ada yang kita lakukan itu sedikit sekali dan seringnya tanpa kesadaran penuh bahwa itu semua kita lakukan untuk mencapai mimpi. Wajar! Waktu itu kita masih kanak-kanak, tidak bisa membedakan mana hal yang kita senangi dan mana hal yang seharusnya kita lakukan, iya kan??! Maunya sih senang-senang melulu... hehe
Dan sekarang kita sudah sedikit lebih dewasa. Karena sudah banyak melihat, mendengar, dan melakukannya sendiri. Karena itu, kalau bermimpi, catatlah baik-baik dalam memori, di catatan harian, di mana pun yang membuat kita sering melihatnya. Supaya kita ingat bahwa kita punya impian itu. Supaya ketika yang Kuasa berkenan mengabulkannya, meskipun dalam keadaan setengah dari yang kita impikan, kita masih nyadar untuk memanfaatkan karunia itu sebaik mungkin. Tanpa mengeluh dengan konsekuensi/kerugian yang timbul dari terpenuhinya mimpi itu.
Ketika bermimpi, seringnya, kita hanya membayangkan yang indah-indahnya saja. Seringnya lupa mendaftarkan segala kemungkinan buruk jika impian itu terkabul. Padahal sudah menjadi keniscayaan, bahwa ketika kita menerima sesuatu maka kita juga akan mengeluarkan dalam jumlah yang hampir sama. Begitu kan hukum keseimbangannya??! Ketika kita harus meluangkan waktu untuk impian kita, akan ada waktu yang tersita yang biasanya kita gunakan untuk senang-senang, ngumpul dengan temen, keluarga, dan melakukan hal lain yang enjoyable bagi diri pribadi.
Ini adalah hal yang mutlak akan terjadi. Dan selalu akan menyertai setiap kita ingin mewujudkan impian, atau ketika impian kita tercapai. Dalam kondisi seperti ini bisa jadi kita akan mengeluh, menyalahkan banyak hal, tertekan karena tidak ada waktu untuk dir pribadi, merasa tidak mendapat hasil yang setimpal, dsb. Dan teman saya pernah bilang, bagaimana kalau hal ini terjadi setelah kita menikah??! Yup! Siapa tau pasangan yang akan kita nikahi nanti memang merupakan seseorang yang kita impi-impikan. Betapa beruntungnya ya??! Tapi setelah melalui hari-hari, bulan-bulan, dan bertahun-tahun setelah menikah, bagaimana kalau perasaan tidak puas, mengeluhkan pasangan, atau merasa seluruh waktu kita tersita untuk membagiakan pasangan menjadia hal yang sangat membebani kita??!
Memang, semua orang bilang, siap menikah berarti siap untuk saling menerima segala bentuk kekurangan dan mensyukuri kelebihan, juga saling melengkapi. Tapi apakah memang akan semudah itu??! Hayo! Yang sudah menikah, jawablah pertanyaan ini dalam hati.
Menikah adalah nikmatNya. Bisa menikah dengan orang yang kita cintai apa lagi... sebelum menikah, kita berjanji (sekalipun sekedar pada diri sendiri) untuk meminimalkan mengeluh dan mencoba menerima kondisi yang ada, dan terus saling memperbaiki diri masing-masing; intinya siap dengan segala konsekuensi.
Nah, kalau menikah itu impian kita, bagaimana dengan impian-impian yang lain??! Adakah kita memikirkannya sesempurna kita memikirkan pernikahan itu? Atau berusaha menjalaninya dengan cara yang sempurna. Menerima konsekuensinya, mensyukuri dengan melakukan hal terbaik untuk mendapatkan hasil semaksimalnya, menyerahkan segala hasilnya pada zat yang menganugerahi kita nikmat dan kemampuan untuk mengelolanya. Sudahkah??!
Karenanya, bagi yang belum menikah, jangan terburu-buru, boleh jadi Allah masih menunda kita bertemu dengan seseorang yang kita tunggu, karena memang ternyata kita belum siap untuk mensyukuri nikmat itu. Wong nikmat yang sudah ada saja kita belum cukup nyadar untuk mensyukurinya, apalagi nikmat sedahsyat pernikahan.
Berproses dalam mewujudkan impian itu, tidak bisa dipungkiri sangat menyakitkan dan melelahkan. Butuh banyak energi, sebanyak energi yang dibutuhkan kepompong untuk menjadi kupu-kupu. Tentu di samping menyakitkan, ada yang lebih indah dari impian itu sendiri, yaitu out come dari proses itu sendiri, menjadi kupu-kupu yang indah.
Sekarang, coba kita ingat-ingat sekali lagi, berapa banyak keinginan kita yang belum terpenuhi. Catat. Dan buktikan lah bahwa ini akan terpenuhi, cepat atau lambat, tergantung dari sebesar apa hasrat kita untuk memilikinya dan usaha kita untuk mendapatkannya. Lha, keinginan kita saja yang cuma lintas di hati saja bisa kejadian , gimana lagi dengan keinginan yang benar-benar kita usahakan??! Dan yang pasti kita harus siap dengan semua konsekuensinya, termasuk konsekuensi bahwa impian itu akan terganti dengan sesuatu yang lebih baik, alias impian itu tidak tercapai sesuai yang kita harapkan.
Kalau ternyata memang banyak diantara nikmat yang kita terima belum kita syukuri dengan baik, la tahzan, masih ada waktu untuk memperbaiki semuanya. Nikmat adalah setiap yang membuat kita tersenyum, segala sesuatu yang membuat kita senang, sesuatu yang memberi kita pelajaran, semua yang memudahkan langkah kita, bahkan juga segala sesuatu yang menguraikan air mata, segala sesuatu yang menggundahkan hati, semua bentuk penundaan, dan musibah-musibah yang tak terduga. Yakinlah, nikmat Allah itu ada di setiap sel, setiap detik, setiap ruang yang kita tempati, jadi tunggu apa lagi, bersykurlah dengan memanfaatkan nikmat yang ada untuk menjadi semakin berguna untuk sesama dan semakin dekat denganNya.
Satu hal, bukanlah nikmat itu yang kita tuju, tapi ridha dan cinta dari zat yang memberi nikmatlah yang kita cari. Semoga kita semakin cerdas memanfaatkan nikmat ‘ini’ untuk semakin dekat kepadaNya... amien.
Syukran jazakallah untuk ‘semua’ yang sudah menginspirasi
Semoga kita menjadi lebih baik setiap hari
Tidak ada komentar :
Posting Komentar