Antologi Jiwa,
feauring Muhammad Iqbal & Anzarina Anwar
Wisreini AnwarSupaya berdamai jiwa dengan diri kala rapuhnya
Juga hati yang tak daya lagi meronta
Tidak tahu siapa yang mesti mengalah untuk siapa
Menjadi kering
Menjadi lemah
Menjadi pudar hasrat
Menjadi kabur mimpi
Tapi harapan itu tak bisa menipu,
dia tidak diajarkan begitu
Seperti unggun yang telah kehabisan bara..
Melemah liuknya
Mengurang terangnya
Menenang ia karena lemahnya
Membakari, tapi kemudian harus mati
Megap megap, di antara bebara
yang ia kira akan hidup selamanya..
Muhammad Iqbaljiwa merayap bak purna senja
tertatih- tatih
terseret-seret
terkadang lenyap terkokang ombak
hati terkulai lemas
pucat
tertegun
pupus '
dan asa menjerit untuk membantu
hidup tak
mati pun tak
Anzarina Anwarmungkin sang jiwa butuh waktu
menjauh dari tatapan mentari hanya untuk membuka hati pada kenyataan yang tak begitu peduli
terluka ia pada satu senja fatamorgana
yang menolak terlupa walau ingatan memaksa...
Muhammad Iqbal
atau
atau dia ingin tidur sejenak
memberikan sisa waktu untuk kembali mengeliat
atau
atau semua susah punah
tinggal sang jiwa menunggu dengan sebatang kayu,
tetapi keyakinan ku menggelegar,
jiwa itu akan kembali berpinar bak mentari merayap bumi
Anzarina Anwar biarkan jiwa menangis
mungkin airmata itu bisa membasuh lukanya tanpa harus menunggu
biarkan saja ia tetap tumpah
hingga tak bersisa atau menderita
lalu dirikan kata yakin setinggi-tingginya
hingga menggapai langit dan menyentuh mimpi-mimpi
Wisreini AnwarTak mengapa,
karena mentari telah turun-
dan sesaat lg senja kan jelang
biar tiup angin pd jiwanya y melemah
kegelapan akan menghapus lelahnya pelan
tak perlu kita menunggu
bara itu pasti akan lenyap
api itu menanti kekayu y dngnya ia mengoyak kembali malam-
terang,
terang baginya
ku sudut keyakinan sebentar
hanya karena aku bth jeda
kubuang mentari,
tak peduli aku pelangi itu indah hr ini,
kubiarkan malam, hanya malam y mampu telan resah ini
jangan mengintip bila kau ragu,
ikutlah- atau tinggalkan aku jauh
biar embun embun membasuh,
biar hnya hening
supaya sibak semua gelayut menghitami hatiku
Wisreini Anwar
Mengapa engkau diam..?
Mentari benar benar akan pulang
mengantarku
mengantarku
pada malam y kutunggu
belasan hr lg
aku tau hanya bintang y hiasi langit itu
tp aku tak jera,
tetap menatap,
dlm keyakinan y semaput,
seperti layar layar perahu y robek dsana sini,
aku akan tetap menatap,
tanpa perlu mengoyak langit
ku yakin- kan tembus pandang ini
akan bertemu dengan oreonku
kubiarkan jiwa berkelana
mengunjungi mimpi mimpi
sekedar menyentuh apa y tak pernh ku miliki
padanya kupercayakan hasrat y tlah ku ikat
tlah ku ikat ia dg temali CINTA
ku harap begitu
sehingga tak lantur perjalanannya
yang ntah kapan akhirnya
dengan jiwa yang patuh ini
biarkan aku terjaga bersama malam
hati dan tubuh ini akan ikut bersamanya
hingga hanya damai, dan damai
Anzarina Anwartersadar aku beku disini bersama jiwa berbayang sepi
teriakanku jerit
dia bergeming sengit
aku tak sanggup terbang lg, sayapku luruh urai kelopakku lelah
entah jejak tapakmu masih terekam ingatanku atau kubiarkan saja angin takdir bawaku tembus kelam, dimana nanti aku akan bercahaya walau setitik kecil
dan waktu sembuhkan luka sayapku hingga mengering
Muhammad Iqbalbukan nya aku diam, wahai penunggu jiwa
aku terbentur dengan megahnya suara malam
aku terhanyut rayuan sesaat pemuas jiwa
mati sesaat ketika ruh kembali megadu
kusadari putri jiwa sedang menunggu ku dibalik tahta
aku busuk sekedar menyentuh tubuhnya
jiwa nya telah menyatu bersama semangat langit menggengam marcapada
sedang kan aku
aku masih saja bersetubuh dengan kehampaan
jiwa kelam tak mengenal harapan apalagi kepuasan
jiwa ku berlutut menyesali kodrat tak kunjung menyepi
Wisreini Anwartadi subuh aku sempat melihat sabit
aku mengira langit mendung,
tapi bukan
hanya mentari saja belum beringas
aku tahu, tidak akan ada pelangi hari ini
aku tahu, jiwa ini rapuh dan melemah
biarkan sebentar ia menyepi
sekedar mengurai gelisahnya
beberapa malam hanya dengan bintang
dan subuh-subuh dengan sabit menawan
sungguh jiwa tak dapat menolak