Chocolate Covered Sesame Balls

Selasa, 23 Maret 2010

Wajah-wajah Oman

Berjejak satu dua langkah
Menapaki karpet merah berhias putih, kuning dan hijau, lagi
Membiru haru pada wajah-wajah penuh rindu
Lalu pecah cerita pada hening memukau

Apakah yang tersisa?
Aku tidak tau
Cerita-cerita dari darussalam, meurebo Harvard,
ulee kareng, Inong balee, limpok, lingke,
Hingga hamburg.. 

Tiga tapak,
Kemarin sore tlah padu
Menncoba berbagi, berkisah tentang kenangan indah

Senyum itu masih tersisa hingga ba’da magrib
Ku antar dinda,
Dan sabit menyambutku sama gembira

Kita tahu, malam tetap gelap
Tapi bintang bintang sedang pancar
Sekalipun kadang redup, jangan ragu
Tetaplah bertahan di perbatasan

Jika bukan dengan hati,
Bagaimana lagi kita mengikat diri
“wa ilaa rabbika farghab”
-------------------------


maret 20, 2010 :)

"Sabit, lengkungnya melengkapi haru pertemuan sore ini. Wajah wajah oman- mudah2an sisa senyum ini hingga temu berikutnya, amiin.. Jazakillah ukhti :) (menanti pertemuan berikutnya..)"

Waktu Waktu Pertemuan

tak ada gunanya mengutuki hati yang mendamba
begitukah rasa tersiksa rindu?
meriang

pertemuan yang kutunggu
tak tertahan air mata,
takkan ku lupa,
bagaimana haru membiru dalam bisu isak kita
tak dapat kujelaskan bagaimana mahabbah menyatukan hati-hati tersandera

ya Allah, teguhkan hati-hati kami
dalam kecintaan karenaMu

Senin, 08 Maret 2010

Berikan aku jeda

Telah lama tak kulihat bulan
(kutulis ini sekali lagi)
hanya sepoi y terasa bahagia
tak ingin lagi meraba luka
kecut, tp aku tau aku akan tersenyum

bukan,
sungguh tak kutinggal binar purnama itu
aku hanya meminta jeda
supaya dapat berbahagia dgn bintang bintang ini

"bagaimana aku tak bersyukur
bagaimana aku tak tersenyum"







gambar dari :


http://www.kagayastudio.com/index.html

Belajar di"kamera" :)

Beberapa hari yang lalu, belajar menggunakan kamera di MJC (muharram jurnalism college). Itu bukan yang pertama kali. Sebelumnya juga pernah dengan bang Ali Raban. Hari itu dengan bang Rizki Aulia. Sejujurnya, sesi kamera ini kurang menarik untukku. Zona nyamannku mengeluarkan warning, jelas- karena aku tidak menyukai kerumitan tombol-tombol yang ada do tubuh kamera itu. Padahal mungkin kalau sudah menguasainya, pasti akan menyenangkan, pasti itu. Tapi, yang namanya proses belajar, ya begitu, tidak mudah. Kata kak Yaya, setiap kami mestinya menguasai kamera, tidak hanya menulis berita, minimal ga buta-buta amat lah. Ya namanya juga sekolah, dulu juga waktu kita smu semua pelajaran harus kita kuasai. Sekalipun mungkin cuma pengen jadi scriptwriter.. :p (yang ntah jadi ntah ndak...hahahaha)

Jelas dunk, namanya juga belajar kamera, jadi ya pake kamera. Banyak istilah, seperti fokus, iris, gain, viewfinder, shutterspeed, dsb, pokoknya cukup membingungkan lah untukku, apalagi karena di awalnya memang dah di anggap susah, duh- padahal hari sabtu ini kami midtest.

Yang menarik, ketika pertama kali kamera yang sudah terhubung dengan tv itu dihidupkan. Sasaran kamera ga jelas kemana. Nah, pas salah satu dari kami muncul di layar tv, keliatan tu grogolnya.. hehe. Mulai deh ngerapiin rambut (yang ternyata berantakan), kerah baju, mimik yang ga asik dipandang mata, sampe posisi duduk yang ga elegan (:p). Hampir semua yang pertama kali tershoot bagitu aksinya. Ya wajarlah, soale ga ada di antara kami yang punya latar belakang artis, yang nota bene udah biasa dengan tangkapan kamera.. hehe, betul kan?

Jadi menariknya apa?

Em, jadi gini, pas gambar kita tiba-tiba muncul di layar tv, kaya’ bercermin rasanya. Tapi bercermin kali ini beda, karena ga disengaja. Jadi, ga nyangka aja nemui sikap tubuh yang ga kita duga. Eh, ga taunya rambutnya jingkrak. “Aduh, koq senyum ku ga simetris sih?” Atau, mungkin, “lha, koq duduknya melorot gitu”. Bahkan dalam sekilas gambar itu, jujur aja, selain sedikit grogol kita juga mungkin sedikit terkejut menemukan bagian tubuh kita yang “bergaya” tidak seperti yang kita harapkan. Atau menemukan cacat pada bagian tubuh yang kita banggakan. Atau menemukan sikap tubuh yang menurut kita “ah, memalukan”. Artinya, banyak, kita selalu ingin terlihat sempurna, kita malu dengan bagian yang tidak sempurna, kita “malu hati” ketika menemukan diri kita bersikap tidak sewajarnya.

Bayangkan seandainya layar kaca itu selalu terpampang di hadapan kita kemana pun kita pergi. Pertanyaannya, akankah kita lelah untuk terus tampil sempurna? (jawab sendiri ya.. ). Menyuguhkan mimik menyenangkan dalam setiap langkah (ini memang sunnah Rasul ya..? ). Atau bersedih, tapi tetap dalam keadaan menarik.. (hihihi, ada ada aja..). Kita terlalu takut melihat diri sendiri dicela dunia.. Ada bagian-bagian dari kita yang tidak dapat di ubah, dan memang begitu adanya. Ada bagian yang dapat di ubah, tapi hanya untuk waktu sementara. Tapi ada juga bagian yang dapat terus belajar dan disempurnakan.

Kalau tadi kita membayangkan layar kaca itu ada kemana saja kita pergi. Maka dalam kehidupan yang sesungguhnya, selalu ada “kamera tak terlihat” yang mengambil gambar kita dan menyimpannya dalam durasi yang tidak pernah kita ketahui. Kadang kita bahkan tidak ingat, tentang akting-akting natural yang sudah berlalu. Kita tidak ingat, bisa jadi karena tidak selalu layar kaca yang seharusnya muncul itu menampilkan gambar yang bagus, atau kita bahkan tidak peduli dan tidak terkejut- kalau kita ibaratkan layar kaca adalah setiap orang yang kita temui, atau segala hal yang kita hadapi.

Kamera itu selalu ada dimanapun kita berada, dan apa pun yang kita lakukan akan terpantul dan dilihat oleh dunia (orang-orang disekitar kita), tanpa kita sendiri dapat melihatnya dengan tepat benar.

Wish for a better minutes, better hour, better day.. (better me) amiiin.


Nb; tulisan ini terlalu cepat diupload, belum cukup lama diperam, jadi idenya ga keluar semua. Masih banyak yang bisa dieksplore. Kalu ada yang mau nerusin, silahkan.. ;)

Sabtu, 06 Maret 2010

Takjub

Mereka terus bersenda
Menertawakan hati yang tidak bisa saling memiliki
Begitukah cara sabit menghibur bintang?
Aku ingin tahu

Pendar itu tidak akan memudar
Kerlip-kerlip, akan terus bersinar begitu

Tidak ingin saling mengecewakan
Takkan saling bertanya
Tentang kemana waktu habis
Ketika mentari benderang

Lalu, mega jingga lah yang ditunggu
Saat pertemuan yang hanya itu
Meresapi, bagaimana jarak membuat semua semakin indah
Memahami, begini hanya bentuk bahagia
Melapangkan, dan kemudian menerima

Mereka terus bersenda,
Tetap dalam jarak,
Aku takjub- tapi tak pernah mengerti dengan sempurna

Bila pohon tak dapat menahannya

Bila daun telah gugur tanpa dapat pohon menahannya
Bila angin bertiup, bila hujan turun sesuka hati
Bila lumut-lumut bertumbuhan
Dan bunga bunga kecil warna warni mengikutinya

Adakah dapat aku menahan waktu?
19 bulan, telah begitu lama
Tapi serasa baru kemarin aku di situ

Selimut kabung menutup mata ini
Aku tidak tertipu,
Hanya terlalu indah dunia saat itu
Dan aku memilih untuk sendiri
Minum dari air mata
Yang tak berhenti mengalir
Sekalipun aku menutup mata

Aku baru saja terbangun (ku kira begitu)
Dan belum hendak berbicara dengan cuaca
Biar aku terbiasa,
Tak dapat kupastikan sembuhkah ia
Tak ingin ku meraba luka
Biar aku melupakan,
Dua gores yang nanti akan sembuh juga

19 bulan,
Aku tau aku belum berlabuh
Tapi setidaknya sepoi ini menenangkanku

Telah begitu lama
Tapi aku tidak tau telah sampai dimana
Lupa aku bagaimana cara membaca peta

Hari ini,
Aku akan menatap langit, lagi
Membentangkan harapan
Seperti bentangan cakrawala yang tiada akhirnya

Februari 17, 2010

Jumat, 05 Maret 2010

Antologi Jiwa

Antologi Jiwa,
feauring Muhammad Iqbal & Anzarina Anwar


Wisreini Anwar


Supaya berdamai jiwa dengan diri kala rapuhnya
Juga hati yang tak daya lagi meronta
Tidak tahu siapa yang mesti mengalah untuk siapa
Menjadi kering
Menjadi lemah
Menjadi pudar hasrat
Menjadi kabur mimpi
Tapi harapan itu tak bisa menipu,
dia tidak diajarkan begitu
Seperti unggun yang telah kehabisan bara..
Melemah liuknya

Mengurang terangnya
Menenang ia karena lemahnya
Membakari, tapi kemudian harus mati
Megap megap, di antara bebara
yang ia kira akan hidup selamanya..


Muhammad Iqbal

jiwa merayap bak purna senja
tertatih- tatih
terseret-seret
terkadang lenyap terkokang ombak
hati terkulai lemas
pucat
tertegun
pupus '
dan asa menjerit untuk membantu
hidup tak
mati pun tak


Anzarina Anwar

mungkin sang jiwa butuh waktu
menjauh dari tatapan mentari hanya untuk membuka hati pada kenyataan yang tak begitu peduli
terluka ia pada satu senja fatamorgana
yang menolak terlupa walau ingatan memaksa...


Muhammad Iqbal
atau
atau dia ingin tidur sejenak
memberikan sisa waktu untuk kembali mengeliat
atau
atau semua susah punah
tinggal sang jiwa menunggu dengan sebatang kayu,
tetapi keyakinan ku menggelegar,
jiwa itu akan kembali berpinar bak mentari merayap bumi


Anzarina Anwar 

biarkan jiwa menangis
mungkin airmata itu bisa membasuh lukanya tanpa harus menunggu
biarkan saja ia tetap tumpah
hingga tak bersisa atau menderita
lalu dirikan kata yakin setinggi-tingginya
hingga menggapai langit dan menyentuh mimpi-mimpi


Wisreini Anwar

Tak mengapa,
karena mentari telah turun-
dan sesaat lg senja kan jelang
biar tiup angin pd jiwanya y melemah
kegelapan akan menghapus lelahnya pelan
tak perlu kita menunggu
bara itu pasti akan lenyap
api itu menanti kekayu y dngnya ia mengoyak kembali malam-
terang,
terang baginya

ku sudut keyakinan sebentar
hanya karena aku bth jeda
kubuang mentari,
tak peduli aku pelangi itu indah hr ini,
kubiarkan malam, hanya malam y mampu telan resah ini

jangan mengintip bila kau ragu,
ikutlah- atau tinggalkan aku jauh

biar embun embun membasuh,
biar hnya hening
supaya sibak semua gelayut menghitami hatiku


Wisreini Anwar
Mengapa engkau diam..?
Mentari benar benar akan pulang
mengantarku
mengantarku
pada malam y kutunggu
belasan hr lg
aku tau hanya bintang y hiasi langit itu
tp aku tak jera,
tetap menatap,
dlm keyakinan y semaput,
seperti layar layar perahu y robek dsana sini,
aku akan tetap menatap,
tanpa perlu mengoyak langit
ku yakin- kan tembus pandang ini
akan bertemu dengan oreonku

kubiarkan jiwa berkelana
mengunjungi mimpi mimpi
sekedar menyentuh apa y tak pernh ku miliki
padanya kupercayakan hasrat y tlah ku ikat
tlah ku ikat ia dg temali CINTA
ku harap begitu
sehingga tak lantur perjalanannya
yang ntah kapan akhirnya

dengan jiwa yang patuh ini
biarkan aku terjaga bersama malam
hati dan tubuh ini akan ikut bersamanya
hingga hanya damai, dan damai


Anzarina Anwar

tersadar aku beku disini bersama jiwa berbayang sepi
teriakanku jerit
dia bergeming sengit
aku tak sanggup terbang lg, sayapku luruh urai kelopakku lelah
entah jejak tapakmu masih terekam ingatanku atau kubiarkan saja angin takdir bawaku tembus kelam, dimana nanti aku akan bercahaya walau setitik kecil
dan waktu sembuhkan luka sayapku hingga mengering


Muhammad Iqbal

bukan nya aku diam, wahai penunggu jiwa
aku terbentur dengan megahnya suara malam
aku terhanyut rayuan sesaat pemuas jiwa
mati sesaat ketika ruh kembali megadu
kusadari putri jiwa sedang menunggu ku dibalik tahta
aku busuk sekedar menyentuh tubuhnya
jiwa nya telah menyatu bersama semangat langit menggengam marcapada

sedang kan aku
aku masih saja bersetubuh dengan kehampaan
jiwa kelam tak mengenal harapan apalagi kepuasan
jiwa ku berlutut menyesali kodrat tak kunjung menyepi


Wisreini Anwar

tadi subuh aku sempat melihat sabit
aku mengira langit mendung,
tapi bukan
hanya mentari saja belum beringas
aku tahu, tidak akan ada pelangi hari ini

aku tahu, jiwa ini rapuh dan melemah
biarkan sebentar ia menyepi
sekedar mengurai gelisahnya

beberapa malam hanya dengan bintang
dan subuh-subuh dengan sabit menawan
sungguh jiwa tak dapat menolak