Chocolate Covered Sesame Balls

Jumat, 27 Desember 2013

Identitas Selera

Identitas Selera. Yah, apa pun lah istilahnya. Jadi ini semacam sesuatu yang menunjukkan keunikan diri kita. Sangat berbeda antara satu orang dengan orang lain. Mungkin kita juga menemukan sejumlah orang yang punya selera yang mirip-mirip. Coba aja lihat banyak barang-barang itu diproduksi dalam jumlah banyak dan dibeli oleh orang-orang berbeda. Sepatu, baju, dan banyak lainnya -_- (malas mikir). Dan itu tentu ga terlepas dari kita pembeli yang hanya bisa memilih apa yang sudah disediakan. Kalo mau yang beda, bikin aja sendiri. Contoh, baju-baju bisa di desain modelnya seperti yang kita suka. Ada sepatu-sepatu yang bisa kita lukis. Juga ada jam-jam tangan yang bisa dikustomisasi sesuai yang kita mau. Tapi biasanya itu akan butuh biaya dan waktu yang lebih banyak. Jadi mending ke pasar, tinggal pilih, bayar dan pakai. Sekalipun yang kita beli itu tidak 100 persen sesuai selera,setidaknya juga ga terlalu nabrak-nabraklah dengan dengan ‘kepribadian’ kita.
Sebagai orang yang seleranya biasa-biasa aja, ini terasa sedikit istimewa buat saya. Jadi setiap ngawanin temen atau keluarga cari ini itu, pikiran jadi langsung aktif dengan keadaan ini (kae nya semua orang gitu deh wis, K)

Pernah dulu jalan ke Hermes Mall sama DIla. Kita ngelewatin satu-satu pajangan baju sambil membolak-balik beberapa yang menarik mata seolah-olah beneran mau beli. Sampe ke salah satu pajangan dekat jaket-jaketan. Sebenarnya ga niat beli-beli sih, cuma mau cuci mata aja. Tapi berhubung ada promo ‘beli 1 gratis 1’, dan kebetulan pula ada motif yang kita cocok, ya udah deh beli. Awalnya DIla sih yang ngomporin untuk beli. Katanya “eh Wis, ini bagus loh motifnya”. Saya membolak-balik yang dilihat Dila. “Eh, beli 1 gratis 1 pulak, hehehe”, tambah Dila. Dila pun memaksa saya menemukan satu baju lagi yang ada dalam satu pajangan supaya kami bisa membawa pulang baju-baju itu dengan harga yang lebih hemat. Pilihan Dila adalah blus tanggung bunga-bunga lengannya tiga perempat, hampir mirip batik, tapi bukan batik. Setelah saya menemukan yang cocok kami pun ke ruang ganti. Dila terlihat makin sumringah di depan cermin ruang ganti, yang mana berarti baju-baju itu harus kami bayar supaya bisa kami bawa pulang. DIla bahkan menambahkan komentar “Eh, bagus itu sama Wis. Cocok. Pas ukurannya..blah..blah..blah”. Sampe sekarang kalo ke Hermes Mall dan melewati pajangan ‘beli 1 gratis 1’ pasti jadi ingat Dila. Tapi yang lebih mengingatkan adalah pilihan motifnya. Jadi sepanjang pajangan yang kami lewati, hamper semua pajangan blus bunga-bunga tanggung di colek sama Dila, selain itu juga blus di atas lutut yang ada tali pinggangnya.

Kesempatan yang lain, masih setingan Hermes Mall, saya diajak temen serumah untuk nyari sepatu. Sepatu yang kayak apa? Tanya saya sebelum kami berangkat. “Em, sepatunya untuk dipake kuliah sih Wis. Em, tapi bisa juga sekali-sekali dipake kalo kak Atik balik Sabang n ngajar, gitu kata kak Atik. Sekalipun deskripsinya sudah jelas, yaitu sepatu yang 85 persen dipake untuk pergi kuliah, dan bisa dipake juga untuk mengajar, teutep aja kita akan melewati stand-stand sepatu dari ujung sampe ujung lagi. Padahal udah hafal banget kalo stand paling muka Itu semua highheels dan wedges yang mana selain tidak cocok untuk kuliah (menurut saya) juga tidak kompatibel dengan kak Atik yang seleranya sepertinya sudah bisa saya baca itu. Maka akhirnya kami berkeliling. Kepada saya, Kak Atik menunjuk satu persatu sepatu yang naga-naganya mau dibeli, ‘yang ini? Yang ini?.. yang ini?’, eh ini yang mau pake siapa sih sebenarnya? Hehehehe. Dari semua sepatu yang ditunjuk kak Atik, saya semakin memahami jenis yang disukai kak Atik (eciee). Trus saya pun mulai komentar, “kayaknya mendingan  yang ini deh kak, karena.. blah..blah..blah”. Setelah mengerutkan kening kak Atik pun setuju, katanya ‘hmm, Iya ya?’. Akhirnya kak Atik membeli sepatu yang saya rekomendasikan itu. Yaitu sepatu yang bisa dipake kuliah dan sekali-kali mengajar, dan lebih dewasa menurut saya, hahahahahaha.

Jika perjalanan mencari sepatu tadi diputar ulang, saya jadi ‘ngeh’ dengan selera sepatu kak Atik ini. Seleranya sangat ‘imut’, yang mana kalau menurut saya itu sepatu-sepatu yang modelnya banyak dipake anak-anak yang masih imut umurnya :D.

Perjalanan yang lain adalah ketika kami mengunjungi Plaza Suzuya yang baru buka di kawasan Seutui. Niatnya Cuma mau lihat-lihat dan beli deodorant (heboh banget mau beli deodorant aja ke Suzuya K). Waktu itu kami pergi bertiga, saya- kak Atik- Hera. Seperti biasa, yang paling menarik untuk dijadikan deterjen pencuci mata adalah pajangan-pajangan baju dan sepatu, maka kami pun ke lantai tiga. Setelah mutar sana sini kami pun sampai di bagian per-sepatu-an. ‘Eh, ini manis, lucuk’, kata Hera. Saya menoleh. ‘Warnanya juga cocok sama tas Wiwis’, tambah kak Atik. Saya pun mengetes sepatu itu di kaki, pas pula ukurannya. Saya lepas dan saya pandangi sekali lagi semacam untuk menemukan sesuatu, semacam persetujuan untuk membelinya atau tidak. Warnanya memang cocok dengan tas saya itu, tapi saya belum pernah pake model begini sebelumnya. Memang sih di kaki terasa nyaman, sekalipun itu ‘bukan saya’, tapi dalam beberapa mili detik itu saya juga tau bahwa ini tidak akan kelihatan aneh di kaki saya. ‘Hm, enggak deh’, kata saya serta merta menaruh kembali sepatu itu dan berlalu ke pajangan di sebelahnya. Ketika saya sedang melihat-lihat pajangan sebelah, saya ga sengaja melihat ke sebelah, ternyata Hera sedang mengetes sepatu yang tadi. Hehehehe, iya memang, sepatu itu ‘Hera Banget’, :D.

Ya begitulah, kemana pun kita pergi mencari, yang menawan mata tetap yang ‘sudah di hati’ :D. Tapi tentu saja ga ada salahnya juga membuka selera pada bentuk-bentuk baru, karena dengan berbeda dari biasanya (selama ga geser-geser banget :D) kadang itu bikin kita kelihatan lebih fresh, ga hanya tampilan luar, tapi juga ‘perasaan baru’ karena mencoba sesuatu yang baru dari segi selera. Selama masih syar’i ga apa-apa kan ya? J

Pernah juga sih saya beli sesuatu yang beda banget dengan apa yang biasa saya beli, setelah pakai sekali langsung masuk lemari dan ga pernah keluar lagi, ga terpakai :D. Hal-hal semacam itu kadang memang terjadi.

Well, apa pun identitas seleramu, pastikan itu tetap syar’i ;)

Rabu, 25 Desember 2013

Audit Dibungkus

Gw lupa waktu itu hari keberapa audit di kantor. Biasanya kalo ada tamu dari pusat, kemana-mana itu dianterin Pak Bos. Mulai dari pulang pergi hotel-kantor, sampe cari makan siang bahkan jalan-jalan (jika ada). Tapi hari itu kebtulan ada dua tamu lain juga dari kantor pusat, maka Pak Bos pun tak bisa standby untuk anterin auditornya kemana-manah. Menjelang siang, percakapan via telepon gw dengan Pak Bos :

Pak Bos : Halo Wis
Saya : Iya, Pak
Pak Bos : Aku ga bisa balik kantor kayaknya ini
Saya : Trus? Auditnya ini mau makan siang, sama siapa? *garuk-garuk kepala*. Apa dibungkus aja ya pak?
Pak Bos : Hah? Audit dibungkus?? Emang bisa? hahahahaha..
Saya : Eh bukan, Pak. Maksudnya, makan siangnya beli bungkus, gitu *garuk-garuk meja*
Pak Bos : Iya boleh juga dibungkus ntar langsung kirim balik Surabaya, hahahaha
Saya : Iya, Pak. Kirimnya pake kontainer yang balik aja jadi sekalian hemat biaya *-_- terserah bapak lah*

:|


Kp. Jawa
Lagi nunggu respon Mba Nuke for Herbalife order