Ada seorang peminta-minta yang senantiasa setia bertandang ke kantor kami. Ketika menulis cerita ini, sebenarnya aku juga ingin menulis namanya, namun aku selalu saja lupa menanyakan perihal nama kepadanya. Aku terkadang tidak begitu mengerti cara mengukur umur seseorang dari wajahnya, namun perkiraan ku ibu-ibu ini usianya pastilah di atas empat puluh.
Aku lupa ini kali keberapa dia datang. Model pakaian yang dipakainya adalah selipat selendang tanpa bandana atau jenis dalaman jilbab apa pun namanya- dia tidak memakai itu sehingga beberapa helai rambutnya kadang bertemu penglihatanku, kaos berwarna yang sudah usang warnanya dan terlihat kusut mayut di sana sini, juga selembar sarung kotak-kotak (kadang motifnya bunga-bunga, batik) yang dipalit tiga perempat betis. Sandalnya adalah sandal jepit yang sama lusuh dengan pieces pakaiannya yang lain.
Ak mengingat ada beberapa kali kedatangannya yang kusambut begitu sumringah. Adalah ketika aku memang sedang berniat ‘bersedekah’. Dan ada beberapa kali kedatangannya membuatku ‘mengaduh’, karena aku sama sekali tidak punya persediaan dalam dompetku. Engkau tau kan, kadang sampai tanggal segini sejumlah karyawan belum dibayar gajinya. Hey, aku sama sekali tidak bermaksud membeberkan hal yang tidak mengenakkan ini. Lagi pula aku sendiri memaklumi nya sebagai sebuah konsekuensi sebagai seorang karwayan- dan memahaminya sebagai seorang yang juga pernah mengelola gaji orang lain- sekalipun hanya hitungan tahun.
Masih tentang perempuan peminta-minta itu. Aku ingat, ada sekali waktu dia datang, dan aku sama sekali tidak membuatnya membawa pulang sesuatu. Dan ketika itu aku berniat tidak akan membiasakan ini lagi, yaitu tidak ingin membiasakan diri memberi kepada peminta-minta, seperti yang kulakukan ketika aku menemui mereka di pasar, depan swalayan, atau di tempat-tempat makan. Sudah lama aku melakukan itu. Jadi, ‘memberi’ kepada peminta-minta hanya kulakukan jika peminta-minta itu sudah sampai mengunjungiku di rumah- atau di kantor seperti ini. Karena ada orang-orang yang dapat begitu mudah dating kembali hanya karena berpikir bahwa kita tetap memberi. Bukannya aku tidak setuju ‘memberi’ kepada peminta-peminta ini, terlebih mereka perempuan- yang jika aku melihat wajah mereka maka aku jadi teringat ibuku sendiri, jadi teringat berapa orang anak yang ia tanggung di rumahnya, jadi teringat jauhnya perjalanan yang ia tempuh hingga sampai di sini.
Sudah lama aku tidak memberi secara langsung kepada peminta-minta. Menurutku, menyalurkannya ke lembaga yang dapat dipercaya akan lebih baik dan member solusi jangka panjang. Kupikir, jika lembaga tersebut dapat memberdayakan sedekah-sedekah ini dengan benar kepada para dhuafa dan peminta-minta ini, dan merubah pola pikir mereka tentang ‘bagaimana cara bertangan di bawah itu dengan cara yang mulia’- itu akan lebih jauh jangkaunnya. Tangan di atas itu mulia, dan tangan di bawah itu sangat manusiawi. Tangan di bawah dengan cara-cara mulia, tentu akan mendapat sorotan yang mulia pula dari para manusia dan Allah swt, ku pikir demikian.
Masih tentang perempuan peminta-minta itu. Kadang aku menjadi sama kikuknya dengan dia. Kadang aku menemukan ada malu tersirat dari sikapnya sekalipun pada kali lain ia akan tetap datang lagi. Aku bahkan sudah menghafal suara salamnya dari ruanganku. Kadang aku juga menjadi malu menemukan rautnya yang menjadi malu itu. Ku pikir sebagai perempuan sebaya ibu ku, menjadi peminta-minta juga pastilah bukan pilihan yang akan dipilihnya jika dia memiliki pilihan lain.
Tadi, dia datang kembali ke kantor kami. Seperti yang ku katakan, hingga tanggal segini aku belum gajian lho.. hehehhe. Begitu mendengar suara salamnya, aku jadi bingung sendiri. Sebenarnya ada beberapa receh lima ratusan di dalam dompetku. Tiba-tiba aku baru ingat ada lembar lima ribuan di dalam dompet yang tertinggal di rumah, tapi itu di rumah. Bagiku, memberi uang lima ratusan kepada peminta-minta sama saja dengan menjawab basa-basi nya meminta-minta dengan basa-basi pula (kamu boleh ndak setuju dengan pendapat ini). Iya, si ibu memang datang meminta-meminta bukan sekedar basa-basi, tapi karena memang dia membutuhkannnya. Namun aku sering menemukan orang-orang yang memberi, yaitu mereka sibuk mengorek-ngorek dompet dan tas mereka mencari-cari koin lima ratus atau seribu ketika peminta-minta mendatangi mereka, seolah-olah ini hanya untuk memenuhi tangan menegadah itu saja. Bahkan ada yang mengatakan, ‘ngapain ngasi banyak kalo ga ikhlas’, atau juga ‘gapapa dikit, yang penting ikhlas..’. kita bisa memilih sikap mana pun, namun pilihlah dengan sadar, sekalipun itu hanya sekeping lima ratus rupiah..
Dan pada harta-harta mereka ada hak untuk orang miskin yang meminta dan orang miskin yang tidak mendapat bagian. (QS. Adz-Dzariyat: 19)
Adapun orang yang meminta-minta, maka janganlah kamu menghardiknya.(QS. Adh-Dhuha': 10)
“Setiap pagi ada dua Malaikat yang turun di langit dunia untuk memanjatkan doa kepada Allah; yang satu berdoa: “Ya Allah berikanlah ganti kepada orang yang mau membelanjakan hartanya; yang lain memanjatkan doa: Ya Allah berilah kerusakan pada harta orang yang tidak mau membelanjakannya’ (HR. Bukhari Muslim)
" Pintu2 sedekah adalah bertakbir, bertasbih, bertahmid, bertahlil, beristigfar, memerintahkan kepada yang baik dan mencegah dari yang mungkar, menyingkirkan duri, tulang dan batu di jalanan yang dilalui orang , menuntun orang buta, membantu orang tuli untuk mendengar suatu perkataan .. semua itu adalah pintu sedekah bagimu terhadap dirimu. (HR . Ahmad)
Hal yang tidak dapat saya pungkiri adalah, bahwa terkadang saya juga menggerutu di dalam hati, dan menjadi bingung, dan ikut menanyai diri saya sendiri ketika saya dalam keadaan ‘tidak ada’, tapi datang pula peminta-peminta. Dalam keadaan semacam itu, saya jadi teramat bingung kadang-kadang- dan untuk setiap apa pun yang keluar kemudian, saya memohon-memohon kepada Tuhan- agar supaya menjadikan hati saya ini iklhas mengeluarkan itu semua.. amiin.
Masih tentang perempuan peminta-minta itu, yang saya tidak tau apakah bulan depan saya masih akan menemuinya- karena kemungkinan saya sudah tidak di kantor ini lagi. Kecuali jika dia datang sebelum tanggal 5.. :)
Semoga apa pun yang dia peroleh menjadi rizki yang berkah untuknya dan untuk keluarganya, amiin
#jika di ingat-ingat sudah hampir semua waktu kita ini tersita untuk urusan dunia- mencari duit dan segala pernak-perniknya. Saya menabung baju, gadget, menambah teman, dan menikmati hidup dengan leluasa dapat bernafas hingga detik ini. Jadi saya piker, ketika saya member ketika sesekali saya ‘tidak punya’, itu sesungguhnya hanya secuil dari sedikit sekali tabungan saya di akhirat itu.. semoga Allah memudahkan keridhaan hati-hati kita, amiin
Tidak ada komentar :
Posting Komentar