Sebagai
orang yang seleranya biasa-biasa aja, ini terasa sedikit istimewa buat saya.
Jadi setiap ngawanin temen atau keluarga cari ini itu, pikiran jadi langsung
aktif dengan keadaan ini (kae nya semua orang gitu deh wis, K)
Pernah
dulu jalan ke Hermes Mall sama DIla. Kita ngelewatin satu-satu pajangan baju
sambil membolak-balik beberapa yang menarik mata seolah-olah beneran mau beli.
Sampe ke salah satu pajangan dekat jaket-jaketan. Sebenarnya ga niat beli-beli
sih, cuma mau cuci mata aja. Tapi berhubung ada promo ‘beli 1 gratis 1’, dan
kebetulan pula ada motif yang kita cocok, ya udah deh beli. Awalnya DIla sih
yang ngomporin untuk beli. Katanya “eh Wis, ini bagus loh motifnya”. Saya
membolak-balik yang dilihat Dila. “Eh, beli 1 gratis 1 pulak, hehehe”, tambah
Dila. Dila pun memaksa saya menemukan satu baju lagi yang ada dalam satu
pajangan supaya kami bisa membawa pulang baju-baju itu dengan harga yang lebih
hemat. Pilihan Dila adalah blus tanggung bunga-bunga lengannya tiga perempat,
hampir mirip batik, tapi bukan batik. Setelah saya menemukan yang cocok kami pun
ke ruang ganti. Dila terlihat makin sumringah di depan cermin ruang ganti, yang
mana berarti baju-baju itu harus kami bayar supaya bisa kami bawa pulang. DIla
bahkan menambahkan komentar “Eh, bagus itu sama Wis. Cocok. Pas
ukurannya..blah..blah..blah”. Sampe sekarang kalo ke Hermes Mall dan melewati
pajangan ‘beli 1 gratis 1’ pasti jadi ingat Dila. Tapi yang lebih mengingatkan
adalah pilihan motifnya. Jadi sepanjang pajangan yang kami lewati, hamper semua
pajangan blus bunga-bunga tanggung di colek sama Dila, selain itu juga blus di
atas lutut yang ada tali pinggangnya.
Kesempatan
yang lain, masih setingan Hermes Mall, saya diajak temen serumah untuk nyari
sepatu. Sepatu yang kayak apa? Tanya saya sebelum kami berangkat. “Em,
sepatunya untuk dipake kuliah sih Wis. Em, tapi bisa juga sekali-sekali dipake
kalo kak Atik balik Sabang n ngajar, gitu kata kak Atik. Sekalipun deskripsinya
sudah jelas, yaitu sepatu yang 85 persen dipake untuk pergi kuliah, dan bisa
dipake juga untuk mengajar, teutep aja kita akan melewati stand-stand sepatu
dari ujung sampe ujung lagi. Padahal udah hafal banget kalo stand paling muka
Itu semua highheels dan wedges yang mana selain tidak cocok untuk kuliah
(menurut saya) juga tidak kompatibel dengan kak Atik yang seleranya sepertinya
sudah bisa saya baca itu. Maka akhirnya kami berkeliling. Kepada saya, Kak Atik
menunjuk satu persatu sepatu yang naga-naganya mau dibeli, ‘yang ini? Yang
ini?.. yang ini?’, eh ini yang mau pake siapa sih sebenarnya? Hehehehe. Dari
semua sepatu yang ditunjuk kak Atik, saya semakin memahami jenis yang disukai
kak Atik (eciee). Trus saya pun mulai komentar, “kayaknya mendingan yang ini deh kak, karena.. blah..blah..blah”.
Setelah mengerutkan kening kak Atik pun setuju, katanya ‘hmm, Iya ya?’.
Akhirnya kak Atik membeli sepatu yang saya rekomendasikan itu. Yaitu sepatu
yang bisa dipake kuliah dan sekali-kali mengajar, dan lebih dewasa menurut
saya, hahahahahaha.
Jika
perjalanan mencari sepatu tadi diputar ulang, saya jadi ‘ngeh’ dengan selera
sepatu kak Atik ini. Seleranya sangat ‘imut’, yang mana kalau menurut saya itu
sepatu-sepatu yang modelnya banyak dipake anak-anak yang masih imut umurnya :D.
Perjalanan
yang lain adalah ketika kami mengunjungi Plaza Suzuya yang baru buka di kawasan
Seutui. Niatnya Cuma mau lihat-lihat dan beli deodorant (heboh banget mau beli
deodorant aja ke Suzuya K).
Waktu itu kami pergi bertiga, saya- kak Atik- Hera. Seperti biasa, yang paling
menarik untuk dijadikan deterjen pencuci mata adalah pajangan-pajangan baju dan
sepatu, maka kami pun ke lantai tiga. Setelah mutar sana sini kami pun sampai
di bagian per-sepatu-an. ‘Eh, ini manis, lucuk’, kata Hera. Saya menoleh.
‘Warnanya juga cocok sama tas Wiwis’, tambah kak Atik. Saya pun mengetes sepatu
itu di kaki, pas pula ukurannya. Saya lepas dan saya pandangi sekali lagi
semacam untuk menemukan sesuatu, semacam persetujuan untuk membelinya atau
tidak. Warnanya memang cocok dengan tas saya itu, tapi saya belum pernah pake
model begini sebelumnya. Memang sih di kaki terasa nyaman, sekalipun itu ‘bukan
saya’, tapi dalam beberapa mili detik itu saya juga tau bahwa ini tidak akan
kelihatan aneh di kaki saya. ‘Hm, enggak deh’, kata saya serta merta menaruh
kembali sepatu itu dan berlalu ke pajangan di sebelahnya. Ketika saya sedang
melihat-lihat pajangan sebelah, saya ga sengaja melihat ke sebelah, ternyata
Hera sedang mengetes sepatu yang tadi. Hehehehe, iya memang, sepatu itu ‘Hera
Banget’, :D.
Ya
begitulah, kemana pun kita pergi mencari, yang menawan mata tetap yang ‘sudah
di hati’ :D. Tapi tentu saja ga ada salahnya juga membuka selera pada
bentuk-bentuk baru, karena dengan berbeda dari biasanya (selama ga geser-geser
banget :D) kadang itu bikin kita kelihatan lebih fresh, ga hanya tampilan luar,
tapi juga ‘perasaan baru’ karena mencoba sesuatu yang baru dari segi selera.
Selama masih syar’i ga apa-apa kan ya? J
Pernah
juga sih saya beli sesuatu yang beda banget dengan apa yang biasa saya beli,
setelah pakai sekali langsung masuk lemari dan ga pernah keluar lagi, ga
terpakai :D. Hal-hal semacam itu kadang memang terjadi.
Well,
apa pun identitas seleramu, pastikan itu tetap syar’i ;)