Kadang kita merasa sudah melakukan segalanya dengan benar. Telah meletakkan niat pada tempat yang paling tepat. Telah memilih langkah yang paling jitu. Merasa mengendarai kendaraan yang paling baik. Karena itu berbesarlah hati ketika saat ini kita gagal. Selama masih ada mentari esok hari, masih beribu kegagalan akan kita lalui. Supaya kita dapat merasakan kemenangan dengan sebenarnya. Jangan pernah memaki penundaan ini.
Tapi Allah mengatur segalanya. Kecewa rasanya ketika masih menemukan rasa kecewa saat-saat keinginan tak sesuai harapan. Ternyata hati yang kita kira telah ridha, belum lagi ikhlas. Lantas mana bisa kita ridha... . Karena manusia juga manusia. Memang masih banyak kekurangan yang harus kita perbaiki dari diri, setiap hari. Jangan kecewa, karena memang kehinaan dan kekurangan itu melekat pada manusia, supaya kita hanya berharap kepaada Sang Sempurna, Allah azza wa jalla... kepadaNyalah meminta dan menyandarkan hati kita.
Lagi-lagi. Obsesi diri yang terlalu besarlah yang kemudian menenggelamkan semua kenyataan yang seharusnya tampak. Menghamparkan buih-buih rasa tak menentu. Lagi-lagi, ternyata kita belum lulus ujian ini. Lagi-lagi, seperti tidak mendapat yang kita usahakan. Karena itu kita harus mengusap hati ini dengan minyak lapang dada. Boleh saja mimpi itu mencakar langit-langit. Boleh saja ambisi itu menggunung tinggi. Dan Allah pun sebenarnya tak pernah luput memperhatikan segala sesuatu yang kita lakukan. Segala sesuatu yang mungkin kita anggap prestasi. Tapi Allah lebih tahu, tentang sesuatu yang kita inginkan, dan sesuatu yang kita sanggup untuk memikulnya, dari pada kita sendiri.
Hampir selalu kita mencari sesuatu terlalu jauh ke seberang. Padahal yang kita impikan ada dekat, dekat sekali jika kita mau membuka mata. Dan ketika kaki telah melangkah terlalu jauh. Menapaki pelabuhan mimpi yang kita singgahi. Menjadi asing di negeri impian. Menyusuri hijau sawah yang bukan kampung kita. Menapaki jalan setapak yang bukan jalan yang biasa. Menyinggahi rumah-rumah yang bukan rumah kerabat dan tetangga kita. Bertemu dengan pribadi-pribadi yang menyunggingkan senyum, menatap marah, putus asa, atau sekedar lewat tanpa menyapa kita. Asing. Begitulah kehidupan. Begitulah mimpi yang kita tuju, mungkin. Tapi kita bisa menggambarkannya, hampir, dengan sangat jelas... Sejauh apapun kita melangkah, ingatlah pijakan yang pernah kita lalui. Sehingga kita bisa menghargai setiap tetes cinta yang telah mengantarkan kita hingga sejauh ini. Setiap tetes pengorbanan yang menyertai langkah sukses kita. Akan ada masanya, ketika kita akan merindukan semuanya, namun merasa sangat jauh untuk kembali dan memeluknya dengan penuh sayang.
Siang menjelang ashar, 03.31 wib, Selasa, 23 Oktober 07, Syawal 11 1428H. Bingung tentang apa yang terasa. Penat. Kecewa. Rindu. Dan impian-impian yang melambai dari jauh. Tanpa Mu, terasa berat waktu berlalu.
Hati ini telah berusaha untuk patuh. Aku khawatir akan penyakit-penyakit yang tidak hanya menjauhkan diri dariMu, tapi juga membuat ku kehilangan semua rindu untukMu.
Segaris luka selalu kan tergores setiap hari. Setiap musim.
Engkau yang memberiku penawar. Engkau yang menguatkan langkah kaki. Kendati aku bukan siapa-siapa. RidhaMu adalah impian tertinggiku.
Pada apa pun yang sedang kujalani, Engkau lebih tahu kebaikannya untukku. Maka tunjukilah hati yang tak pernah puas ini. Jika ini tak membuatMu ridha, betikkan keiginan yang kuat untuk pergi. Gerakkan langkahku untuk kuat beranjak dari sini.
Semoga kita menjadi semakin banyak bersyukur...
Tidak ada komentar :
Posting Komentar