Chocolate Covered Sesame Balls

Minggu, 20 Februari 2011

Menjadi Kanibal tanpa Sadar


tidak hanya mengandung bahan dari jenis hewan yang diharamkan, sejumlah unsur dari organ manusia juga ditemukan pada sebagian produk kosmetika. kanibalisme?



KD, seorang artis kenamaan Indonesia hanya bisa kaget. Suntikan cairan Botoz yang dipakainya untuk mengencangkan dan meremajakn kulit selama ini ternyata berbahan haram.

“Aduh, apa fatwa ini baru? Ini berat hukumnya. Ya, karena perkara ini sudah tercantum dalam agama. Saya mesti konsultasi dengan dokter kecantikan saya secepat mungkin tentang hal ini,” ujarnya kepada sebuah suratkabar harian ibukota beberapa waktu lalu.

Jawaban KD tadi menyusul fatwa Majlis Kebangsaan Bagi Hal Ehwal Agama Islam Malaysia yang menharamkan suntikan Botox untuk kecantikan. Alasannya, karena Botox mengandung bahan haram dari babi. Hal lainnya, karena Botox digunakan untuk mengubah ciptaan Allah SWT hanya untuk alasan kecantikan, yakni menghilangkan kerutan-kerutan pada wajah agar terlihat lebih muda.

Parahnya lagi, Botox jenis suntik yang dipakai KD tadi bukan hanya mengandung bahan babi, tapi juga mengandung serum albumin manusia. Hal ini diungkapkan oleh Dr. Anna P. Roswiem, Wakil Direktur Lembaga Pengkajian Pangan Obat obatan dan Kosmetika Ulama Indonesia (LPPOM MUI).

Anna menjelaskan, Botoz adalah suatu kompleks neurotoxin yang dimurnikan (Botulinum Toxin Type A). Yakni senyawa steril dari toksin botulinum tipe A yang diproduksi dengan cara fermentasi Clostridium botulinum strain hall tipe A yang ditumbuhkan dalam media yang mengandung hidrolisat kasein, glukosa, dan yeast eztract (ragi).

Senyawa tadi dimurnikan dari larutan media dengan cara di analisis dan pengendapan yang bersifat asam. Ia menghasilkan suatu senyawa kompleks yang terdiri dari neurotoxin dan beberapa protein pelengkap. Kompleks tersebut dilarutan dalam larutan NaCl steril yang mengandung albumin manusia (human albumin) dan dikeringkan-vakumkan dalam vial (wadah steril).

Setiap 1 vial Botox mengandung 100 unit Neurotoxin dari Clostridium botulinum tipe A. Sedangkan Clostridium botulinum tipe A mengandung 0,5 mg albumin  manusia dan 0,9 mg NaCl steril, yang dikering-vakumkan tanpa menambah bahan pengawet.

“Jelaslah kosmetik Botox tidak dapat dikategorikan sebagai kosmetik halal (suci), karena mengandung bahan yang berasal dari manusia,” kata Anna yang juga ahli Biokimia di Institut Pertanian Bogor ini.

Sedang untuk bahan babi, kata Anna, kemungkinan terdapat pada Botox jenis krim. Salah satu merek produknya adalah Argirelin (Vegetal Botox). Bahan produk tersebut terutama adalah Argirelin, asan Hialuronat, Matrixil, Hispagel, dan Gliserin bisa berasal dari hewan.

Menurut data di LPPOM MUI, hingga saat ini baru tiga persen saja dari total keseluruhan perusahaan kosmetika di Indonesia yang bersertifikasi halal. Menurut data Persatuan Perusahaan Kosmetika Indonesia (Perkosmi), ada 744 perusahaan kosmetika dan toiletries di Indonesia. Dari jumlah tersebut, yang telah tersertifikasi halal oleh LPPOM MUI Cuma 23 perusahaan saja. Dengan kata lain, hampir 97 persen produk kosmetika yang beredar di pasaran tidak jelas kehalalannya. Itu pun belum termasuk dengan jumlah produk kosmetik impor, produk kosmetika illegal, dan produk kosmetika palsu dari dalam dan luar negeri. Artinya, jumlah produk kosmetika yang belum jelas kehalalannya bisa lebih dari 97 persen.

Anna mengatakan, jumlah besar itu mencakup seluruh merek kosmetika terkenal dari dalam dan luar negeri. Seperti Ponds, Revlon, Olay, Nivea, Lancome, Ovale, Body Shop, Oriflame, Dove. Juga produk dalam negeri semisal Sari Ayu Martha Tilaar, Mustika Ratu, dan sebagainya. Apalagi tentang produk kosmeika berharga murah dari Cina yang sedang laris di pasaran. “Hingga saat ini tidak ada satupun produk kosmetika dari Cina tersertifikasi halal oleh LPPOM MUI”, kata Anna.

Anna menambahkan, sejumlah produsen kosmetika lokal semisal PT. Mustika Ratu, PT. Martina Berto Martha Tilaar, dan PT. Ristra Indolab memang pernah mengajukan permohonan sertifikasi halal kepada LPPOM MUI. Tetapi ketiga perusahaan tersebut tidak lolos audit. Hasil audit menemukan adanya sejumlah bahan yang tidak jelas kehalalannya. Karena alasan kode etik, Anna menolak menyebutkan bahan-bahan tersebut.

Akhirnya proses sertifikasi pun berhenti karena ketiga perusahaan itu tidak mau melanjutkan lagi. “Mungkin bagi mereka bahan itu sudah bagus dan sudah laku dalam dan luar negeri”, ujarnya.

Memang, menurut Anna, banyak perusahaan kosmetika yang terganjal masalah ini, kemudian tidak meneruskan proses permohonan sertifikasi halal produknya.

Contoh produk kosmetika yang telah tersertifikasi halal, kata Anna, adalah produk yang dikeluarkan oleh PT. Pusaka Tradisi Ibu. Perusahaan ini yang mengeluarkan produk bermerek Wardah, Mumtaz, Putri, Fadila, Zahra, Camilla. Selain itu, sejumlah perusahaan lain seprti PT. Air Mancur, PT. Aloe Vera Indonesia, dan PT Unza Vitalis juga sempat mendapat sertifikasi halal dari LPPOM. Pembaca bisa melihat daftar lengkapnya di Jurnal Halal LPPOM MUI atau situs resmi LPPOM MUI, www.halalmui.org.

:
:::
Dikutip dari Malalah Hidayatullah Edisi Khusus 2009, ISSN 0863-2397
Menjadi Kanibal Tanpa Sadar; 47

www.hidayatullah.com

Tidak ada komentar :

Posting Komentar