Cinta,
Apa yang engkau bait dalam aksara begitu mempesona. Aku jadi seperti tenggelam ke bagian laut paling indah yang tiada pernah disentuh manuasia. Aku jadi seperti terbang di antara awan-awan, berayun- ayun sesuka hati menikmati angin sepoi yang semaput. Aku jadi seperti melihat genangan hijau dari atas bukit yang paling biru. Berucap ucap takjub nama Tuhan, memabuk syukurku seperti ketika tanpa sadar aku menemukan diriku sedang menatap bulan.
Aku dapat tertawa riang karena begitu lugu engkau berceracau seperti anak kecil yang tidak peduli pada waktu yang semakin lama akan menuakan kita. Dan aku mengagumi pesan yang hendak engkau titip, sekalipun kelihatannya engkau begitu kebingungan menjelaskan itu semua.
Aku seperti sedang menghangatkan diri dekat perapian sambil terus mendengar biola yang memainkan intro ’mimancherai’, lalu ’damai tapi gersang’ Adjie Bandi. Begitulah haru menyelinap pelan dan tersimpan setiap aku membayangkan sudut-sudut rahangmu yang tertarik sempit ketika tertawa.. dan begitulah pilu menyayat, sehebat apa pun keningku mengerut takkan sanggup aku menyamai rasanya sakit yang engkau sembunyikan diam-diam di palung hati paling dalam.
Cinta,
Hari ini, tadi pagi, aku masih membaca aksaramu. Terkadang aku merasa itu begitu ‘biasa saja’, namun keesokan paginya rindu akan kembali menyergapku dan memaksaku membuka kembali halaman-halaman yang terjadi oleh tuts keyboard dan jemarimu.
Apa yang engkau bait dalam aksara begitu mempesona. Kadang aku selalu seperti mencari sesuatu di dalamnya, seperti anak kecil yang membongkar bahan belanjaan ibunya, mencari-cari permen, manisan, atau apa saja yang 'bisa dimakan saat itu juga', tanpa pernah menemukan. Namun aku tak pernah kecewa karena sisa dari aksara sebelumnya telah menancap-nancap dan menyisakan cukup penawar bagi rinduku. Dan kadang aku tidak ingin baris-baris itu berakhir begitu saja. Ketika menyelesaikan semuanya, aku baru menyadari bahwa semua telah tiada, bagiku, bagimu, bagi kita
Yang ku pahami bahwa keindahan dan kehalusan akan terus mengalir, demikian juga dengan makna dan keindahan, semua tetap bersuka ria di dalamnya, di dalam bebait aksaramu- sambil tetap mengingat Tuhan
29 April 2011; 23.52
-----------
*”ini hanya permainan kata-kata..”
Nice rest..!
Sabtu, 30 April 2011
Selasa, 26 April 2011
itu saja dulu-
Dapatkah aku membakar api dalam angin yg membadai?
Tentu saja aku dapat!
aku menangkupkan telapak tanganku dg lembut
membiarkan liuknya mereda, dan menurut pd bebadai y ribut
kemudian aku dapat membakar apa saja
keaadaan y mengering,
atau waktu y melapuk
namun tidak demikian
aku hanya ingin sedikit saja terang
yang dengannya aku masih bs melihat diriku
untuk sementara,
itu saja dulu
---
malam ini; saat ini juga
"ini hanya permainan kata kata.."
pray for today, say God's name, have a gud rest.. :)
Tentu saja aku dapat!
aku menangkupkan telapak tanganku dg lembut
membiarkan liuknya mereda, dan menurut pd bebadai y ribut
kemudian aku dapat membakar apa saja
keaadaan y mengering,
atau waktu y melapuk
namun tidak demikian
aku hanya ingin sedikit saja terang
yang dengannya aku masih bs melihat diriku
untuk sementara,
itu saja dulu
---
malam ini; saat ini juga
"ini hanya permainan kata kata.."
pray for today, say God's name, have a gud rest.. :)
Rabu, 20 April 2011
Jejak
Ku hela lekas nelangsa ini. Bukan karena aku tak dapat menghargai rasa bersalahmu. Namun sesungguhnya aku menghindari rasa bersalahku sendiri- ketika aku merasakan riangmu. Rasa bersalah yang mencuat karena aku ini hina adanya..
Takkan kutangkup telapak tanganku di kening. Agar tak lagi jemari kita bertemu dalam pilin pilin rambut mimpi. Kubiarkan saja semua mengalir sambil mengira ngira; apakah 15 tahun lagi nelangsa yang kadang kadang masih datang ini akan datang lagi sesekali dengan kekuatan sesak yang sama
dan sesungguhnya aku ingin bertanya;
apakah yang sedang kecamuk di harimu?
hening manakah yang mengatup rahangmu?
dan bagian waktu manakah yang engkau sesali..?
oh, Tuhan- ampuni aku jika tanpa menyadari aku menyakiti
bila aku tak dapat memenuhi harapan yang kukasihi
ampuni aku- yang tak meminta maaf, padahal aku melukai
aku- yang mencela tanpa mengaca diri
ampuni aku jika sekali sekalli nelangsa begini juga terasa olehmu
dan aku gemetar, setiap mengulang buka lembar lembar yang mencatat kita
ku katakan bahwa aku tiada lagi marah- kepadamu
namun kepada diriku- kadang aku memaki; mengapa aku turut pada kebodohanku?
dan tentu saja aku harus meminta ampun untuk kejahatan atas diriku sendiri- yang kusadari atau tidak
seperti yang kukatakan bahwa segala sesuatu telah berangsur rela
namun aku juga tak dapat membayangkan jika sekali waktu kita bertemu mata
adakah engkau masih akan mencari bagian diriku yang tiada pernah kau temu dalam bayang bayang di retinaku?
sesuatu yang pernah engkau inginkan- dan mungkin 15 tahun nanti semua telah tiada..
13042011
Takkan kutangkup telapak tanganku di kening. Agar tak lagi jemari kita bertemu dalam pilin pilin rambut mimpi. Kubiarkan saja semua mengalir sambil mengira ngira; apakah 15 tahun lagi nelangsa yang kadang kadang masih datang ini akan datang lagi sesekali dengan kekuatan sesak yang sama
dan sesungguhnya aku ingin bertanya;
apakah yang sedang kecamuk di harimu?
hening manakah yang mengatup rahangmu?
dan bagian waktu manakah yang engkau sesali..?
oh, Tuhan- ampuni aku jika tanpa menyadari aku menyakiti
bila aku tak dapat memenuhi harapan yang kukasihi
ampuni aku- yang tak meminta maaf, padahal aku melukai
aku- yang mencela tanpa mengaca diri
ampuni aku jika sekali sekalli nelangsa begini juga terasa olehmu
dan aku gemetar, setiap mengulang buka lembar lembar yang mencatat kita
ku katakan bahwa aku tiada lagi marah- kepadamu
namun kepada diriku- kadang aku memaki; mengapa aku turut pada kebodohanku?
dan tentu saja aku harus meminta ampun untuk kejahatan atas diriku sendiri- yang kusadari atau tidak
seperti yang kukatakan bahwa segala sesuatu telah berangsur rela
namun aku juga tak dapat membayangkan jika sekali waktu kita bertemu mata
adakah engkau masih akan mencari bagian diriku yang tiada pernah kau temu dalam bayang bayang di retinaku?
sesuatu yang pernah engkau inginkan- dan mungkin 15 tahun nanti semua telah tiada..
13042011
Minggu, 17 April 2011
Biarkan saja dulu Bundar melingkar
Dan nampaknya malam ini aku telah menemukan sebuah segitiga yang engkau maksud. Aku tak mau pusing dengan teorema yanag engkau kutip. Dan aku juga tak ingin larut dalam Euclidean Euclidean yang begitu ambigu. Baiknya kubiarkan saja dulu bentuk itu bundar melingkar, sementara bulan akan menyusul penuhnya beberapa hari lagi..
Menurutmu, apakah sebaiknya aku tidak melanjutkan menulis ini- hanya karena aku terlalu khawatir bahwa tetulis ini tiada akan bermanfaat adanya?? Menurutmu, manakah lebih baik; aku terus menulis, atau aku mulai memainkan lagi Texas Holdem Poker??
Oh, tapi, dengar dulu. Apakah aku sudah bercerita kepadamu tentang perjalanan setiap hariku di bawah dedahan dedahan yang melengkung hijaunya- dan teduhnya membuatku tak ingin mengakhiri perjalanan ini? Perjalanan yang selalu dapat menenggalamkan semua ingatan akan apa apa yang tiada ingin ku ingat lagi. Menguburnya dalam untuk sementara karena aku tidak tau dimana harus menyembunyikannya lagi. Karena aku tidak tau apakah dengan terus mengingatnya aku dapat melupakannya..
Apakah aku sudah bercerita kepadamu tentang wajah wajah yang kutemui setiap pagi dan petang? Wajah wajah lelah pengasong tilam palembang, atau penjaja bakpao yang tak tampak berkurang barang dagangannya tapi mereka tetap berjualan. Wajah wajah anak sekolah yang berboncengan, atau dibonceng, atau membonceng, atau sekedar berjalan kaki dengan seragam yang dulu aku juga pernah memakainya. Wajah wajah ibu ibu yang mungkin sebaya- lebih muda- dan kadang lebih tua sedikit dari pada wajah ibuku, yang mereka itu berkeringat menunggu angkot dengan seragam pegawai negeri sipil- wajah pias sebagian besar ibu ibu pencari nafkah. Wajah wajah punggung kakek kakek pesepeda, yang bajunya lusuh dan dayungan sepedanya membuat aku khawatir untuk sekedar lewat disampingnya, dan membungkam keinginan ku untuk mengintip rautnya betapa sangat pilu akan dunia yang mungkin- mengecewakan- mungkin juga sama lelahnya dengan kayuhan kayuhannya..
Apakah aku sudah menceritakan kepadamu bahwa aku mulai menyukai bau tembakau, yang setiap pagi lamat lamat menyeruak dari sebelah ruang nafkahku. Ku katakan kepadamu, bau tembakau dicampur rempah rempah negeri kita itu sangat harum baunya. Amat menyembuhkan kegalauan dan mengusir penat berkendara 45 menitku. Bau tembakau, bau tembakau yang belum dibakar. Bau tembakau- yang aku menjadi muak dan menyerapah dalam hati jika mencium asap bakarnya. Dan membuatku memohon mohon kepada Tuhan akan sebilah pekerjaan lain memotong segera peruntunganku di sini. Sekalipun aku tau tiada dapat memaksa maksa kehendakNya..
Nampaknya aku sudah menceritakan itu semua kepadamu ya?? Apalagi tentang purnama-purnama yang kugambarkan dengan menyebalkan melalui puisi puisi cengeng dan picisan itu. Juga hujan yang rinainya sepereti tak habis habis di belakang rumahku. Juga tentang langit hitam malam yang selalu menjadi selimut bagi malam malam begini. Apa lagi??
Mengenai segitiga yang sudah atau sedang engkau buat, aku tidak ingin pusing mengenainya. Selesaikan saja semua sudut sesuka hatimu. Aku ingin menerus malam malam tetap dengan bintang bintang yang sinarnya ku tahu ada sekalipun tiada dapat mata ini melihatnya.
Menurutmu, apakah aku harus bersembunyi begitu? Atau engkau yang harus menyembungikan dirimu dariku? Hoh, jika apa pun tentang aksara aksara ini sangat mengganggumu- maka tinggalkan saja- apa saja yang jika engkau melihatnya- engkau jadi menyudutkan dirimu. Jika aku adalah seorang pejalan kaki pada tetaman aksaramu yang ranum- sesungguhnya tidak ada yang ingin kupetik. Karena dengan melihatnya saja aku bersyukur tentang adanya keindahan ini..
Sesungguhnya, engkau tidak akan pernah menemukan diriku dapat bercerita sepanjang ini kecuali melalui aksara aksara ini.. ini pun sudah terlalu panjang bagiku. Dapatkah kita mengatakan ’kecewa’ sementara kita telah setuju bahwa ’sesabar’ itu tiada ada batasnya..??
Tunggulah, nanti, jika kita bertemu aku akan menceritakan semua- semua kepadamu- sambil memandang biru di laut itu..
----
Saturday- 160411- 00:14
--
Dan nampaknya malam ini aku telah menemukan sebuah segitiga yang engkau maksud. Aku tak mau pusing dengan teorema yanag engkau kutip. Dan aku juga tak ingin larut dalam Euclidean Euclidean yang begitu ambigu. Baiknya kubiarkan saja dulu bentuk itu bundar melingkar, sementara bulan akan menyusul penuhnya beberapa hari lagi.. dan ku harap menulis ini sedikit lebih bermanfaat ketimbang menambah 100 ribu points di Texas Holdem Poker.. Have nice sleep. nice dream.. :)
Menurutmu, apakah sebaiknya aku tidak melanjutkan menulis ini- hanya karena aku terlalu khawatir bahwa tetulis ini tiada akan bermanfaat adanya?? Menurutmu, manakah lebih baik; aku terus menulis, atau aku mulai memainkan lagi Texas Holdem Poker??
Oh, tapi, dengar dulu. Apakah aku sudah bercerita kepadamu tentang perjalanan setiap hariku di bawah dedahan dedahan yang melengkung hijaunya- dan teduhnya membuatku tak ingin mengakhiri perjalanan ini? Perjalanan yang selalu dapat menenggalamkan semua ingatan akan apa apa yang tiada ingin ku ingat lagi. Menguburnya dalam untuk sementara karena aku tidak tau dimana harus menyembunyikannya lagi. Karena aku tidak tau apakah dengan terus mengingatnya aku dapat melupakannya..
Apakah aku sudah bercerita kepadamu tentang wajah wajah yang kutemui setiap pagi dan petang? Wajah wajah lelah pengasong tilam palembang, atau penjaja bakpao yang tak tampak berkurang barang dagangannya tapi mereka tetap berjualan. Wajah wajah anak sekolah yang berboncengan, atau dibonceng, atau membonceng, atau sekedar berjalan kaki dengan seragam yang dulu aku juga pernah memakainya. Wajah wajah ibu ibu yang mungkin sebaya- lebih muda- dan kadang lebih tua sedikit dari pada wajah ibuku, yang mereka itu berkeringat menunggu angkot dengan seragam pegawai negeri sipil- wajah pias sebagian besar ibu ibu pencari nafkah. Wajah wajah punggung kakek kakek pesepeda, yang bajunya lusuh dan dayungan sepedanya membuat aku khawatir untuk sekedar lewat disampingnya, dan membungkam keinginan ku untuk mengintip rautnya betapa sangat pilu akan dunia yang mungkin- mengecewakan- mungkin juga sama lelahnya dengan kayuhan kayuhannya..
Apakah aku sudah menceritakan kepadamu bahwa aku mulai menyukai bau tembakau, yang setiap pagi lamat lamat menyeruak dari sebelah ruang nafkahku. Ku katakan kepadamu, bau tembakau dicampur rempah rempah negeri kita itu sangat harum baunya. Amat menyembuhkan kegalauan dan mengusir penat berkendara 45 menitku. Bau tembakau, bau tembakau yang belum dibakar. Bau tembakau- yang aku menjadi muak dan menyerapah dalam hati jika mencium asap bakarnya. Dan membuatku memohon mohon kepada Tuhan akan sebilah pekerjaan lain memotong segera peruntunganku di sini. Sekalipun aku tau tiada dapat memaksa maksa kehendakNya..
Nampaknya aku sudah menceritakan itu semua kepadamu ya?? Apalagi tentang purnama-purnama yang kugambarkan dengan menyebalkan melalui puisi puisi cengeng dan picisan itu. Juga hujan yang rinainya sepereti tak habis habis di belakang rumahku. Juga tentang langit hitam malam yang selalu menjadi selimut bagi malam malam begini. Apa lagi??
Mengenai segitiga yang sudah atau sedang engkau buat, aku tidak ingin pusing mengenainya. Selesaikan saja semua sudut sesuka hatimu. Aku ingin menerus malam malam tetap dengan bintang bintang yang sinarnya ku tahu ada sekalipun tiada dapat mata ini melihatnya.
Menurutmu, apakah aku harus bersembunyi begitu? Atau engkau yang harus menyembungikan dirimu dariku? Hoh, jika apa pun tentang aksara aksara ini sangat mengganggumu- maka tinggalkan saja- apa saja yang jika engkau melihatnya- engkau jadi menyudutkan dirimu. Jika aku adalah seorang pejalan kaki pada tetaman aksaramu yang ranum- sesungguhnya tidak ada yang ingin kupetik. Karena dengan melihatnya saja aku bersyukur tentang adanya keindahan ini..
Sesungguhnya, engkau tidak akan pernah menemukan diriku dapat bercerita sepanjang ini kecuali melalui aksara aksara ini.. ini pun sudah terlalu panjang bagiku. Dapatkah kita mengatakan ’kecewa’ sementara kita telah setuju bahwa ’sesabar’ itu tiada ada batasnya..??
Tunggulah, nanti, jika kita bertemu aku akan menceritakan semua- semua kepadamu- sambil memandang biru di laut itu..
----
Saturday- 160411- 00:14
--
Dan nampaknya malam ini aku telah menemukan sebuah segitiga yang engkau maksud. Aku tak mau pusing dengan teorema yanag engkau kutip. Dan aku juga tak ingin larut dalam Euclidean Euclidean yang begitu ambigu. Baiknya kubiarkan saja dulu bentuk itu bundar melingkar, sementara bulan akan menyusul penuhnya beberapa hari lagi.. dan ku harap menulis ini sedikit lebih bermanfaat ketimbang menambah 100 ribu points di Texas Holdem Poker.. Have nice sleep. nice dream.. :)
Selasa, 12 April 2011
katamu, "ini hanya permainan kata kata.."
Dan, sekali lagi, aku menyembunyikan raut merah jambu tatkala membaca guratan tanganmu yang menyentuh waktu waktu sepi. Mulanya ingin kulupakan semua keindahan. Namun ternyata- kehalusan bentukmu lebih kuat menyanjungku. Seperti lentik hari yang ditutup oleh sore yang manis. Oh, sesungguhnya ini hanya permainan kata-kata, begitu katamu. Dan sesungguhnya aku ingin percaya- supaya aku lekas dapat berdamai dengan ingin hati tuk turut tatapannya pada kedamaian ini.
Katakanlah kepadaku tentang apa yang tiada ku ketahui. Tentang sesuatu yang engkau sembunyikan dari aksara aksara ini. Dapatkah engkau melakukannya?
Taukah engkau, dalam perjalanan pulang, sambil menatap langit dari balik kaca helm, sambil mengerjap-ngerjap karena debu kadang masuk saja tanpa minta izin kepada mataku, sambil menyeka apa yang mengalir (kadang-kadang), dan sambil menikmati pepohon yang meneduhi- berjuntai dedahannya di kaki kaki jalan, kadang kadang aku ingin memotret semua ini untukmu. Andai sekali waktu kita dapat bertukar mata- karena aku juga ingin engkau dapat melihat keindahan dari mata ini. Keindahan yang tidak pernah dapat kusimpan dalam hardisk manapun yang ku punya..
Dan seperti semua keindahan yang kau dan aku rangkum dalam aksara, semuanya tersembunyi oleh kudung kudung permata. Biar setiap hati dapat memandang dan memaknainya dengan keindahan menurut mereka masing-masing, engkau setuju kan??
Sesungguhnya aku tidak dapat menahan diri dari menulis ini, seperti aku tidak dapat menahan diri untuk terus bermain Texas Holdem Poker ketika aku mendapat Kartu As dan angka 10. Tapi malam ini, tadi, aku tidak melanjutkan permainan-hanya karena aku ingin berjinjit dan memutar kepalaku 45 derajat ke kiri lalu menengadah, hanya karena aku ingin bertemu purnamaku yang masih sabit, dan mengatakan kepadanya, betapa aku rindu membaca senyumnya yang terus merawat kedamaian di hati ini.
Bila engkau membaca ini dan kemudian meringis tersipu, sepertinya engkau telah mengerti :) dan aku tak mengapa jika engkau mencibir :D sesuatu yang juga tidak mengernyitkan dahiku..
:D iya iya.. mari kita tertawa saja. Ku kira kita sama nikmati keceriaan ini. Aku tidak ingin membayangkan keajaiban yang terlalu aneh :)
Kukatakan kepadamu, bahwa aku menyukai binar baik ketika sabit atau penuhmu, aku menyukai temaram, juga terang malam yang seperti subuh itu..
Kukira kita sama sama percaya pada kebesaran penciptaanNya, aku bersyukur, dan terus berharap sertaNya, amiin.
110411- 22:48
------------------
* hehe, berasa nulis surat cinta jaman orang tua saiya.. penuh perumpamaan tidak jelas, dan terlalu dipaksakan -_-, ini hanya permainan kata2, mudah2an nanti bisa menulis lebih baik dan lebih jelas tujuannya, huft. Namun bila seseorang nuuuun jauh di sana membaca ini lalu nyengir, hehe, maka beruntunglah dia :D ini untuknya..
** okeh, have a nice sleep.. ;)
Langganan:
Postingan
(
Atom
)