dari kompas.com...
Di sebuah shopping arcade di pusat kota Kyoto, saat sedang menikmati segelas cappucino sambil mengamati orang berbelanja, tiba-tiba saya dikejutkan suara keras tangisan anak kecil. Rupanya ada gadis kecil berumur 4 tahunan tersandung dan jatuh. Lututnya berdarah. Kami heran ketika melihat respons ibunya yang hanya berdiri sambil mengulurkan tangan ke arah gadis kecilnya tanpa ada kemauan untuk segera meraih anaknya. Cukup lama. Beberapa menit adegan ini berlangsung. Si ibu tetap sabar dan keras hati untuk menunggu anaknya menyelesaikan sendiri rasa shock dan sakitnya. Setelah beberapa menit berlalu, akhirnya si gadis kecil mulai berusaha berdiri lagi, dan dengan bantuan kecil tangan ibunya dia kembali berdiri. Masih sambil terisak-isak ia pun berjalan lagi.
Dalam benak saya waktu itu, kok tak punya hati ibu si gadis kecil ini? Tega membiarkan anaknya dalam kondisi kesakitan. Ingatan langsung terbang ke Indonesia. Jika kejadian yang sama terjadi di Kota Jakarta ataupun Yogyakarta, saya yakin si ibu pasti akan langsung meraih dan menggendong untuk menenangkan anaknya.
Dari adegan itu, bisa kita bayangkan perbedaan cara pengasuhan anak Jepang dan anak Indonesia. Dari pengamatan saya selama hampir setahun tinggal di Jepang, anak Jepang cenderung dibiasakan dari kecil untuk mengatasi berbagai kesulitan sendiri, sementara anak Indonesia selalu disediakan asisten untuk mengatasi kesulitannya. Babysitter atau pembantu rumah tangga pun tidak ada dalam kebiasaan keluarga-keluarga di Jepang. Sebaliknya di Indonesia, khususnya di kota-kota besar seperti Jakarta, Bandung, Yogyakarta dan lain-lain kehadiran mereka wajib ada sebagai asisten keluarga maupun sebagai asisten anak-anaknya.
Dalam sebuah studi perbandingan yang dilakukan oleh Heine, Takata dan Lehman pada tahun 2000 yang melibatkan responden dari mahasiswa Jepang dan mahasiswa Kanada dinyatakan bahwa mahasiswa Jepang lebih tidak peduli dengan inteligensi dibandingkan orang Kanada. Hal ini disebabkan orang Jepang lebih menghargai prestasi didasarkan pada usaha keras daripada berdasarkan kemampuan inteligensi. Artinya, bagi orang Jepang kemauan untuk menderita dan berusaha keras menjadi nilai yang lebih penting daripada kemampuan dasar manusia seperti inteligensi.
Dalam keseharian dengan mudah kita dapat menyaksikan mereka selalu berjalan dalam ketergesaan karena takut kehilangan banyak waktu, disiplin dan selalu bekerja keras. Suasana kompetitif dan kemauan untuk menjadi yang lebih baik (yang terbaik) sangat menonjol. Studi ini juga menemukan bahwa orang Jepang memiliki budaya kritik diri yang tinggi, mereka selalu mencari apa yang masih kurang di dalam dirinya. Untuk kemudian mereka akan segera memperbaiki diri.
Lain lagi Indonesia, yang saat ini terjebak dalam kesalahan umum di mana hasil akhir menjadi segala-galanya. Hasil akhir lebih dihargai dibandingkan usaha keras. Tengok saja kompetisi yang terjadi dari anak usia sekolah tingkat SD hingga perguruan tinggi untuk mendapatkan nilai kelulusan yang tinggi. Guru, orang tua maupun masyarakat umum selalu menekan anak untuk mendapatkan nilai kelulusan yang tinggi, sehingga mereka pun menghalalkan segala cara. Kita baca di koran polisi menangkap para guru karena berlaku curang dalam ujian nasional, sementara di tempat lain orang tua membeli soal ujian, siswa menyontek dan lain sebagainya.
Pola pengasuhan ini, pada gilirannya pasti berperan besar dalam pembentukan karakter anak dalam perkembangan berikutnya. Oleh karenanya, memberi kesempatan seluas-luasnya pada anak untuk mengembangkan semua potensinya adalah satu prinsip dasar dari satu pola pengasuhan yang sangat baik bagi pembentukan karakter anak. Orang tua, asisten, atau pun orang yang lebih dewasa jangan mengambil alih tanggung jawab anak.
Sebagai contoh, beri kesempatan pada anak untuk belajar makan secara benar dengan tangannya sendiri sejak dia mampu memegang sendok. Jangan diambil alih hanya karena alasan akan membuat kotor. Atau beri kesempatan pada anak untuk menghadapi dunia sekolah pertama kali tanpa banyak intervensi dari pengasuh maupun orang tua. Memberi rasa aman pada anak memang penting jika diberikan pada saat yang tepat. Tetapi menunggui anak selama dia belajar di sekolah adalah pemberian rasa aman yang tidak perlu. Momen ini adalah momen penting bagi anak untuk belajar menghadapi dunia di luar rumah tanpa bantuan langsung orang-orang di sekitarnya.
Pengalaman anak merasa mampu menghadapi persoalan dengan kemampuannya sendiri akan menumbuhkan kepercayaan diri. Oleh karena itu, orang tua sebaiknya membatasi diri hanya menjadi partner diskusi yang membantu anak menemukan berbagai kemungkinan solusi. Orang tua kadang harus berteguh hati membiarkan anak mengalami rasa sakit, menderita, dan rasa tertekan dalam isi dan porsi yang tepat, karena hal itu akan sangat baik untuk perkembangan mental anak.
Anak akan tumbuh menjadi pribadi yang siap menghadapi tantangan hidup dan tidak mudah menyerah. Hargai anak bukan dari hasil akhirnya melainkan dari proses perjuangannya. Anak perlu diberi pembelajaran (dan juga orang tua perlu belajar) untuk bisa menikmati dan menghargai proses, meskipun proses seringkali tidak nyaman.
Dr. Christina Siwi Handayani, Staf Pengajar Fakultas Psikologi, Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta (www.kompas.com)
nah, begitulah... :)
Jumat, 26 September 2008
Jumat, 05 September 2008
AJSR oh AJSR...
Ramadhan 4, ada sebuah penyesalan. Ada pengandaian yang tidak seharusnya aku kondisikan. Ku kira keputusan untuk menerima tawaran menjadi produser Ayo Jajan Spesial Ramadhan (AJSR) bukan salah satu keputusan terbaik. Program ini memang tidak run sebualan penuh, tapi hanya akan berlangsung selama 14 hari, dari 6 hingga ramadhan ke 20. Tapi persiapannya jauh lebih melelahkan ternyata. Ternyata. Seharusnya aku sudah tau ini. Mempersiapkan sebuah pre record AJ reguler setiap minggu saja begitu merepotkan, apalagi mempersiapkan laporan yang harus disiarkan langsung setiap hari selama 14 hari berturut-turut. Tentu bukan sesuatu yang ringan.
Diriku sebagai produser memang tidak sendirian. Ada tim di sana. Ada Lidya, Ian, Zaki, Kiki, dan Nawir, juga Fadin, Iman, dan Alam. Pun kru-kru yang lain mencoba membantu untuk hal-hal teknis yang memang tidak banyak yang mengerti, seperti bang Yayan dan bang Abeng, thanks all!
Memasuki hari megang, baru ada 6 tempat yang sudah positif menerima tawaran peliputan. Artinya masih ada lebih dari 8 undangan yang harus disebar untuk melengkapi 14 edisi AJSR. Padahal program akan mulai kurang dari seminggu. Begitulah, persiapan yang terburu dan tidak matang. Tidak ada gunanya bertanya siapa yang salah. Yang pasti sebagai produser yang seharusnya mengkoordinasikan seluruh tim, mungkin, aku telalu lamban, banyak menunda, dan tidak mengkomunikasikan kesulitan, masih mengerjakan benyak hal sendirian padahal kita punya tim! Masih segan meminta tolong, padahal semua memang sebaiknya dilibatkan.
Tidak tenang, sudah pasti. Bagaimana aku bisa tenang? Dan seharusnya aku tidak melihat ini sebagai beban. Tapi terlanjur, terlanjur menganggap ini sebagai beban, jadinya terasa sulit dan kepayahan. Mulanya aku merencanakan semusim Ramadhan yang tenang dengan Analisis 1 dan Skripsi. Juga ingin memanfaatkan momen untuk lebih banyak waktu di rumah dan mencoba banyak hal di dapur. Dan tentu masih banyak lagi. Dan seperti yang sudah kuduga, AJSR menyita semua perhatianku di hari-hari pertama Ramadhan.
Sudahlah tidak perlu panjang ngomel! Kembali ke AJSR. Secara reguler program ini berupa recorading. Tapi ketika rapat program Ramadhan lalu, tercetus supaya kita buatkan ini live. Tidak ingat lagi siapa yang usul. Kalau ini tetap dibuat dalam versi pre record, segala sesuatu bisa dimulai jauh hari sebelum Ramdhan. Artinya ada 14 edisi yang harus di selesaikan sebelum ramadhan masuk. Itu pun kalau putar selama 14 edisi. Kalo putar dari Ramadhan pertama, wow, lebih banyak lagi tentunya.
Jadwa Analisis belum tau kapan. Pertemuan dengan pak Taufik belum lagi yang kedua kalinya. Entah kapan akan dimulai. Muda-mudahan aku tidak menambah daftar dosen yang tidak percaya.
Sudahlah! Tidak ada gunanya mengeluh kan?! Ini tidak akan menyelesaikan semuanya. Semoga besok bisa lebih baik. Amiin!
Diriku sebagai produser memang tidak sendirian. Ada tim di sana. Ada Lidya, Ian, Zaki, Kiki, dan Nawir, juga Fadin, Iman, dan Alam. Pun kru-kru yang lain mencoba membantu untuk hal-hal teknis yang memang tidak banyak yang mengerti, seperti bang Yayan dan bang Abeng, thanks all!
Memasuki hari megang, baru ada 6 tempat yang sudah positif menerima tawaran peliputan. Artinya masih ada lebih dari 8 undangan yang harus disebar untuk melengkapi 14 edisi AJSR. Padahal program akan mulai kurang dari seminggu. Begitulah, persiapan yang terburu dan tidak matang. Tidak ada gunanya bertanya siapa yang salah. Yang pasti sebagai produser yang seharusnya mengkoordinasikan seluruh tim, mungkin, aku telalu lamban, banyak menunda, dan tidak mengkomunikasikan kesulitan, masih mengerjakan benyak hal sendirian padahal kita punya tim! Masih segan meminta tolong, padahal semua memang sebaiknya dilibatkan.
Tidak tenang, sudah pasti. Bagaimana aku bisa tenang? Dan seharusnya aku tidak melihat ini sebagai beban. Tapi terlanjur, terlanjur menganggap ini sebagai beban, jadinya terasa sulit dan kepayahan. Mulanya aku merencanakan semusim Ramadhan yang tenang dengan Analisis 1 dan Skripsi. Juga ingin memanfaatkan momen untuk lebih banyak waktu di rumah dan mencoba banyak hal di dapur. Dan tentu masih banyak lagi. Dan seperti yang sudah kuduga, AJSR menyita semua perhatianku di hari-hari pertama Ramadhan.
Sudahlah tidak perlu panjang ngomel! Kembali ke AJSR. Secara reguler program ini berupa recorading. Tapi ketika rapat program Ramadhan lalu, tercetus supaya kita buatkan ini live. Tidak ingat lagi siapa yang usul. Kalau ini tetap dibuat dalam versi pre record, segala sesuatu bisa dimulai jauh hari sebelum Ramdhan. Artinya ada 14 edisi yang harus di selesaikan sebelum ramadhan masuk. Itu pun kalau putar selama 14 edisi. Kalo putar dari Ramadhan pertama, wow, lebih banyak lagi tentunya.
Jadwa Analisis belum tau kapan. Pertemuan dengan pak Taufik belum lagi yang kedua kalinya. Entah kapan akan dimulai. Muda-mudahan aku tidak menambah daftar dosen yang tidak percaya.
Sudahlah! Tidak ada gunanya mengeluh kan?! Ini tidak akan menyelesaikan semuanya. Semoga besok bisa lebih baik. Amiin!
Ramadhan 4th
Ramadhan 4...
Tak ada yang istimewa dari diri. Kecuali Ramadhan yang datang dengan agungnya.
Mengetuk dan masuk dengan sahaja. Tapi suguhanku terlalu sederhana. Aku malu
Salahku? Sebelas bulan itu kemana? Kerinduan yang kupersiapkan beberapa minggu lalu, ternyata tak berguna. Aku miskin. Aku tahu Ramadhan tak menuntut banyak, tapi aku ingin memberi lebih, kali ini.
Waktu, engkau mencatat Ramadhan ku setahun lalu. Aku masih ingat ketika meratapi 15 Ramdhan yang berlalu begitu saja. Memalukan! Mendapati diri berbagi hati dengan apa yang mungkin sama sekali tiada Engkau ridhai. Sesuatu yang kukira indah, tapi aku tak dapat menjaga keindahannya. Terlalu agung untuk kupelihara. Terlalu dini untuk ku amanah merawatnya sampai tunas-tunasnya tumbuh dengan sempurna. Dan aku jelas gagal. Belum setahun, tapi rasanya begitu lama telah belenggu itu menyandera hati. Adakah sebuah pedang dapat memutuskannya tanpa mengalirkan darah hatiku? Atau selembar sutera yang bisa mengkerudunginya sehingga aku bisa mmebiarkan gelisah itu pergi dengan lembut beranjak meninggalkan kerasnya haluan hati...
Aku ingin meneriaki setiap detik, tapi bagaimana mungkin karena bukan ia yang bersalah atas semua ini. Debu-debu terus menempeliku tak peduli kemarau ini masih akan lama. Gemuruh itu hanya menakutiku sementara derai hujan tak kunjung jatuh membasahi hingga kuyup. Aku ingin tak peduli, tapi itu juga tak mungkin, karena keacuhan akan membuatnya mati.
Belenggu, apa yang kau jerat dari hati yang tiada daya??! Pergilah jauh karena aku tak mampu lagi menebus harga yang terlalu tinggi untuk sebuah penawar yang nampak begitu jauh. Aku membutuhkan semuanya untuk Ramadhanku kali ini, tiada bagian untukmu. Jangan mengiba! Karena aku sungguh tak akan berubah pikiran menggantimu dengan sesuatu yang mudah-mudahan lebih baik.
Sudah empat hari Ramadhan menyapaku setiap pagi. Persembahan ala kadar, membuatku tak kuasa mengangkat kepala. Ketukan fajar penuh berkah masih disertai senyum yang membuatku salah tingkah. Aku tidak tahu apakah senyum itu masih dengan rekah yang sama ketika nanti Syawal minus empat.
Apakah berguna menulis ini panjang lebar sementara aku tak kunjung menemukan kembali hati yang hilang. Aku benar-benar rindu pada rindu yang satu.
Engkau tau aku tidak sedang bersembunyi, karena Engkau melihat segala yang samar bagiku. Sedangkan aku sering melewatkan segalanya begitu saja. Aku sendiri dan ingin menepi.
26 hari itu takkan lama. Dan aku khawatir Ramadhan berlalu tanpa membawa pulang milikku yang terbaik...
Tak ada yang istimewa dari diri. Kecuali Ramadhan yang datang dengan agungnya.
Mengetuk dan masuk dengan sahaja. Tapi suguhanku terlalu sederhana. Aku malu
Salahku? Sebelas bulan itu kemana? Kerinduan yang kupersiapkan beberapa minggu lalu, ternyata tak berguna. Aku miskin. Aku tahu Ramadhan tak menuntut banyak, tapi aku ingin memberi lebih, kali ini.
Waktu, engkau mencatat Ramadhan ku setahun lalu. Aku masih ingat ketika meratapi 15 Ramdhan yang berlalu begitu saja. Memalukan! Mendapati diri berbagi hati dengan apa yang mungkin sama sekali tiada Engkau ridhai. Sesuatu yang kukira indah, tapi aku tak dapat menjaga keindahannya. Terlalu agung untuk kupelihara. Terlalu dini untuk ku amanah merawatnya sampai tunas-tunasnya tumbuh dengan sempurna. Dan aku jelas gagal. Belum setahun, tapi rasanya begitu lama telah belenggu itu menyandera hati. Adakah sebuah pedang dapat memutuskannya tanpa mengalirkan darah hatiku? Atau selembar sutera yang bisa mengkerudunginya sehingga aku bisa mmebiarkan gelisah itu pergi dengan lembut beranjak meninggalkan kerasnya haluan hati...
Aku ingin meneriaki setiap detik, tapi bagaimana mungkin karena bukan ia yang bersalah atas semua ini. Debu-debu terus menempeliku tak peduli kemarau ini masih akan lama. Gemuruh itu hanya menakutiku sementara derai hujan tak kunjung jatuh membasahi hingga kuyup. Aku ingin tak peduli, tapi itu juga tak mungkin, karena keacuhan akan membuatnya mati.
Belenggu, apa yang kau jerat dari hati yang tiada daya??! Pergilah jauh karena aku tak mampu lagi menebus harga yang terlalu tinggi untuk sebuah penawar yang nampak begitu jauh. Aku membutuhkan semuanya untuk Ramadhanku kali ini, tiada bagian untukmu. Jangan mengiba! Karena aku sungguh tak akan berubah pikiran menggantimu dengan sesuatu yang mudah-mudahan lebih baik.
Sudah empat hari Ramadhan menyapaku setiap pagi. Persembahan ala kadar, membuatku tak kuasa mengangkat kepala. Ketukan fajar penuh berkah masih disertai senyum yang membuatku salah tingkah. Aku tidak tahu apakah senyum itu masih dengan rekah yang sama ketika nanti Syawal minus empat.
Apakah berguna menulis ini panjang lebar sementara aku tak kunjung menemukan kembali hati yang hilang. Aku benar-benar rindu pada rindu yang satu.
Engkau tau aku tidak sedang bersembunyi, karena Engkau melihat segala yang samar bagiku. Sedangkan aku sering melewatkan segalanya begitu saja. Aku sendiri dan ingin menepi.
26 hari itu takkan lama. Dan aku khawatir Ramadhan berlalu tanpa membawa pulang milikku yang terbaik...
Berganti Hati
Aku tak mampu
Belenggu itu mendekap hati begitu erat
Sihir macam apa ini aku tak tahu
Mencabutnya mematikanku
Membiarkannya membuat gelisah merajai kalbu
Tolonglah!
Hati ini mungkin tak lagi patut
Lihatlah, aku tak pintar merayu
Dan berharap Engkau mengerti dan mengganti hati
Adakah gelisah ini mendekatkan aku??!
Tapi aku merasa semakin jauh,
Aku merasa ada jarak
Aku tak mendapatii detik-detik itu dimana lagi
Bohong, jika aku mengaku baik-baik saja
Engkau lebih mengetahui dan mengerti
Jika Engkau berkenan,
Sudah lama,
Aku berniat berganti hati
Belenggu itu mendekap hati begitu erat
Sihir macam apa ini aku tak tahu
Mencabutnya mematikanku
Membiarkannya membuat gelisah merajai kalbu
Tolonglah!
Hati ini mungkin tak lagi patut
Lihatlah, aku tak pintar merayu
Dan berharap Engkau mengerti dan mengganti hati
Adakah gelisah ini mendekatkan aku??!
Tapi aku merasa semakin jauh,
Aku merasa ada jarak
Aku tak mendapatii detik-detik itu dimana lagi
Bohong, jika aku mengaku baik-baik saja
Engkau lebih mengetahui dan mengerti
Jika Engkau berkenan,
Sudah lama,
Aku berniat berganti hati
Selasa, 02 September 2008
Coffee Shake
Bagi anda penggemar kopi, mungkin tertarik untuk mencoba minuman ini, untuk merasakan sensasi lain dari yang didapat dari minuman kopi...
eh, resep ini nguti dari www.resepkita.com ya...
Bahan-Bahan :
2 cangkir Ice cream vanilla
1½ cangkir Susu coklat
½ cangkir Sirup Mocca
2 sdt Kopi bubuk instant
Es batu secukupnya
Bubuk kayu manis
Whipped cream
Cara Mengolah :
1.Campurkan susu coklat, ice cream, sirup, dan kopi bubuk ke dalam blender, aduk dengan kecepatan tinggi masukan es batu, lalu aduk lagi selama 1 menit.
2.Tuang kedalam gelas tinggi.
3.Hias bagian atas dengan whipped cream dan bubuk kayu manis.
Omelet Kornet
Bahan:
2 sdm minyak
6 btr telur
100 gr bawang bombay
100 gr cabai merah, iris tipis
5 bh bawang merah, iris tipis
2 siung bawang putih iris tipis
100 gr kornet sapi
1 sdt garam
1/2 sdt lada
1/2 sdt oregano bubuk
Cara Membuat:
1. Panaskan minyak, tumis bawang bombay, bawang merah, dan bawang putih sampai harum. Masukkan cabai merah dan kornet, aduk rata.
2. Campur tumisan dengan telur kocok, beri lada, garam, dan oregano, aduk rata.
3. Tuang adonan telur ke dalam pan dadar anti lengket yang sudah diolesi sedikit minyak. Panaskan, tutup wajan dan masak sampai matang.
Untuk 6 orang
hmm, cocok untuk sahur
resep di atas juga dari kompas online... :)
Minum Kopi Hindarkan Kanker Rahim
dikutip dari kompas online
-------------------------------
MINUM kopi ternyata tidak hanya akan membuat Anda tetap semangat dalam beraktivitas. Khusus bagi Anda para wanita, kopi bisa jadi mendatangkan faedah yang sangat besar bagi kesehatan organ reproduksi.
Sebuah riset ilmuwan Jepang belum lama ini mengindikasikan bahwa kebiasaan minum kopi dapat menjauhkan wanita dari kanker yang sangat menakutkan yakni kanker rahim. Dengan meminum kopi secara teratur, risiko perempuan tercatat lebih rendah mengalami kanker yang mematikan ini.
Riset yang digagas Kementrian Kesehatan Jepang ini dilakukan dengan memantau sekitar 54.000 wanita berusia 40 hingga 69 selama sekitar 15 tahun. Para ahli dari Pusat Kanker Nasional Jepang membagi para wanita menjadi empat kelompok berdasarkan tingkat konsumsi kopi. Selama penelitian berlangsung, tercatat sekitar 117 wanita positif mengalami kanker rahim.
Hasil penelitian menemukan, kelompok wanita yang minum kopi lebih dari tiga cangkir sehari tercatat berisiko 60 persen lebih kecil mengidap kanker rahim dibandingkan mereka yang meminum kopi kurang dari dua kali dalam seminggu.
“Kopi dapat menimbulkan pengaruh menekan kadar insulin, sehingga mungkin dapat menekan risiko mengidap kanker rahim,” ungkap peneliti dalam laporannya.
Selain meneliti konsumsi kopi, tim peneliti juga menelaah efek teh hijau terhadap kanker rahim . Tetapi mereka tidak menemukan hubungan antara teh hijau dengan penurunan risiko kanker rahim.
Kanker leher rahim adalah kanker yang terjadi pada lapisan endometrium (servik uterus), yaitu suatu daerah pada organ reproduksi wanita yang merupakan pintu masuk ke arah rahim yang terletak antara rahim (uterus) dengan liang senggama (vagina).
Kanker rahim biasanya terjadi setelah masa menopause, paling sering menyerang wanita berusia 50-60 tahun. Tetapi kanker leher rahim dapat juga menyerang wanita berumur 20 sampai 30 tahun. Untuk pasien yang lebih tua, mereka lebih berpeluang meninggal akibat penyakit ini, dikarenakan penyakit mereka stadium nya lebih tinggi.
-------------------------------
MINUM kopi ternyata tidak hanya akan membuat Anda tetap semangat dalam beraktivitas. Khusus bagi Anda para wanita, kopi bisa jadi mendatangkan faedah yang sangat besar bagi kesehatan organ reproduksi.
Sebuah riset ilmuwan Jepang belum lama ini mengindikasikan bahwa kebiasaan minum kopi dapat menjauhkan wanita dari kanker yang sangat menakutkan yakni kanker rahim. Dengan meminum kopi secara teratur, risiko perempuan tercatat lebih rendah mengalami kanker yang mematikan ini.
Riset yang digagas Kementrian Kesehatan Jepang ini dilakukan dengan memantau sekitar 54.000 wanita berusia 40 hingga 69 selama sekitar 15 tahun. Para ahli dari Pusat Kanker Nasional Jepang membagi para wanita menjadi empat kelompok berdasarkan tingkat konsumsi kopi. Selama penelitian berlangsung, tercatat sekitar 117 wanita positif mengalami kanker rahim.
Hasil penelitian menemukan, kelompok wanita yang minum kopi lebih dari tiga cangkir sehari tercatat berisiko 60 persen lebih kecil mengidap kanker rahim dibandingkan mereka yang meminum kopi kurang dari dua kali dalam seminggu.
“Kopi dapat menimbulkan pengaruh menekan kadar insulin, sehingga mungkin dapat menekan risiko mengidap kanker rahim,” ungkap peneliti dalam laporannya.
Selain meneliti konsumsi kopi, tim peneliti juga menelaah efek teh hijau terhadap kanker rahim . Tetapi mereka tidak menemukan hubungan antara teh hijau dengan penurunan risiko kanker rahim.
Kanker leher rahim adalah kanker yang terjadi pada lapisan endometrium (servik uterus), yaitu suatu daerah pada organ reproduksi wanita yang merupakan pintu masuk ke arah rahim yang terletak antara rahim (uterus) dengan liang senggama (vagina).
Kanker rahim biasanya terjadi setelah masa menopause, paling sering menyerang wanita berusia 50-60 tahun. Tetapi kanker leher rahim dapat juga menyerang wanita berumur 20 sampai 30 tahun. Untuk pasien yang lebih tua, mereka lebih berpeluang meninggal akibat penyakit ini, dikarenakan penyakit mereka stadium nya lebih tinggi.
Senin, 01 September 2008
MAAFKANLAH!!!
Bagaimana bisa sesuatu bisa terlalu mengingatkan akan seseorang. Atau mengapa ada orang sampai menumpahkan air mata hanya karena sekedar “rindu”. Menelepon dan berbicara sambil menangis hanya karena lama tak bertemu. Atau bertemu, berpelukan penuh haru. Atau berpisah dan enggan melepas pelukan, dan menguraikan air mata. Aku bertanya dan tak mampu menjawab pertanyaan ini sendiri. Karena aku tak merasakan itu semua. Bagaimana cara merasakannya? Apakah penting merasakannya?
Sebagian mungkin akan terkejut, dan mencibir, atau heran, mengapa bisa begitu sadis dan keras hati ini. Aku tidak pernah merasakan apa yang kutulis di atas. Dan aku heran bagaimana perasaan semacam itu bisa orang rasakan dan dilampiaskan dengan cara seperti itu.
Bukan, bukan berarti diriku tak pernah mengangis. Menangis, kadang menjadi hal yang kurindukan. Benar-benar kurindukan.
Bukan aku tidak mengasihi orang-orang yang kucintai. Bahkan aku mengingati mereka dan menyertakan dalam doa juga.
Bukan aku tidak merindukan mereka. Karena aku juga kadang ingin berada di tengah mereka, sekalipun dalam keadaan tidak mampu mengatakan apa-apa. Tidak mampu mengatakan bahwa akujuga rindu.
Buka aku pelit mengeluarkan 88 rupiah untuk sebuah sms sayang, dan kata-kata yang hangat. Tapi karena kadang kupikir semua orang sedang cukup bahagia. Karena kukira kita semua dalam keadaan baik-baik saja. Atau lelucon-lelucon yang menyegarkan menit-menit kita, jarang, bahkan mungkin tidak pernah kau terima. Karena kukira hidupmu telah cukup hidup dan gembira.
Bukan aku jijik untuk menyentuh mereka. Bahkan aku ingin juga mendekap ketika air mata mereka mengalir karena duka, atau sekedar berpeluk erat karena aku ikut bahagia. Tapi bagaimana, karena biasanya sekujur badanku akan meng-kaku dan aku hanya bisa berlalu dengan meraba-raba perih hatimu atau sekedar tertawa dan tersenyum karena engkau bahaga.
Maafkan, karena aku tak bisa melakukan itu semua. Maafkan, bukan karena tidak cinta, tidak rindu, dan tidak kasih, atau karena tidak peduli aku berlalu. Maafkan untuk semua prasangka yang tidak benar. Ampuni untuk segala kekurangan yang tiada menyenangkan. Semoga engkau menerima, ini diriku yang jauh dari sempurna.
Hatiku yang mungkin tak kasih. Sentuhanku yang tak hangat. Kata-kataku yang tak menenangkan. Pembicaraanku yang tidak menyenangkan. Sikapku yang dingin dan tak bersahaja. Dan ibaku yang tak lembut dan seolah tak tulus. Mohon, maafkan semua. Beri aku waktu untuk melakukan sesuatu. Beri aku kesempatan mengatakan ini semua, sekalipun mungkin engkau tiada mendengar atau membaca sampai selesai.
Ramadhan sudah masuk di gerbang kampung kehidupan kita. Semoga kita dapat menjadikannya sebagai tamu agung tahun ini. Mendapatkan ampunan, menikmati rahmat, dan mengakhirinya dengan kemenangan. Amiin.
Sebagian mungkin akan terkejut, dan mencibir, atau heran, mengapa bisa begitu sadis dan keras hati ini. Aku tidak pernah merasakan apa yang kutulis di atas. Dan aku heran bagaimana perasaan semacam itu bisa orang rasakan dan dilampiaskan dengan cara seperti itu.
Bukan, bukan berarti diriku tak pernah mengangis. Menangis, kadang menjadi hal yang kurindukan. Benar-benar kurindukan.
Bukan aku tidak mengasihi orang-orang yang kucintai. Bahkan aku mengingati mereka dan menyertakan dalam doa juga.
Bukan aku tidak merindukan mereka. Karena aku juga kadang ingin berada di tengah mereka, sekalipun dalam keadaan tidak mampu mengatakan apa-apa. Tidak mampu mengatakan bahwa akujuga rindu.
Buka aku pelit mengeluarkan 88 rupiah untuk sebuah sms sayang, dan kata-kata yang hangat. Tapi karena kadang kupikir semua orang sedang cukup bahagia. Karena kukira kita semua dalam keadaan baik-baik saja. Atau lelucon-lelucon yang menyegarkan menit-menit kita, jarang, bahkan mungkin tidak pernah kau terima. Karena kukira hidupmu telah cukup hidup dan gembira.
Bukan aku jijik untuk menyentuh mereka. Bahkan aku ingin juga mendekap ketika air mata mereka mengalir karena duka, atau sekedar berpeluk erat karena aku ikut bahagia. Tapi bagaimana, karena biasanya sekujur badanku akan meng-kaku dan aku hanya bisa berlalu dengan meraba-raba perih hatimu atau sekedar tertawa dan tersenyum karena engkau bahaga.
Maafkan, karena aku tak bisa melakukan itu semua. Maafkan, bukan karena tidak cinta, tidak rindu, dan tidak kasih, atau karena tidak peduli aku berlalu. Maafkan untuk semua prasangka yang tidak benar. Ampuni untuk segala kekurangan yang tiada menyenangkan. Semoga engkau menerima, ini diriku yang jauh dari sempurna.
Hatiku yang mungkin tak kasih. Sentuhanku yang tak hangat. Kata-kataku yang tak menenangkan. Pembicaraanku yang tidak menyenangkan. Sikapku yang dingin dan tak bersahaja. Dan ibaku yang tak lembut dan seolah tak tulus. Mohon, maafkan semua. Beri aku waktu untuk melakukan sesuatu. Beri aku kesempatan mengatakan ini semua, sekalipun mungkin engkau tiada mendengar atau membaca sampai selesai.
Ramadhan sudah masuk di gerbang kampung kehidupan kita. Semoga kita dapat menjadikannya sebagai tamu agung tahun ini. Mendapatkan ampunan, menikmati rahmat, dan mengakhirinya dengan kemenangan. Amiin.
Langganan:
Postingan
(
Atom
)