Bismillahirrahmaanirrahiim Ikhwan dan Akhwat sekalian,
Alhamdulillah kita dipertemukan oleh Allah di pagi hari ini, walaupun kemarin saya ragu-ragu, apakah saya bisa hadir hari ini atau tidak. Istri saya sakit demam berdarah dan dirawat di rumah sakit hingga hari ini.
Alhamdulillah, hari ini ada perbaikan sedikit dan bisa ditinggal. Selain itu, rasanya sudah rindu sama antum semuanya karena cukup lama tidak kesini.
Sebenarnya saya punya rencana kunjungan ke sini pada bulan Januari yang lalu dalam rangkaian jaulah ke 13 DPW bersama 13 pengurus Bidang Kaderisasi dan Bidang Pembinaan Wilayah. Rencana itu dibatalkan karena saat itu sedang musim pesawat jatuh, jadi ada 8 DPW yang kita pending perjalanannya termasuk ke kota Pekan Baru ini.
Ikhwah sekalian.Pagi ini kita bicara tentang uang. Sudah lama sekali saya mengusulkan bagian kurikulum di departemen kaderisasi untuk memasukkan pokok bahasan tentang uang.
Gagasan-gagasan itu mulai muncul ketika saya dahulu berada di awal dakwah ini. Salah satu pekerjaan yang saya lakukan adalah Lajnah Minhaj, di Bidang Kaderisasi dulu, bersama Kang Aus. Saat itu, saya ikut menyusun beberapa Materi Tamhidi H1, H2.
Kita memang tidak pernah berfikir untuk menyusun satu materi tentang uang karena yang ada di benak kita, bahwa bagian-bagian dari tarbiyah itu adalah tarbiyah ruhiyah, tarbiyah fikriyah dan tarbiyah jasadiyah. Ketika kita membuat partai, kita menambah sedikit yaitu materi tarbiyah siyasiyah.
Jadi, kalau wasilah dari tarbiyah ruhiyah itu banyak, ada Lailatul Katibah juga mutaba’ah yaumiyah. Wasilah tarbiyah fikriyah juga banyak ada tatsqif dan macam-macam. Tarbiyah jasadiyah ada latsar, ada mukhoyam. Tarbiyah siyasiyah sudah dengan sendirinya karena ada wasilah berupa partai.
Tapi, kita semuanya menghadapi suatu benturan realita yang disebabkan karena ada missing link dalam sistem berfikir kita. Ada satu kosakata yang tidak masuk ke dalam benak kita padahal itu sangat menentukan masa depan kita yaitu uang. Jika ada yang bertanya kenapa kita miskin maka jawabannya karena memang kita tidak belajar masalah uang.
Ikhwah sekalian. Salah satu gejala benturan budaya yang sering kita lihat muncul bersama munculnya orang-orang setengah kaya baru. Tapi itu lebih disebabkan karena bibit-bibit kemiskinan itu memang ada dalam diri kita, ada di lingkungan kita, bahkan ketika kita mulai membuat partai. Padahal kita belum kaya dan memang belum kaya.
Apabila kita memakai standar Kiyosaki, masuk dalam tahap aman pun belum. Tapi sudah dianggap kaya hanya karena sedikit beda dengan teman-teman ikhwah yang lain. Kita dianggap kaya karena memiliki mobil padahal mobil itu kebutuhan pokok dalam fiqih Islam. Kita juga dianggap kaya karena sudah bisa bangun rumah, padahal itu indikator dari garis kemiskinan.
Rasulullah mengatakan, “Cukuplah bagi seorang Muslim itu bahwa diapunya sebuah rumah dan seorang pembantu.” Jadi, rumah itu sama dengan pakaian. Hanya saja, di lingkungan kita, banyak yang mempunyai anggapan, orang disebut kaya kalau sudah punya rumah.
Ikhwah sekalian. Oleh karena itu, banyak sekali yang bolong dalam tsaqafah kita tentang uang. Kita bukan hanya salah membuat persepsi-persepsi itu, tetapi juga terkadang mempunyai kecenderungan anti uang.
Kalau istilah almarhum Ust Rahmat Abdullah, ikhwah itu sabar menderita tapi tidak sabar melihat orang lain lebih kaya. Makanya mudah muncul gosip di kalangan orang yang punya sedikit kelonggaran secara finansial apalagi kalau sebab kelonggaran finansialnya itu karena dia menjadi anggota dewan.
Jadi, pada tahun 1999, saya jadi ketua Tim Khusus. Pada waktu itu sebagai Sekjen saya tahu persis di mana letak daerah kuatnya PKS kalau saya mau jadi anggota dewan. Ketika itu saya dicalonkan dari Bandung, Jakarta dan Sulawesi Selatan atas usul DPW masing-masing. Nah, pilihan tertinggi jatuh pada Sulawesi Selatan.
Waktu itu saya belum mau jadi anggota dewan karena saya belum punya rumah dan mobil. Saya tidak mau bila nanti ada persepsi bahwa saya punya mobil dan rumah karena jadi anggota dewan. Oleh karena itu saya pilih Sulawesi Selatan. Jika saya pilih Bandung atau Jakarta pasti saya terpilih jadi anggota dewan pada tahun 1999.
Saya mengerti persepsi-persepsi, gosip dan fitnah tentang harta di kalangan kita itu banyak disebabkan tsaqafah yang bolong tentang uang. Jadi, kita bukan hanya tidak berbakat jadi kaya tapi juga tidak senang dengan orang kaya dan cenderung anti kekayaan.
Kapan saatnya kita mulai mengalami benturan keuangan. Yang pertama setelah kita punya anak. Dahulu waktu saya kuliah, kita dimotivasi untuk cepat menikah oleh para murabbi kita dengan satu alasan kemaksiatan sudah merajalela di sekitar kita. Daripada kita berzina, lebih baik kita menikah. Kalau kita berargumen lagi bahwa belum ada pekerjaan karena kita masih kuliah, jawabannya adalah “tawakkal ‘alallah, innallaha Ghoniy”. Seluruh alasan-alasan aqidah dikerahkan untuk mendorong kita nikah.Sebagian besar angkatan saya menikah di tahun pertama waktu kuliah. Saat itu saya belum menikah.
Di tahun kedua lebih banyak lagi yang menikah, saya belum menikah. Di tahun ketiga lebih banyak lagi yang menikah. Saya termasuk yang telat menikah pada waktu itu. Tapi kemudian kita menemukan fakta bahwa ikhwah-ikhwah yang menikah semasa kuliah itu sebagian besar angka pelajarannya jeblok karena disibukkan dakwah juga harus mencari ma’isyah.
Saya menikah di tahun keempat setelah angka saya stabil karena naik
satu point lagi. Dosen saya sampai mengatakan, kalau kamu ambil
Master, menikah satu kali lagi.
Ada ikhwah yang mengatakan kepada saya, Masya Allah, antum ini
merencanakan sesuatu dengan detail. Saya bilang antum punya semangat
tapi tidak punya rencana yang bagus.
Jadi kita semua mulai mengenal uang dan mempunyai persepsi bahwa uang
itu perlu ketika anak kita menangis. Ketika saya datang ke calon
mertua saat itu, beliau anggota DPR dan sudah 17 tahun menjadi salah
satu petinggi GOLKAR untuk melamar, dia bertanya ke saya: “Anak saya
mau dikasih makan apa?” Saya bilang mungkin saya tidak share di rumah
bapak tapi insya Allah tidak makan batu.
Kemudian dia bertanya lagi. “Pendapatan kamu berapa?” Saya jawab, saya
ada beasiswa 200 ribu perbulan. “Selain itu apa iagi?” Saya bilang
tidak ada. “Masih kuliah”. Tapi waktu itu istri saya mengancam, kalau
tidak kawin dengan saya, dia tidak mau kawin lagi. Akhirnya kita
menikah juga.
Jadi, kita ini, ikhwah learning by accident. Belajar dari benturan.
Ikhwah sekalian. Rasanya saya sendiri sebenarnya tadinya tidak pernah
tertarik mengenal uang lebih jauh. Karena 6 tahun saya di pesantren
juga tidak pernah belajar uang. Lima tahun setengah kuliah di LIPIA
Fakultas Syari’ah juga tidak pernah belajar uang kecuali 1 bab dalam
pelajaran Fiqh yaitu kitab zakat. Itupun dalam orientasi Amil Zakat,
tidak ada orientasi menjadi muzakki.
Saya mulai tertarik mengenal uang seteiah mengalami benturan yang di
awal tadi saya ungkapkan, juga benturan ketika saya di Sekjen. Setelah
jadi Sekjen itulah saya mulai menilai ada suatu masalah besar yang
akan kita hadapi kalau masalah-masalah ini tidak selesai.
Sejak itulah saya mempelajari hal ini. Sebelumnya, meskipun saya
mengajar Ekonomi Islam di Ul, banyak belajar dan membaca
masalah-masalah ekonomi, juga banyak membaca buku-buku bisnis dan
bergaul dengan orang-orang bisnis, saya belum seberapa tertarik secara
langsung dan punya perhatian secara khusus terhadap masalah uang.
Ketertarikan itu mulai muncul setelah mengalami benturan betapa
sulitnya kita mendanai aktifitas kita setelah kita terjun di
perpolitikan ini.
Ikhwah sekalian. Saya ingin bicara 3 point supaya kita lebih terarah
dalam soal uang. Pertama, mengapa Islam menyuruh kita kaya. Kedua,
mencari penjelasan tentang mengapa kita miskin. Ketiga, bagaimana kita
mulai merekontruksi kehidupan finansial kita.
Ibnu Abid Dunia menjelaskan beberapa alasan tentang mengapa kita semua
diperintahkan untuk menjadi kaya dalam Islam itu. Alasan pertama,
karena harta itu tulang punggung kehidupan. Makanya orang kalau punya
harta punggungnya tegak. Kalau tidak punya harta, punggungnya rada
bungkuk sedikit. Antum lihat orang-orang Amerika kalau datang ke sini
tegap-tegap semua kan, karena punya duit. Pejabat-pejabat keuangan
kita kumpul di CGI tunduk-tunduk semua, karena mau pinjam duit.
Allah SWT mengatakan “Janganlah kamu berikan harta-harta kamu kepada
orang-orang bodoh (orang-orang yang tidak sehat akalnya) yaitu harta
yang telah Allah jadikan kamu sebagai yang membuat punggung tegap.”
Jadi, hidup kita tidak normal begitu kita tidak punya uang. Kita pasti
punya banyak masalah begitu kita tidak punya uang.
Alasan kedua, peredaran uang itu adalah indikator keshalehan atau
keburukan masyarakat. Apabila uang itu beredar lebih banyak di tangan
orang-orang jahat maka itu indikasi bahwa masyarakat itu rusak.
Apabila uang itu beredar di tangan orang-orang shaleh maka itu
indikasi bahwa masyarakat itu sehat.
Masyarakat Indonesia ini rusak salah satu indikasinya karena
orang-orang shalehnya sebagian besar adalah para fuqara wa masakin.
Ahlul masjid di negeri ini terdiri atas fuqara dan masakin. Bahkan
sebagian besar orang mungkin mengunjungi masjid bukan karena
benar-benar ingin ke masjid melainkan karena tidak punya tempat untuk
dipakai mengaktualisasikan diri.
Antum lihat orang-orang tua yang datang ke masjid biasanya orang yang
kalah dalam pergulatan sosial. Kalau dia tentara, biasa setelah
pensiun baru dia ke masjid. Kalau dia pedagang, biasanya setelah dia
bangkrut baru dia ke masjid.
Rasulullah SAW mengatakan “Sebaik-baik uang itu adalah uang yang
beredar di tangan orang-orang shaleh”. Jadi, apabila kita yang ada di
sini tidak mengendalikan uang yang ada di Riau, itu adalah tanda-tanda
yang tidak bagus.
Kenapa? Karena kalau uang itu berada di tangan orang shaleh maka uang
itu akan mengalir di saluran-saluran yang baik. Kalau ibu-ibu di sini
dibagikan Rp 1 Milyar, kira-kira uang itu akan diapakan. Buat daftar
belanjanya. Antum bisa lihat semuanya itu belanja kebaikan. Pertama,
pasti akan dipakai untuk potongan buat partai. Coba lihat anggota DPR,
begitu jadi anggota Dewan, yang pertama potongan buat partai.
Waktu itu ada teman dari Golkar dan PPP, “Itu dana konstituen
diapakan?” Kita jawab itu tidak lewat kita, melainkan langsung ke
Dapil (Daerah Pemiiihan). Uang yang masuk ke tangan orang shaleh pasti
mengalirnya di kebaikan juga.
“Kalau gajinya berapa dipotong? Kalau kita di Golkar cuma 2,5 juta per
bulan dipotong.” Kalau di PKS itu bisa 50 sampai 60% di potong. Jadi,
antum lihat daftar belanjanya orang shaleh.
Kedua, untuk rihlah, kemungkinan itu pergi umrah atau menghajikan
keluarga atau naik haji sendiri. Bapak-bapaknya pun kalau punya uang 1
Milyar, tidak jauh-jauh dari situ juga: infaq buat partai,
menyenangkan keluarga, dan operasional pribadi untuk dakwah pribadinya
juga.
Semuanya di jalur kebaikan. Bila ada kenikmatan, tidak mungkin dia
pergi judi. Tidak mungkin juga dia pergi ke tempat prostitusi.
Paling-paling dia cari jalur halal.
Tapi coba sebaliknya, kalau uang itu beredar di tangan orang jahat,
larinya juga kepada kejahatan. Salah seorang saudara saya cerita,
waktu itu ada seorang kaya sangat kaya di daerah Indonesia. Orangnya
masih hidup sekarang. Dia punya private jet. Saking kayanya, dia suka
main judi ke London. Pesawat private jet itu berjenis Boeing.
Jadi, kalau pergi dia itu membawa rombongan, biasanya dia parkir di
sana 1 minggu atau 2 minggu. Itu kalau parkir, kan bayar. Selama dia
main judi, dia persilahkan teman-temannya yang ingin pakai pesawatnya,
seperti layaknya meminjamkan mobil.
Sekali main, dia biasanya bisa rugi sampai 5 juta dollar, meskipun
kadang-kadang untung 8 juta dollar. Sekali waktu mereka main ke sana,
sudah beberapa hari kangen dengan Nasi Padang. Dia bilang ke pilotnya
tolong ke Singapore beli Nasi Padang terus balik lagi ke London.
Begitulah cara mereka menggunakan uang.
Kalaupun orang kaya itu muslim, tidak berjudi, tapi dia tidak punya
visi dakwah dan tidak hidup untuk satu misi besar dalam hidupnya, dia
pasti akan menggunakan uangnya untuk kesenangan pribadi, seperti
perhiasan dan seterusnya.
Saya punya kawan, kalau dia pakai seluruh perhiasannya kira-kira
sekitar 2 juta dollar di badannya, cincinnya 1 juta dollar. Mobilnya
1/2 juta dollar, jam tangannya bisa sampai 2 milyar. Adalagi temannya
kira-kira punya 200-an jam tangan. Sebuah jam tangan itu harganya
kira-kira 2 milyar.
Lebih buruk lagi, kadang-kadang orang kaya yang tidak baik memakai
uangnya untuk memerangi kebaikan. Itulah yang terjadi ketika
orang-orang Yahudi memegang kendali keuangan dunia.
Maka dari itu, menjadi kaya itu bagi kita adalah satu keharusan, untuk
mengembalikan keseimbangan sosial, kehidupan di tengah-tengah kita.
Ketiga, terlalu banyak perintah syariah yang hanya bisa dilaksanakan
dengan uang. Antum lihat 5 rukun Islam. Syahadat tidak pakai uang,
sholat tidak pakai uang, puasa tidak pakai uang tapi zakat dan haji
pakai uang. Kalau 200 ribu orang umat Islam Indonesia tiap tahun pergi
haji. Rata-rata mengeluarkan 5000 dollar, coba antum kalikan berapa
banyaknya uang yang beredar untuk melaksanakan satu ibadah. Belum lagi
jihad.
Jadi, kita tidak bisa berjihad kecuali dengan uang. Misalnya kita di
lndonesia sekarang mau pergi ke Palestina untuk pergi perang, tenaga
kita tidak diperlukan karena tenaga sudah cukup dengan ada yang
disana. Rasul mengatakan, “Siapa yang menyiapkan seorang bertempur
maka dia juga sudah dapat pahala perang”.
Jadi banyak sekali perintah-perintah Islam yang memerlukan uang. Waktu
Rasulullah SAW hijrah ke Madinah, di antara hadits-hadits pertama yang
beliau sampaikan pada waktu itu adalah “Afsussalam wa ath’imu tho’am”.
Jadi mentraktir itu tradisi nabawiyah. Sering-seringlah mentraktir
karena itu perintah Nabi, dan ini turunnya di Madinah pada saat
menjelang mihwar daulah. Kira-kira di jaman kita inilah, di mihwar
dakwah kita sekarang.
Washilul arham dan sambung tali shilaturahim. Antum akan melihat nanti
di akhir penjelasan saya nanti bahwa ciri-ciri orang maju itu salah
satunya adalah kalau belanjanya dalam 3 hal lebih besar daripada
belanja kebutuhan lauk-pauknya, salah satunya belanja komunikasi.
Jadi, kalau biaya pulsa kita tinggi itu indikator yang baik, itu
artinya silaturahim kita jalan. Jangan missed call, suruh orang telpon
balik.
Keempat, karena harta itu adalah hal-hal yang dibangga-banggakan oleh
manusia sehingga menentukan strata sosial. Antum akan lebih berwibawa
dan didengar orang kalau punya uang.
Apabila tidak punya uang, biasanya kita juga biasanya jarang didengar
oleh orang. Misalnya dalam keluarga. Antum bersaudara ada 7 orang.
Kalau kontribusi finansial antum dalam keluarga itu tidak banyak dan
bila antum satu-satunya da’i dalam keluarga, dakwah antum juga kurang
didengar oleh keluarga. Karena di samping ingin mendengarkan nasihat
yang baik orang juga ingin mendapatkan uang yang banyak. Hadiah-hadiah
pada hari lebaran, infaq-infaq dan seterusnya dan itu biasanya
melancarkan dakwah kita.
Saya hadir pada suatu waktu di sidang Ikatan Anggota Parlemen
Negara-negara OKI. Setiap kali ada waktu bertanya, yang paling pertama
diberi kesempatan bertanya itu utusan dari Arab Saudi, sedangkan
utusan dari negara miskin seperti Maroko atau Tunisia biasanya tidak
dapat giliran, kalau bukan sendiri yang angkat tangan.
Masalah harta ternyata juga berpengaruh pada hal-hal seperti itu.Pada
tahun 1994 saya ke Jerman. Dua tahun baru selesai kuliah, di sana saya
bertemu dengan salah seorang ikhwah pengusaha yang punya beberapa
supermarket di sana.
Dia datang menemui saya memakai Mercy. Saya protes kepada dia dengan
semangat dakwah dan jihad, antum itu tega pakai Mercy, saudara-saudara
antum di Palestina di sana masih berjuang, antum hidup di Jerman ini
pakai Mercy bagaimana ceritanya. Dia bilang nanti saya jelaskan, antum
ikut saya saja dulu. Saya diajak keliling supermarketnya dulu.
Orang itu memang kaya. Sudah keliling dia bilang, di Jerman ini kalau
kau ingin ketemu seorang direktur, begitu kamu parkir mobil, nanti
direktur itu suruh sekretarisnya tengok dia itu pakai mobil apa. Jika
kau tidak pakai Mercy nanti sekretarisnya bilang direktur sedang tidak
ada. Kalau kau pakai Mercy kau disambut baik-baik oleh mereka. Mercy
ini wajib di sini.
Itu hal-hal yang dibangga-banggakan oleh manusia. Dan itu berkali-kali
disebutkan dalam Al-Qur’an. Oleh karena itu sebagai Muslim saya ingin
didengarkan orang, apalagi kita sebagai da’i kita perlu punya wibawa
di depan orang. Sebagian dari wibawa itu juga dibentuk oleh kondisi
finansial kita.
Ulama-ulama kita juga meriwayatkan bahwa ternyata di antara hal-hal
yang disenangi oleh wanita kepada laki-laki salah satunya adalah
uangnya. Perempuan itu katanya menyenangi pada laki-laki kalau dia
lebih pintar daripada si perempuan, kalau dia lebih kaya daripada
perempuan, lebih kuat daripada perempuan. Dan kepemimpinan itu kan
diberikan kepada laki-laki salah satu sebabnya karena kewajiban
memberlkan nafkah itu. Kalau kita ingin berwibawa di depan istri
tolong kewajibannya ditunaikan dengan sempurna. Itu akan menaikkan
wibawa kita depan Istri.
Seorang istri itu tidak hanya membutuhkan seorang suami yang romantis
tapi juga seorang suami yang romantis realistis. Ada seorang akhwat
berkata kepada saya, saya sebenarnya tidak materialistis tapi
masalahnya kita realistis karena kita tidak bisa hidup tanpa materi.
Dan kalau materi kita sedikit maka hidup kita juga tidak akan nyaman.
Sedikit banyak itu juga penting.
Kelima, harta itu salah satu sebab yang dapat membuat orang itu bisa
bahagia di dunia. Jangan lagi pernah bilang “biar miskin asal
bahagia.” Sekarang perlu kita balik, “biar kaya asal bahagia.”
Saya ingat guru saya waktu SD selalu mencari kamuflase bahwa walaupun
kita miskin tetap bisa bahagia. Memang bisa, tapi susah. Adalagi yang
bilang “Uang tidak bisa membeli cinta”. Memang tidak bisa, tapi kalau
kita jatuh cinta dan punya uang itu lebih enak.
Rasulullah SAW realistis sekali ketika dia mengatakan bahwa di antara
yang membuat orang itu bahagia adalah pertama, Istri yang sholehah.
Kedua, rumah yang luas, dalam hadits lain disebutkan kamar-kamarnya
banyak. Menurut Syeikh Qordlowy yang disebut kamar-kamar itu minimal
enam kamar. Satu buah kamar untuk suami istri, sebuah kamar untuk anak
laki-laki, sebuah kamar untuk anak perempuan, sebuah kamar untuk
pembantu, dua buah kamar lainnya untuk kerabat suami dan istri yang
datang menginap di rumah. Itu 6 kamar tidak termasuk dapur, ruang
makan, ruang keluarga, ruang tamu, perpustakaan keluarga dan musholla.
Kelanjutan dari hadits itu, dan kendaraan yang nyaman. Antum
perhatikan Rasulullah mengatakan rumah dan kendaraan. Rumah itu adalah
indikator stabilitas, kendaraan itu adalah indikator mobilitas.
Rasulullah mengatakan kendaraan yang nyaman bukan sekadar kendaraan.
Naik angkot itu juga kendaraan tapi belum tentu nyaman, tapi kalau ada
sedan yang empuk sehingga kita bisa rehat, itu lebih bagus. Pulang
mengisi Liqa’ kalau kendaraannya nyaman kan sedikit mengurangi
kelelahan. Itu juga perlu garasi.
Jika suaminya pengurus DPW, istrinya pengurus DPW, maka masing-masing
perlu kendaraan juga. Kalau anaknya 7 siapa yang antar anaknya
sekolah, jadi minimal perlu 3 mobil.
Waktu saya tidak punya mobil, saya punya motor. Anak saya sekolah di
Al-Hikmah, jadi kalau pulang diantar sama keponakan saya. Anak saya
diikat, takut kalau tidur sewaktu-waktu bisa jatuh dari motor. Saya
bilang “saya dosa kalau anak saya sampai meninggal”. Akhirnya saya
menelepon teman saya, “Tolong sediakan mobil untuk saya.”
Itulah pertama kali saya punya mobil. Dosa kita, kasihan anak itu
jatuh dari motor. Setengah mati kita pupuk-pupuk, kita lahirkan dengan
baik, tapi mati karena kecelakaan begitu.
Kalau suaminya pengurus DPW dan istrinya aktif di Salimah atau di Pos
Wanita Keadilan, kan perlu mobilitas juga. Masa suaminya pergi pakai
mobil, sedangkan istrinya pergi rapat ke mana-mana sambil gendong
anak. Dia sudah hamil 9 bulan, merawat anak, malam tidak tidur.
Kita zhalim juga terhadap istri kalau kita tidak memberikan hal-hal
yang membuat dia nyaman dalam kehidupan. Untungnya waktu kita menikah
dulu banyak akhwat kita yang tidak tahu hadits ini. Padahal dalam
banyak pendapat di berbagai mazhab misalnya di madzhab Imam Syafi’i,
apalagi Imam Malik, kewajiban wanita itu yang sebenarnya hanya
melayani suami dan mendidik anak, sedangkan pekerjaan rumah tangga,
mencuci dan seterusnya, itu tidak termasuk dalam kewajiban wanita.
Qiyadah-qiyadah akhwat mengikuti daurah tingkat nasionat kemarin di
Jakarta. Coba bayangkan akhwat-akhwat kita sebagian besar sarjana.
Waktu kuliah dia direkru kan salah satu alasannya karena dia anashirut
taqyir dan otaknya brilian. Banyak akhwat kita Indeks Prestasinya 4,1.
Begitu 10 tahun menikah, dia sudah tidak nyambung lagi dengan suaminya
kalau bicara, karena dia mengalami stagnasi intelektual.
Tiba-tiba dia mengerjakan semua pekerjaan pembantu rumah tangga, dia
melahirkan juga, melayani suami juga, memasak juga, mencuci juga dan
kadang-kadang kita terbawa oleh romantika perjuangan. Rasanya heroik
melihat istri mencuci, suami pulang dakwah dalam keadaan lelah, istri
di rumah mencuci, mengepel lantai.
Sepuluh tahun kemudian kita di elus-elus oleh istri, kita pikir sedang
dipijiti, padahal hanya di elus-elus karena tangannya dipakai untuk
mencuci, jadi tangannya sudah bukan tangan ratu. Sementara suami
pegang pulpen, pegang kertas karena sibuk mengisi halaqah, sedangkan
pekerjaan yang kasar-kasar dikerjakan oleh istri.
Sudah saatnya pekerjaan-pekerjaan begitu kita delegasikan kepada
mesin. Jangan buang waktu di dapur, di tempat mencuci, delegasikan
kepada mesin. Kita ini orang-orang pilihan dari umat kita.
Berapa banyak orang yang sarjana di negeri ini? sedikit. Makanya kalau
Capres syaratnya S-2 calonnya juga nanti sedikit. Saya tidak setuju
kalau capres itu syaratnya S-1, tamat SD pun bisalah. Sebagian besar
orang ikut.
Jadi, yang bisa merasakan pendidikan tinggi itu barang elit di negeri
ini. Jadi, kalau akhwat kita yang sarjana itu setelah nikah disuruh
jadi pembantu rumah tangga atas nama kesetiaan, ketaatan, cinta dan
sejenisnya maka kita telah berbuat zalim terhadap SDM kita sendiri.
Mungkin akhwat kita itu sabar-sabar, dia menerima keadaan. Tetapi,
walaupun dia menerima keadaan, kita kehilangan potensi. Kita
kehilangan umur-umur terbaik. Sebenarnya kalau dipacu untuk dakwah,
untuk kepentingan lebih besar, lebih strategis, faedah yang didapatkan
pun akan jauh lebih besar.
Waktu kita ini tidak akan cukup mengerjakan hal-hal tersebut maka
belilah waktu orang lain. Hitung-hitung, kalau beli tenaga pembantu
kita buka lapangan kerja, kita bukan hanya mendelegasikan pekerjaaan
kita juga buka pekerjaan bagi orang lain.
Kira-kira itulah 5 alasan mengapa kita itu perlu kaya. Memang,
walaupun kita miskin kita masih bisa bahagia, tapi itu jauh lebih
susah. Bahkan terkadang kekayaan itu lebih mendekatkan orang kepada
Allah SWT dibanding kemiskinan.
Makanya Rasul mengatakan tentang minum susu, makan habbatussauda’,
madu. Coba kalau antum, misalnya, tidur di atas kasur yang empuk dalam
ruangan yang ber-AC, tidur 2 jam itu bisa sangat nyenyak. Apalagi
minum susu hangat sebelum tidur. Bangun pagi minum madu campur
habatussauda.
Saya kira kita perlu memperbaiki dan melihat kembali pemahaman
keagamaan seperti ini secara benar. Sehingga kita jangan menganggap
kemewahan itu justru melelahkan orang tapi bikin orang nyaman. Inilah
5 alasan mengapa kita harus kaya.
Sekarang saya ingin lebih jauh menembus kembali mengapa kita miskin
selama ini. Sebabnya kita miskin adalah pertama, karena kita memiliki
pemahaman agama yang salah. Salah satunya 5 alasan tadi tidak beredar
di kalangan kita. Sekarang coba kita tonton acara TV, nonton
acara-acara ceramah subuh di televisi. Kita akan lihat sebagian besar
ceramah-ceramah televisi itu menyuruh orang-orang miskin itu semakin
miskin atas nama kesabaran. Bahkan ada perang terhadap materialisme,
karena itu kita harus zuhud sekarang.
Pemahaman tentang kezuhudan itu salah satu pemahaman yang paling
banyak merusak kita. Karena kita tidak tahu bedanya orang zuhud dengan
orang miskin. Imam Ghazali mengatakan orang zuhud itu adalah orang
yang punya dunia lalu meninggalkannya dengan sadar. Orang miskin itu
adalah orang yang ditinggal dunia.
Kalau ada orang miskin tidak dapat makan lalu puasa Senin-Kamis itu
bukan orang zuhud. Itu orang miskin yang berusaha memaksimalisasi
kondisi keterbatasannya agar tetap dapat pahala, daripada tidak makan
dan tidak dapat pahala lebih bagus tidak makan dapat pahala. Orang
zuhud itu orang pasca dunia kalau orang miskin itu orang pra dunia.
Kita lihat Rasulullah SAW itu sudah kaya raya sebelum menjadi Nabi.
Kemiskinan Rasulullah yang kita baca di hadits-hadits itu adalah
kemiskinan atas pilihan. Itu adalah pilihannya karena dia punya misi
yang jauh lebih besar, yakni: yang begini itu dia tidak perlu lagi,
sudah selesai.
Bahkan Rasulullah mengatakan semua nabi-nabi itu sebagian besarnya
kaya. Tidak ada lagi nabi yang diutus setelah nabi Syu’aib melainkan
pasti dia berasal dari keluarga kaya dari kaumnya.
Rasulullah itu mengenal uang waktu umurnya 8 tahun, dia mulai kerja
dan mendapatkan gaji. Pekerjaan pertamanya menggembala kambing. Umur
12 tahun dia sudah pulang pergi luar negeri ikut dalam bisnis
keluarga. Umur 15 sampai 19 tahun ikut dalam perang sehingga punya
pengalaman mlliter.
Umur 20 tahun, rasul sudah jadi pengusaha investornya adalah Khadijah.
Waktu umur 25 tahun dia nikah dengan investornya. Berapa maharnya?
Seratus ekor unta. Berapa harga seekor unta sekarang? Jauh lebih mahal
dari 1 ekor sapi. Kira-kira 10 juta 1 ekor unta. Jadi totalnya 1
milyar. Anak muda 25 tahun punya uang cash 1 milyar. Itu maharnya tapi
yang disimpan itu masih ada.
Walaupun Rasulullah SAW setelah menjadi Nabi mengatakan sebaik-baik
wanita adalah wanita yang cantik dan mahar yang murah, itu sebagai
sistem tapi dalam tradisi jahiliyah itu status. Oleh karena itu, waktu
pamannya yang bernama Abu Thalib menyampaikan khutbah nikahnya sebagai
sambutan keluarga pada pernikahan Rasulullah SAW, beliau mengatakan
sesungguhnya orang Quraisy tahu bahwa Muhammad salah saorang pemudanya
yang terbaik, yang paling terhormat. Layaklah dia nikah dengan
Khadijah karena maharnya tersebut. Pemuda berusia 25 tahun punya uang
1 milyar, sedangkan kita 25 tahun baru selesai perguruan tinggi dan
karya terbesar kita adalah menulis lamaran kerja.
Ini pemahaman keagamaan yang beredar di kalangan kita yang membuat
kita ini miskin. Itu sebabnya di zaman penjajahan dahulu, para
penjajah itu dengan sengaja menghidupkan kelompok-kelompok sufi di
tengah masyarakat. Paham sufiyah dihidupkan supaya orang-orang miskin
itu tidak pernah bermimpi menjadi kaya dan merasa benar bahwa dia miskin.
Maka, langkah pertama menuju kekayaan adalah perbaiki dulu pemahaman
keagamaan kita. Saya dulu sekolah di pesantren 6 tahun. Tempatnya dulu
itu di hutan bahkan tidak ada mobil lewat di sana. Kalau kita ingin
mendapatkan kendaraan umum, kita harus jalan 3 km terlebih dahulu.
Pada suatu hari ada badai datang dan menerbangkan seluruh atap gedung,
masjid, dan seluruh benda yang ada di situ. Semuanya mudah
diterbangkan karena bangunan yang ada adalah bangunan murah semuanya.
Tiap hari, kita makan hanya nasi dan kecap selama 6 tahun.
Setiap kali kita makan, guru saya selain bilang ini nasi akan membuat
kamu besar. Cuma butuh waktu. Karena itu fisik saya kecil. Karena pada
masa pertumbuhan, kita tidak mendapatkan gizi yang baik dengan alasan
latihan sabar, perjuangan.
Waktu itu saya bilang ini sekolah sengaja disimpan jauh dari kota
karena kota itu neraka, disini kita hidup dengan cara yang benar.
Waktu saya mau ke Jakarta untuk kuliah, saya minta guru saya
istikharah buat saya, satu bulan kemudian saya datang dan dia
menganjurkan saya untuk kuliah di Jakarta saja di LIPIA, karena LIPIA
itu selingkar syurga yang di kelilingi oleh neraka.
Itulah pemahaman keagamaan yang kita warisi. Waktu saya kuliah di
LIPIA, juga belajar syariah namun tetap tidak ada yang mengajarkan
kita pemahaman keagamaan yang benar tentang kekayaan.
Kedua, karena kita tumbuh dalam lingkungan pendidikan yang tidak
mengajarkan kita dasar-dasar yang benar untuk menegakkan kehidupan.
Lihat kurikulum yang kita pelajari. Tidak satupun yang kita pelajari
di sekolah itu benar-benar kita pakai dalam kehidupan yang real kita.
Sekarang belajar bahasa Inggris sejak kelas 4 SD sampai perguruan
tinggi. Tahun pertama itu 10 tahun, tetapi TOEFL kita tidak
bagus-bagus. Padahal bahasa itu adalah sarana komunikasi yang
seharusnya itu menjadi basic (dasar).
Begitu juga tentang uang, kita tidak pernah sama sekali belajar di
sekolah tentang uang. Saya dulu belajar hitung dagang di sekolah tapi
itu pelajaran yang paling kita tidak suka. Jadi lingkungan pendidikan
kita juga seperti itu.
Setelah kita tarbiyah pun, hal-hal seperti ini juga belum diajarkan.
Mungkin karena satu hikmah ataupun yang lainnya yang tidak kita
ketahui. Tetapi kalau kita membaca literatur yang ditulis oieh Imam
Hasan AI-Banna, sebenarnya perhatian ke arah ekonomi itu justru malah
besar dari awalnya. Bahkan munculnya gagasan ekonomi Islam itu adalah
anjuran dari beliau.
Salah satunya rintisan dari beliau untuk mulai memperbaiki kehidupan
ekonomi ummat Islam. Oleh karena itu saya menganjurkan kepada ikhwah
di kaderisasi untuk segera membuat materi tatsqif tentang uang, karena
kita periu.
Ketiga, karena kita ini memiliki ciri-ciri orang miskin dalam
kepribadian. Ciri orang miskin: pertama, orang miskin itu tidak pernah
bermimpi jadi orang kaya. Kalau kita baca buku the millionaire mind
(pemikiran milioner), di dalam buku tersebut disebutkan fakta bahwa di
kalangan orang-orang miskin itu berkembang ide-ide yang membuat mereka
itu miskin. Salah satunya karena memang mereka tidak punya mimpi jadi
orang kaya.
Waktu sekolah saya pernah ikut kursus keterampilan membuat sepatu jadi
saya bisa membuat sepatu. Karena kita mindsetnya disiapkan untuk
menjadi buruh, kalau tidak bisa menjadi guru bahasa Arab akhirnya
menjadi tukang sepatu. Kita lihat rintisannya. Jadi kita tidak pernah
punya mimpi untuk menjadi kaya.
Contohnya, kalau kita lihat orang pakai mobil Mercy, tidak pernah
terpikir oleh kita kalau kita juga ingin punya mobii Mercy. Yang
terpikir oleh kita adalah tega-teganya orang ini pakai Mercy.
Pertama kali Ketua Majelis Syuro membangun rumah, banyak sekali ikhwah
yang protes. Saya bilang kenapa kalian protes. Dia tidak pinjam uang
antum. Saya datang ke rumahnya, Masya Allah rumahnya bagus. Ya Allah,
berikanlah saya model rumah yang seperti ini. Kalau kita melihat mobil
bagus, rumah bagus, hinggap sebentar di mobil itu, sapu baik-baik lalu
berdoalah.
Ketika tinggal di rumah mertua, saya bisa tinggal di tempat yang
luasnya beberapa ribu meter. Cuma saya bilang, saya tidak ingin
didominasi oleh mertua. Jadi, setelah menikah saya bilang saya mau
keluar dari rumah ini.
Kata mertua saya, “Kamu mau tinggal di mana?” Itu urusan saya, satu
tahun saya sudah tinggal di sini. Saya keluar. Lalu saya kontrak
rumah. Rumah saya itu mirip kandang ayam, triplek-triplek saja. Ada 3
petak rumah, kalau kita bersin di sini, akan terdengar oleh semua
tetangga.
Lantainya sebagian itu berupa tanah dan saya pun tidak punya kasur.
Saya punya kasur ketika anak ke-3 saya lahir. Istri saya kalau sudah
hari Sabtu atau Minggu mengajak pulang. Saya tahu dia ingin balik ke
sana. Tapi kita belajar menata hidup kita sendiri, tidak tergantung
dari orang.
Setiap hari, saya lewat di depan sebuah rumah besar halamannya luas.
Kalau saya lewat rumah itu saya berjalan pelan-pelan sambil menunggu
bis dari Al-Manar. Saya melewati rumah itu yang terletak di pojok
halaman yang luas dan ada banyak pohon-pohonan. Saya usap-usap itu
temboknya.
Alhamdulillah rumah itu menjadi rumah saya. Apabila saudara antum
punya mobil, antum jangan marah padanya. Jangan tanya uangnya dari
mana. Jangan tanya seperti itu. Antum pegang mobilnya, usap-usap mobilnya.
Sekarang kalau saya mau ke DPP tiap hari lewat Menteng, lewati rumah
yang bagus-bagus, di situ juga ada masjid yang besar yang bernama
Sunda Kelapa. Saya suka berdoa juga di situ. Ya Allah, saya ingin
tinggal di samping masjid ini, tapi bagaimana caranya atur ya Allah.
Syurga saja kita pinta, apalagi hanya rumah.
Suatu waktu saya pernah naik private jet punya Abdul Rizal Bakrie.
Waktu itu, jauh sebelum era partai karena saya suka ceramah di
rumahnya. Kita pergi naik private jetnya. Enak juga naik private jet.
Saya berdo’a juga di situ. Saya juga ingin yang seperti ini karena
enak. Syurga saja kita pinta apalagi seperti ini.
Kemarin, seorang ustad ditanya oleh kader. Kadernya protes, “Ustadz
Hilmi anggota dewannya sudah mulai pada borju semuanya”. Di jawab oleh
Ustadz Hilmi, mereka tidak borju cuma menyesuaikan penampilan dengan
lingkungan pergaulannya. Jadi kalau ikhwah pada kaya-kaya nanti kita
juga bahagia.
Saya paling senang kalau ada ikhwah yang punya private jet, perlu di
dorong itu. Jadi kita tidak pelu belanja tiket lagi kalau ingin ke
Riau. Tidak terikat dengan jadwal penerbangan regular. Dan saya tanya
harga private jet itu, setidak-tidaknya kita sudah tahu harga private
jet itu.
Sewaktu-waktu saya naik mobil Land Cruiser punya teman saya, mobil
saya Kijang, saya bilang mobilmu lebih enak dari mobil saya. Dia
bilang kenapa. Saya bilang saya pikir mobil saya itu paling enak di
muka bumi, ternyata mobil bapak lebih enak. “Memang mobil kamu apa?”
Saya bilang Kijang. Dia bilang, “Oh itu mobil masa lalu saya.”
Ikhwah sekalian. Karakter orang miskin itu harus kita hilangkan. Itu
sebabnya kita miskin. Karena tidak punya mimpi menjadi orang kaya.
Kedua, kita ini umumnya tidak ulet. Senang difasilitasi. Dan, ada
karakter yang buruk di Melayu, pada umumnya senang diberi hadiah
daripada memberi hadiah. Bahagia dan bangga kalau ditraktir makan
daripada kalau mentraktir makan.
Kalau kita ingin menjelaskan orang Cina lebih kaya dibanding kita di
negeri ini, karena dia lebih rajin bekerja. Saya pernah mengisi
pelatihan di Telkom, saya suruh tulis mimpi-mimpi mereka semua. Saya
kasih kertas besar, mereka menulis dan menggambar. Hampir semua mereka
membuat gambar yang sama. Sebuah rumah di sampingnya ada sawah-sawah,
di sampingnya ada masjid, kemudian ada pesawat terbang dan ada ka’bah.
Saya suruh menjelaskan. Dia bilang nanti saya berharap insya Allah
sudah naik haji sebelum pensiun. Setelah pensiun nanti saya punya
rumah di desa di sampingnya ada sawah-sawah, di sampingnya lagi ada
masjid. Jadi dia ibadah kerjanya. Saya bilang bapak pensiun umur
berapa. Dia bilang 55 tahun. Mau menghabiskan sisa umur di desa
disamping masjid dan di samping sawah?.
Kalau bapak diberi umur 80 tahun oleh Allah SWT, berapa sisa umur
bapak. 25 tahun akan bapak habiskan di samping sawah.
Begitu cara kita berfikir, kita menghindari tantangan. Saya pernah
ceramah di direktur keuangan BULOG. Dia mau pensiun dini, dia
tinggalnya di Patra Kuningan dekat rumahnya Pak Habibie. Saya diminta
mengisi ceramah di rumahnya tentang manajemen harta untuk para lansia.
Yang hadir itu angkatan 63 UGM dari Fakultas Ekonomi semuanya.
Saya bilang bapak setelah pensiun nanti mau tinggal di mana. Dia
bilang mau balik ke kampung halamannya di Solo. Saya tanya Solonya di
mana. Dia bilang agak ke pinggir sedikit. Nah kita lihat, sudah pulang
kampung ke Solo masih ke pinggir sedikit. Dia sudah punya rumah di
sana. Di sampingnya ada sawah-sawah, ada masjid, persis seperti gambar
orang Telkom itu.
Saya bilang kenapa tidak tinggal di Jakarta. Dia bilang siapa yang
bisa tahan tinggal di Jakarta setelah pensiun. Biaya mahal, anak saya
sedang pada kuliah semuanya saya tidak kuat nanggung.
Coba kita lihat waktu pendapatan kita berkurang, yang kita lakukan itu
adalah mereduksi dan mengurangi kegiatan kita supaya kita menyesuaikan
diri dengan pendapatan. Seharusnya ketika pendapatan kita berkurang,
bukan kegiatan yang kita reduksi tapi yang kita lakukan adalah tetap
memperbanyak kegiatan dan menambah pendapatan.
Jadi saya bayangkan, kalau bapak dikasih umur 80 tahun, bapak akan
tinggal di kampung itu selama 25 tahun. Sekarang saya coba
menghayal-menghayal , kira-kira jadwal hariannya seperti apa.
Jam 3 insya Allah dia akan bangun qiyamul lail. Sampai subuh dia sudah
tidak tidur, karena orang kalau sudah di atas 40 tahun kebutuhan
tidurnya sebetulnya cuma 2 jam, setelah subuh mungkin dia nanti wirid.
Setelah itu pagi, mungkin aktivitas jalan pagi dan lainnya selesai jam 7.
Setelah itu dia mandi lalu sarapan dia baca koran. Katakanlah selesai
jam 9 setelah itu dia sholat dhuha. Setelah itu tanda tanya karena
tidak ada kegiatan yang dia lakukan. Lalu masuk zhuhur sebelumnya dia
punya waktu 3 jam. Setelah itu dia makan siang setelah itu dia tidur
siang, bangun ketika ashar. Ashar sampai maghrib yang dia lakukan
duduk-duduk di teras minum kopi sambil memandang sawah.
Sebelum maghrib dia mandi. Setelah maghrib dia makan malam. Sampai
isya’ mungkin dia mengaji. Setelah sholat isya’, melihat televisi
sebentar setelah itu dia tidur lagi.
Kita lihat tidak ada waktunya yang produktif. Orang ini 25 tahun
menunggu kematian. Kematian itu tidak perlu ditunggu nanti dia akan
datang sendiri kenapa kita tunggu-tunggu dia.
Kita lihat cara kita merencanakan hidup. Seharusnya di usia seperti
itulah kita bekerja makin giat karena jadwal kita makin dekat.
Kematian kita makin dekat bukan makin berserah. Begitulah pikiran yang
ada pada orang-orang miskin dan karakter yang ada pada orang-orang miskin.
Orang-orang ini tidak ulet, menghindari tantangan, tidak ingin kerja
keras. Karena itu rata-rata jadwal kerja orang miskin itu di bawah 8
jam. Sementara jadwal kerja orang kaya itu di atas 15 jam. Wajar kalau
mereka jadi kaya karena jam kerja mereka juga banyak.
Keempat, 3 sebab yang pertama inilah yang menyebabkan mengapa
kemiskinan struktural yang direncanakan oleh musuh Islam itu bisa
berhasil karena memang kita bisa dimiskinkan. Ada pemahaman agama yang
salah, ada pendidikan yang salah, ada karakter orang miskin, kemudian
ada usaha sistematis untuk memiskinkan kita. Jadilah kita umat yang
miskin.
Kita tinggal di atas semua sumber daya alam yang begitu kaya sementara
kita hidup sebagai orang miskin. Tidak ada alasan bagi kita untuk
hidup sebagai orang miskin. Kita lihat di seluruh dunia sekarang ini
semua sumber daya alam yang terbaik itu ada di dunia Islam.
Minyak misalnya ada di dunia Islam, sekarang Cina, kita lihat disana
ada 130-an juta orang Islam yang berbatasan dengannya. Di wilayah yang
di kuasai oleh umat Islam itu terdapat riset minyak terbesar di Cina.
Jadi semua sumber daya energi itu, ada di kalangan umat Islam.
Itu sebabnya salah seorang pemikir Jerman mengungkapkan alasan bahwa
Islam itu menjadi musuh Barat, sebabnya karena pertama, umat Islam itu
mempunyai aqidah dan aqidah ini tidak bisa dirusak oleh penjajahan
model apapun juga.
Kedua, populasinya terus bertambah sedangkan orang Barat populasinya
terus berkurang. Ketiga, karena mereka (kaum Muslim) memiliki semua
sumber daya yang memungkinkan mereka mendirikan peradaban.
Kita diberi laut di Indonesia ini tapi tidak ada yang mengelolanya.
Otak kita tidak dialihkan ke sana. Kita hidup di tengah kekayaan
tetapi mati sebagai orang miskin. Ada usaha untuk memiskinkan kita.
Kenapa usaha itu berhasil? Karena ada faktor-faktor di dalam diri kita
sendiri yang membuat itu berhasil dan inilah sebabnya mengapa
perimbangan kekuatan dalam kehidupan kita sekarang ini menjadi tidak
imbang. Karena kita bahkan tidak mau kaya.
Kita bayangkan orang seperti Bill Gate punya kekayaan lebih dari 500
Trilyun. Itu hampir sama dengan 1 tahun APBN Indonesia. Orang seperti
George Soros itu bisa memiskinkan 200 juta penduduk Indonesia.
Bagaimana itu bisa. Kalau kita baca George Soros itu, ‘infaqnya’
pekerjaan charitynya sudah lebih dari 5 milyar dollar.
Kalau masalah ini sedikit kita kembangkan menjadi semacam wawasan
politik ekonomi yang lebih luas, maka kita perlu memahami bahwa ada
tiga panggung terkait dengan ini. Panggung negara, panggung civil
society, dan panggung pasar. Dari 3 panggung ini, pasarlah yang
mempunyai mekanisme bekerja paling efektif apabila dibandingkan
mekanisme negara maupun mekanisme civil society.
Itu sebabnya dari sekarang negara itu mengalami reduksi pada
otoritas-otoritasny a disebabkan oleh tekanan pasar. Kini kita bisa
dimiskinkan hanya dengan menekan tombol-tombol elektronik. Masukkan
modal melalui komputer tarik lagi modalnya melalui komputer dan kita
semua miskin.
PKS di masa yang akan datang tidak bisa mengendalikan kehidupan ini
semuanya kalau hanya berkuasa di negara tetapi tidak menguasai pasar.
Tidak mungkin.
Sekarang ini kita akan menemukan secara individu, banyak individu yang
lebih kaya daripada negara. Oleh karena itu, gabungan dari beberapa
individu justru dapat dengan mudah mengintervensi negara dan
memiskinkan negara.
Kalau kita hanya masuk ke dewan, padahal dewan itu hanyalah bagian
kecil dalam panggung negara, masih ada eksekutif masih ada yudikatif.
Kita hanya punya sedikit di dewan itu, dan di dewan itu masih sedikit
pula. Kita lihat daerah kekuasaan kita, dakwah ini ke depan hanya bisa
menekan, menguasai, mengendalikan situasi kalau kita punya orang yang
terdistribusi secara merata, memimpin negara, memimpin civil society,
dan memimpin pasar. Baru kita akan digjaya sebagai sebuah gerakan dakwah.
Ketiga, bagaimana kita memulai membangun kehidupan finansial kita.
Pertama, perbaiki ide kita tentang uang. Ide itu adalah wilayah
kemungkinan, “space of possibility”. Semua yang menjadi mungkin dalam
ide kita pasti akan menjadi mungkin dalam realita.
Ide itu adalah tempat penciptaan pertama sedangkan realitas itu adalah
tempat penciptaan kedua. Jadi tidak ada realitas yang terjadi dalam
kehidupan kita tanpa sebelumnya tercipta pertama kali dalam ide-ide kita.
Sebelum pesawat terbang itu diciptakan yang pertama kali dahulu adalah
ada ide bagaimana manusia dapat terbang seperti burung. Jadi begitu
sesuatu jadi mungkin dalam ide kita, ia bisa menjadi mungkin dalam
kenyataan.
Sekarang perbaikilah ide-ide kita tentang uang. Belajarlah untuk
mempunyai mimpi besar tentang uang. Belajarlah untuk membuat daftar
rencana, insya Allah ketika saya meninggal nanti saya ingin mewariskan
sekian banyak uang.
Buatlah step ide ini luas. Karena kalau space of possiblity kita ini
luas, space of reality kita jadi luas. Kalau kita lihat mobil,
belajarlah mempunyai selera yang bagus. Supaya ide-ide ini tumbuh
dengan baik kita perlu dari sekarang membaca sebuah buku tentang uang.
Bacalah buku-buku tentang uang. Saya sangat menganjurkan beberapa buku
di antaranya The Millionaire Mind. Ada dua buku yang ditulis oleh
penulis yang sama karena ini adalah risetnya. Selanjutnya The
Millionaire Dead. Ini adalah penelitian yang dilakukan terhadap cara
berfikir orang-orang kaya yang ada di Amerika. Kemudian buku One
Minute Millionaire (Bagaimana menjadi milliuner dalam 1 menit). Dan
ini juga punya website, kita bisa masuk ke websitenya. Mereka punya
psikotest kalau kita ingin mengetahui apakah kita punya talenta jadi
orang kaya atau tidak. Alamat websitenya www.oneminutemillio naire.com.
Buku yang ketiga adalah semua buku Robert T Kiyosaki. Yang ke-4 ini,
buku lama tapi termasuk buku-buku awal yang dibaca orang tentang uang
yaitu buku yang ditulis oleh Napoleon Hill, Think and Grow Rich
(Berfikir dan Menjadi Kaya). Buku terakhir ini adalah buku yang sangat
lama karena diterbitkan pada tahun 80- an dan ditulis tahun 70-an,
tapi menurut saya rasa masih sangat relevan untuk dibaca. Ini
buku-buku dasar semuanya bagi pemula.
Dan saya rasa penting juga untuk mendapatkan landasan syar’i yang
bagus tentang hal ini apabila kita baca juga buku yang ditulis oleh
Syeikh Yusuf Qordlowi tentang nilai-nilai moral dalam ekonomi Islam.
Perbaiki dahulu ide kita tentang uang, perbaiki tsaqafah tentang uang
dan mulailah mempunyai mimpi besar untuk menjadi orang kaya supaya
kita-insya Allah-naik derajatnya dari amil zakat menjadi muzakki.
Supaya kita datang kepada orang jangan lagi bawa proposal tapi lain
kali orang datang bawa proposal. Itu yang benar.
Sering-seringlah datang ke tempat-tempat mewah. Jalan-jalan saja untuk
memperbaiki selera.Saya punya 1 halaqah yang terdiri dan anak-anak
LIPIA. Mereka datangnya dari kampung dari pesantren semuanya. Saya
tahu mereka ini membawa background: di backmindnya itu ada psikologi
orang kampung yang tidak pernah bermimpi menjadi orang kaya.
Saya tanya, “kamu nanti setelah selesai dari LIPIA mau kemana?” Mereka
bilang “insya Allah kita mau pulang ke kampung mengajar di Ma’had.
Mengajar Bahasa Arab”
Suatu hari saya ajak mereka, hari ini tidak ada liqa’, tapi saya
tunggu kalian di Hotel Mulia. Saya ada di suatu tempat dan mereka
tidak melihat saya. Saya suruh mereka berdiri saja di lobby. Mereka
datang pakai ransel karena mahasiswa datang pakai ransel. Diperiksa
lama oleh security. Karena penampilannya sebagai orang miskin
dicurigai membawa bom.
Saya lihat dari atas. Itu masalah strata. Kalau antum datang pakai jas
dan dasi tidak ada yang periksa antum di situ. Karena yang datang
pakai ransel tampang kumuh. Kemudian mereka bertanya di mana antum
ustadz, saya bilang antum tunggu saja di situ.
Saya dekat dengan mereka tapi mereka tidak melihat, saya hanya
memperhatikan apa yang mereka lakukan. Kira-kira 2 jam mereka saya
suruh di situ, mondar-mandir di lobby. Minggu depan saya tanya apa
yang antum lihat di sana. “Orang lalu-lalang,” jawab mereka.
Saya tanya, pertama, “apakah ada satu orang yang lalu-lalang yang
antum lihat yang mukanya jelek?” Dia bilang tidak ada. Semuanya
ganteng-ganteng semuanya cantik-cantik. Jadi ada korelasi antara wajah
dan kekayaan.
Makin kaya seseorang makin baik wajahnya. Kedua, ada tidak yang
memakai pakaian yang tidak rapi kecuali antum. Dia bilang tidak ada,
semuanya rapi. Jadi dengan latihan seperti ini pikirannya sedikit
mulai terbuka. Karena, ia membawa bibit dalam pikirannya untuk menjadi
orang miskin. Sekarang, alhamdulillah, mereka bertiga sekarang ini
sedang kuliah di UI ambil S2 Ekonomi Islam.
Ikhwah sekalian. Jadi, kita perbaiki insting kita. Pertama kali kita
perbaiki tsaqafah kita. Jadi, hadirkan buku-buku itu ke dalam rumah
dan mulai dari sekarang anak-anak kita juga mulai diajari tentang
uang. Ikutilah kursus-kursus tentang enterpreneurship supaya kita
dapat memperbaiki dulu citra kita tentang uang.
Kedua, menyiapkan diri untuk menjadi kaya. Orang-orang kaya yang bijak
itu mempunyai nasehat yang bagus, mereka mengatakan “sebelum Anda
menjadi kaya latihanlah terlebih dahulu menjadi kaya”.
Hiduplah dengan hidup gaya orang kaya. Orang kaya itu optimis. Bagi
orang kaya, biasanya tidak ada yang susah. Bagi mereka semuanya
mungkin, karena itu mereka selalu optimis. Jadi yang harus dihilangkan
dari kita itu adalah pesimis.
Saya punya seorang teman sekarang menjadi kaya. Dia datang ke Jakarta
hanya sebagai pelatih karate dan tidak ada duitnya, tapi supaya tidak
ketahuan oleh istrinya bahwa dia tidak punya pekerjaan, setiap habis
sholat subuh dia pergi lari olahraga, setelah itu dia memakai pakaian
rapi lalu keluar rumah. Dia juga tidak tahu mau ke mana, yang penting
ke luar rumah. Istrinya tidak tahu kalau dia tidak punya pekerjaan.
Nanti, di jalan baru ditentukan siapa yang dia temui hari ini.
Langkah pertama perbaiki dahulu sirkulasi darah kita, olahraga dulu,
supaya wajah segar makan yang banyak. Banyaklah makan yang enak,
daging. Sering-sering makan yang enak. Menurut Utsman bin Affan
makanan paling enak itu adalah kambing muda. Setiap hari mereka makan
kambing muda.
Makan yang enak dan olah raga yang bagus supaya wajah kita berseri.
Syeikh Muhammad Al-Ghozali dalam kitab Jaddid Hayataka mengatakan
kenapa orang-orang Barat itu pipinya merah, karena sirkulasi darahnya
bagus, gizinya bagus. Sedangkan kita orang-orang timur kalau ketemu
itu auranya pesimis, tidak ada harapan.
Biasakanlah kalau orang ketemu kita ada harapan yang terlihat. Makanya
kalau pilih warna baju, pilihlah yang cerah-cerah. Ibnu Taimiyah
mengatakan ada hubungan antara madzhab dan batin kita, pakaian apa
yang kita pakai itu mempengaruhi kondisi kejiwaan kita. Jangan pakai
pakaian orang tua. Ada anak umur 25 tahun pakaiannya pakaian orang
tua. Bagaimana nanti kalau umurnya 50 tahun, pakaiannya seperti apa.
Tampillah sebagai anak muda. Cukur rambut yang bagus, cukur kumis yang
rapi janggut dirapikan. Rapi, supaya kita kelihatan ada optimisms.
Belajarlah sedikit latihan menatap supaya sorotan mata kita kuat,
perlu sedikit latihan menatap. Misalnya di pagi hari atau sore hari
menjelang matahari terbenam, antum tatap matahari dan tidak berkedip
matanya. Kalau bisa antum bertahan 1 menit itu bagus. Latihan saja
sendiri. Di dalam kamar ambil lilin, matikan lampu, antum tatap itu
lilin dan matanya tidak berkedip dan tidak berair. Nanti kaiau sudah
terbiasa pandangan matanya kuat.
Jadi, kalau olahraga teratur, sirkulasi udara bagus, pikiran jadi
segar, tsaqafah kita bertambah mulai memakai pakaian yang cerah-cerah.
Makanya Rasulullah itu senangnya memakai baju putih. Jangan pakai yang
gelap-gelap atau warna yang tidak menunjukan semangat hidup. Jangan
juga berpenampilan seperti orang tua.
Sekadar untuk menunjukkan kita ini kelompok orang-orang shaleh kita
pakai baju taqwa. Itu pakaian orang Cina. Pakailah baju yang segar
agar dapat menunjukkan bahwa kita ada semangat.
Walaupun Anda sudah berumur pun tetap pakai pakaian yang muda, jangan
berpenampilan tua. Artinya kita harus merendahkan diri sebab uban
tanpa diundang dia akan datang. Tapi, tidak perlu menua-nuakan diri
dengan sekadar tampil kelihatan dewasa, tua, bijak. Tampillah sebagai
anak muda yang gesit dan optimis.
Ketiga, bergaullah dengan orang-orang kaya, perbanyak teman-teman
antum dan kalangan tersebut. Ini tidak bertentangan dengan hadits yang
mengatakan dalam bab rezeki lihatlah kepada yang dibawah dan jangan
lihat kepada yang di atas. Antum tidak sedang tamak ke hartanya,
tetapi antum sedang belajar kepada mereka.
Dahulu saya suka ceramah di kalangan orang-orang kaya. Waktu saya
ceramah di rumahnya Abu Rizal Bakrie yang saat itu sedang
berduit-duitnya, saya duduk dalam satu karpet. Ketika krismon pada
waktu itu, sekretarisnya bilang pada waktu itu, “tahu tidak berapa
harga karpet ini?”. Saya bilang tidak tahu, saya pikir sejadah biasa.
Dia bilang karpet ini harganya 100 ribu dollar. Karpet kecil harganya
1,6 M.
Waktu saya selesai ceramah dikasih amplop, amplopnya tipis. Saya
bilang sama sekretarisnya. Ini amplop kembalikan kepada dia. Bilang
sama beliau saya cuma ingin berkawan dengan dia. Dia belajar agama
sama saya, saya belajar dunia sama dia. Kalau saya terima ini, nanti
saya dianggap ustadz dan dia tidak dengar kata-kata saya. Saya mau
bersahabat dengan dia. Jangan kasih saya amplop lain kali. Supaya kita
bergaul. Setiap kali saya datang ke kelompok yang pengusaha kaya itu
saya selalu menolak. Saya tidak terima ini saya ingin bergaul dengan
bapak, saya ingin jadi teman.
Alhamdulillah dari situ saya banyak teman dari kelompok orang-orang
kaya. Dan kalau datang kita belajar, saya bertanya sama mereka kenapa
begini, bagaimana caranya, bertanya kita belajar. Memang di jurusan
saya, dia belajar dari saya. Kalau ada yang perlu didoakan panggil
saya, bisa. Tapi kan saya tidak punya ilmu bikin duit sebelumnya, saya
perlu belajar dari orang yang ahli. Jadi dalam bab itu saya murid,
dalam bab saya dia murid.
Jangan karena kita sering ceramah terus semua orang kita anggap murid
dalam segala aspek. Saya bergaul dengan orang-orang kaya dan saya
belajar dengan mereka. Saya belajar bagaimana caranya bikin duit.
Bagaimana caranya bikin perusahaan sama-sama dan saya tidak malu.
Bergaul dengan mereka itu dari sekarang. Jangan tamak pada hartanya
tetapi ambil ilmunya. Jangan minder bergaul dengan orang kaya seperti itu.
Awal lahirnya reformasi, setelah kalah dalam pemilu 1999, kita Poros
Tengah kumpul di rumahnya Fuad Bawazir. Semua orang diam, ada Amin
Rais, Yusril, semuanya diam karena main. Karenanya kita semuanya
kalah, tadinya sombong semua. Pak Amin Rais mengatakan sebelum pemilu,
“Nanti Golkar kita lipat-lipat, kita tekuk-tekuk, kita kuburkan di
masa lalu.” Tidak tahunya Golkar masih di nomor 2. Partainya Pak Amin
rendah perolehan suaranya. Suara umat Islam rendah. Jadi, berkumpulah
orang-orang kalah ini selama 2 hari.
Waktu itu Pak Amin sedang dikejar-kejar terus oleh Dubes Amerika untuk
membuat pernyataan bahwa pemenang pemilu legislatif yang paling layak
jadi Presiden tapi Pak Amin menghindar. Jadi saya datang ke rumah Pak
Fuad Bawazier, saya bilang Pak Fuad, saya ini bukang orang politik,
saya ini ustadz. Yang saya pelajari dalam syariat kita ini kalau kita
sedang kalah seperti ini jalan keluarnya adalah i’tikaf. Kita belajar
banyak istighfar, tilawah dan seterusnya. Jauhi dulu wartawan, mungkin
dosa-dosa kita banyak sehingga kita kalah.
Dia bilang bener juga ya. “Cuma kalau kita i’tikaf di Indonesia tetap
saja diketahui wartawan. Kalau begitu kita umrah, Antum ikut ya dari
PKS umrah”. 4 orang dari PAN, dari PKS sekitar 3 orang. 4 orang ini
naik bisnis first class, sedang kita dikasih ekonomi. Yang beli tiket
dia soalnya.
Mau diprotes bagaimana. Kita cuma dihargai begini. Terima apa adanya
dahulu. Tapi waktu itu kita dengan lugu datang menghadap Pak Fuad.
Saya bilang Pak Fuad berapa harga tiket First Class. Dia bilang
pokoknya 2 kali lipat dari harga ekonomi. Jadi kalau tiket ekonomi
pada waktu itu 1000 dollar harga first class itu sekitar 2000 dollar.
Kenapa kita tidak sama-sama di kelas ekonomi saja dan selisihnya kita
infaqkan untuk orang miskin. Ini kan masyarakat kita lagi susah. Dia
ketawa dia bilang “ya akhi, nanti ini ana infaq lagi. Insya Allah
untuk orang faqir, tapi ana tolong dong di first class. Tidak mungkin
ana turun di kelas bawah.”
Kita tidak tahu apa nilai yang berkembang pada orang kaya. Kenyamanan
itu adalah nilai pada mereka. Mereka menghemat energi, tenaga. Dan,
angka besar pada kita itu angka kecil bagi mereka. Uang 1 milyar 2
milyar itu uang jajan.
Kalau kita, belum tentu punya tabungan sampai mati sejumlah itu. Itu
masalah cita rasa. Cita rasa pada orang kaya itu berbeda. Ini yang
kita pelajari, yang dianggap besar oleh mereka itu adalah ini.
Dengan begitu kita menjiplak sedikit emosinya. Karena dalam pergaulan
itu, kalau kita bergaul dengan seseorang itu, kalau bukan api dia
parfum. Kalau dia parfum dia menyebarkan wangi, kalau dia api
menyebarkan panas. Orang jahat itu api. Kalau antum dekat-dekat akan
menyebarkan panas. Orang baik itu parfum. Kalau antum dekat-dekat,
setidak-tidaknya bau badan kita tertutupi oleh parfum tersebut. Jadi,
ikut-ikut karena kita ingin perbaiki selera.
Jadi, antum kalau punya waktu-waktu kosong jalang-jalanlah ke mall.
Lihat-lihat orang kaya, tidak usah belanja, liha-lihat saja dulu,
memperbaiki selera. Datang ke showroom mobil, datang ke pameran mobil.
Lihat-lihat, pegang-pegang. Rajinlah berdo’a.
Bergaullah dengan orang kaya. Selain itu, rajinlah berinfaq walaupun
kita miskin. Gunanya apa? Supaya antum tetap mengganggap uang itu
kecil dan supaya tidak ada angka besar dalam fikiran kita. Misalnya
kita punya tabungan 10 juta, infaqkan. Supaya antum meneguhkan, mesti
ada yang lebih besar dari ini. Jadi angka itu terus bertambah di
kepala kita, walaupun dalam kenyataannya belum. Tetapi dengan berinfaq
seperti itu, kita memperbaiki cita rasa kita tentang angka.
Bukan sekadar dapat pahala tetapi efek tarbawinya bagi kita akan
bertambah terus. Kita belum pernah merasakan bagaimana menginfaqkan
mobil sekali waktu kita berusaha untuk menginfaqkan mobil. Begitu
antum punya uang sedikit, terus berinfaq. Terus seperti itu kita latih
sambil menjaga jarak. Kita membuat sirkulasi jadi bagus.
Kelima adalah mulailah melakukan bisnis real. Terjun ke dalam bisnis
secara langsung. Karena Rasulullah SAW mengatakan 9 per 10 rezeki itu
ada dalam perdagangan. Saya juga ingin menasehati ikhwah-ikhwah yang
sudah jadi anggota DPR dan DPRD, jangan mengandalkan mata pencaharian
dari gaji DPR dan DPRD. Itu bahaya. Sebab belum tentu kader-kader di
Riau ini nanti masih menginginkan Pak Khairul untuk periode selanjutnya.
Belum tentu juga jama’ah menunjuk kita lagi sebagai anggota dewan
padahal gaya hidup sudah berubah. Anak-anak kita kalau kenalan dengan
orang, bapak saya anggota dewan padahal itu hanya sirkulasi. Jadi
setiap kali kita mendapatkan pendapatan dari gaji karena pekerjaan
seperti ini, kita-harus hati-hati itu bahaya.
Jadi pendapatan paling bagus itu tetap dari bisnis. Oleh karena itu,
mulai sekarang itu belajarlah terjun ke dunia bisnis. Jatuh bangun
waktu bisnis tidak ada masalah, terus saja belajar. Tidak ada juga
orang langsung jadi kaya. Yang antum perlu terus berbisnis. Begitu
juga dengan para ustadz, teruslah bisnis. Begitu juga dengan seluruh
pengurus DPW-DPD dan seterusnya. Teruslah berbisnis. Lakukan bisnis
sendiri.
Sesibuk-sibuknya kita, kita perlu mempunyai bisnis sendiri
sekecil-kecilnya. Tidak boleh tidak. Itulah sumber rezeki yang
sebenarnya. Kalau antum mau kaya sumbernya adalah dagang. Rezeki itu
datangnya dari 20 pintu, 19 pintu datangnya dari pedagang dan hanya 1
pintu untuk yang bekerja dengan keterampilan tangannya, yaitu para
professional. Misalnya akuntan itu kan professional, pekerja pintar,
tapi kalau sumber rezekinya satu makanya uangnya terbatas. DPR juga
begitu sumbernya satu, yakni gaji bulanan, itu hanya 5 tahun. Itu pun
kalau tidak di PAW sebelumnya.
Jadi kalau saya ketemu dengan ikhwah dari dewan, hari-hati jangan
sampai mengandalkan mata pencaharian dari situ. Selain itu potongan
dari DPP, DPW, DPD juga besar. Untuk ma’isyah sendiri kita harus cari
di sumber lain.
Waktu kita terjun ke bisnis, kita pasti gagal. Gagal pertama, gagal
kedua, gagal ketiga, gagal keempat tapi teruslah jangan pernah putus
asa. Saya punya partner bisnis. Dia mulai bisnis umur 16 tahun, semua
jenis pekerjaan sudah dia lakukan. Pada suatu waktu dia mempunyai 38
perusahaan tapi dari 38 perusahaan ini hanya 6 yang menghasilkan uang.
Kita lihat berapa ruginya. Jadi seringkali kita salah pandang terhadap
orang kaya. Kita pikir tangannya tangan dingin semua yang disentuh
jadi uang. Ternyata tidak juga. Jadi hal-hal seperti itu harus kita
hadapi secara wajar jangan shock kalau rugi.
Jangan berfikir dengan berdagang antum akan cepat jadi kaya. Yang
menentukan antum cepat berhasil dalam dagang itu adalah secepat apa
antum belajar. Cara belajar itu ada dua: baca buku atau sekolah atau
bergaul dengan orang-orang sukses. Nanti, kalau sudah baca buku sudah
bergaul dengan orang sukses, masih gagal juga. Teruslah berdagang.
Teruslah bergaul. Teruslah seperti itu karena setiap orang tidak tahu
kapan saatnya dia ketemu dengan momentum lompatannya.
Alhamdulillah kita dipertemukan oleh Allah di pagi hari ini, walaupun kemarin saya ragu-ragu, apakah saya bisa hadir hari ini atau tidak. Istri saya sakit demam berdarah dan dirawat di rumah sakit hingga hari ini.
Alhamdulillah, hari ini ada perbaikan sedikit dan bisa ditinggal. Selain itu, rasanya sudah rindu sama antum semuanya karena cukup lama tidak kesini.
Sebenarnya saya punya rencana kunjungan ke sini pada bulan Januari yang lalu dalam rangkaian jaulah ke 13 DPW bersama 13 pengurus Bidang Kaderisasi dan Bidang Pembinaan Wilayah. Rencana itu dibatalkan karena saat itu sedang musim pesawat jatuh, jadi ada 8 DPW yang kita pending perjalanannya termasuk ke kota Pekan Baru ini.
Ikhwah sekalian.Pagi ini kita bicara tentang uang. Sudah lama sekali saya mengusulkan bagian kurikulum di departemen kaderisasi untuk memasukkan pokok bahasan tentang uang.
Gagasan-gagasan itu mulai muncul ketika saya dahulu berada di awal dakwah ini. Salah satu pekerjaan yang saya lakukan adalah Lajnah Minhaj, di Bidang Kaderisasi dulu, bersama Kang Aus. Saat itu, saya ikut menyusun beberapa Materi Tamhidi H1, H2.
Kita memang tidak pernah berfikir untuk menyusun satu materi tentang uang karena yang ada di benak kita, bahwa bagian-bagian dari tarbiyah itu adalah tarbiyah ruhiyah, tarbiyah fikriyah dan tarbiyah jasadiyah. Ketika kita membuat partai, kita menambah sedikit yaitu materi tarbiyah siyasiyah.
Jadi, kalau wasilah dari tarbiyah ruhiyah itu banyak, ada Lailatul Katibah juga mutaba’ah yaumiyah. Wasilah tarbiyah fikriyah juga banyak ada tatsqif dan macam-macam. Tarbiyah jasadiyah ada latsar, ada mukhoyam. Tarbiyah siyasiyah sudah dengan sendirinya karena ada wasilah berupa partai.
Tapi, kita semuanya menghadapi suatu benturan realita yang disebabkan karena ada missing link dalam sistem berfikir kita. Ada satu kosakata yang tidak masuk ke dalam benak kita padahal itu sangat menentukan masa depan kita yaitu uang. Jika ada yang bertanya kenapa kita miskin maka jawabannya karena memang kita tidak belajar masalah uang.
Ikhwah sekalian. Salah satu gejala benturan budaya yang sering kita lihat muncul bersama munculnya orang-orang setengah kaya baru. Tapi itu lebih disebabkan karena bibit-bibit kemiskinan itu memang ada dalam diri kita, ada di lingkungan kita, bahkan ketika kita mulai membuat partai. Padahal kita belum kaya dan memang belum kaya.
Apabila kita memakai standar Kiyosaki, masuk dalam tahap aman pun belum. Tapi sudah dianggap kaya hanya karena sedikit beda dengan teman-teman ikhwah yang lain. Kita dianggap kaya karena memiliki mobil padahal mobil itu kebutuhan pokok dalam fiqih Islam. Kita juga dianggap kaya karena sudah bisa bangun rumah, padahal itu indikator dari garis kemiskinan.
Rasulullah mengatakan, “Cukuplah bagi seorang Muslim itu bahwa diapunya sebuah rumah dan seorang pembantu.” Jadi, rumah itu sama dengan pakaian. Hanya saja, di lingkungan kita, banyak yang mempunyai anggapan, orang disebut kaya kalau sudah punya rumah.
Ikhwah sekalian. Oleh karena itu, banyak sekali yang bolong dalam tsaqafah kita tentang uang. Kita bukan hanya salah membuat persepsi-persepsi itu, tetapi juga terkadang mempunyai kecenderungan anti uang.
Kalau istilah almarhum Ust Rahmat Abdullah, ikhwah itu sabar menderita tapi tidak sabar melihat orang lain lebih kaya. Makanya mudah muncul gosip di kalangan orang yang punya sedikit kelonggaran secara finansial apalagi kalau sebab kelonggaran finansialnya itu karena dia menjadi anggota dewan.
Jadi, pada tahun 1999, saya jadi ketua Tim Khusus. Pada waktu itu sebagai Sekjen saya tahu persis di mana letak daerah kuatnya PKS kalau saya mau jadi anggota dewan. Ketika itu saya dicalonkan dari Bandung, Jakarta dan Sulawesi Selatan atas usul DPW masing-masing. Nah, pilihan tertinggi jatuh pada Sulawesi Selatan.
Waktu itu saya belum mau jadi anggota dewan karena saya belum punya rumah dan mobil. Saya tidak mau bila nanti ada persepsi bahwa saya punya mobil dan rumah karena jadi anggota dewan. Oleh karena itu saya pilih Sulawesi Selatan. Jika saya pilih Bandung atau Jakarta pasti saya terpilih jadi anggota dewan pada tahun 1999.
Saya mengerti persepsi-persepsi, gosip dan fitnah tentang harta di kalangan kita itu banyak disebabkan tsaqafah yang bolong tentang uang. Jadi, kita bukan hanya tidak berbakat jadi kaya tapi juga tidak senang dengan orang kaya dan cenderung anti kekayaan.
Kapan saatnya kita mulai mengalami benturan keuangan. Yang pertama setelah kita punya anak. Dahulu waktu saya kuliah, kita dimotivasi untuk cepat menikah oleh para murabbi kita dengan satu alasan kemaksiatan sudah merajalela di sekitar kita. Daripada kita berzina, lebih baik kita menikah. Kalau kita berargumen lagi bahwa belum ada pekerjaan karena kita masih kuliah, jawabannya adalah “tawakkal ‘alallah, innallaha Ghoniy”. Seluruh alasan-alasan aqidah dikerahkan untuk mendorong kita nikah.Sebagian besar angkatan saya menikah di tahun pertama waktu kuliah. Saat itu saya belum menikah.
Di tahun kedua lebih banyak lagi yang menikah, saya belum menikah. Di tahun ketiga lebih banyak lagi yang menikah. Saya termasuk yang telat menikah pada waktu itu. Tapi kemudian kita menemukan fakta bahwa ikhwah-ikhwah yang menikah semasa kuliah itu sebagian besar angka pelajarannya jeblok karena disibukkan dakwah juga harus mencari ma’isyah.
Saya menikah di tahun keempat setelah angka saya stabil karena naik
satu point lagi. Dosen saya sampai mengatakan, kalau kamu ambil
Master, menikah satu kali lagi.
Ada ikhwah yang mengatakan kepada saya, Masya Allah, antum ini
merencanakan sesuatu dengan detail. Saya bilang antum punya semangat
tapi tidak punya rencana yang bagus.
Jadi kita semua mulai mengenal uang dan mempunyai persepsi bahwa uang
itu perlu ketika anak kita menangis. Ketika saya datang ke calon
mertua saat itu, beliau anggota DPR dan sudah 17 tahun menjadi salah
satu petinggi GOLKAR untuk melamar, dia bertanya ke saya: “Anak saya
mau dikasih makan apa?” Saya bilang mungkin saya tidak share di rumah
bapak tapi insya Allah tidak makan batu.
Kemudian dia bertanya lagi. “Pendapatan kamu berapa?” Saya jawab, saya
ada beasiswa 200 ribu perbulan. “Selain itu apa iagi?” Saya bilang
tidak ada. “Masih kuliah”. Tapi waktu itu istri saya mengancam, kalau
tidak kawin dengan saya, dia tidak mau kawin lagi. Akhirnya kita
menikah juga.
Jadi, kita ini, ikhwah learning by accident. Belajar dari benturan.
Ikhwah sekalian. Rasanya saya sendiri sebenarnya tadinya tidak pernah
tertarik mengenal uang lebih jauh. Karena 6 tahun saya di pesantren
juga tidak pernah belajar uang. Lima tahun setengah kuliah di LIPIA
Fakultas Syari’ah juga tidak pernah belajar uang kecuali 1 bab dalam
pelajaran Fiqh yaitu kitab zakat. Itupun dalam orientasi Amil Zakat,
tidak ada orientasi menjadi muzakki.
Saya mulai tertarik mengenal uang seteiah mengalami benturan yang di
awal tadi saya ungkapkan, juga benturan ketika saya di Sekjen. Setelah
jadi Sekjen itulah saya mulai menilai ada suatu masalah besar yang
akan kita hadapi kalau masalah-masalah ini tidak selesai.
Sejak itulah saya mempelajari hal ini. Sebelumnya, meskipun saya
mengajar Ekonomi Islam di Ul, banyak belajar dan membaca
masalah-masalah ekonomi, juga banyak membaca buku-buku bisnis dan
bergaul dengan orang-orang bisnis, saya belum seberapa tertarik secara
langsung dan punya perhatian secara khusus terhadap masalah uang.
Ketertarikan itu mulai muncul setelah mengalami benturan betapa
sulitnya kita mendanai aktifitas kita setelah kita terjun di
perpolitikan ini.
Ikhwah sekalian. Saya ingin bicara 3 point supaya kita lebih terarah
dalam soal uang. Pertama, mengapa Islam menyuruh kita kaya. Kedua,
mencari penjelasan tentang mengapa kita miskin. Ketiga, bagaimana kita
mulai merekontruksi kehidupan finansial kita.
Ibnu Abid Dunia menjelaskan beberapa alasan tentang mengapa kita semua
diperintahkan untuk menjadi kaya dalam Islam itu. Alasan pertama,
karena harta itu tulang punggung kehidupan. Makanya orang kalau punya
harta punggungnya tegak. Kalau tidak punya harta, punggungnya rada
bungkuk sedikit. Antum lihat orang-orang Amerika kalau datang ke sini
tegap-tegap semua kan, karena punya duit. Pejabat-pejabat keuangan
kita kumpul di CGI tunduk-tunduk semua, karena mau pinjam duit.
Allah SWT mengatakan “Janganlah kamu berikan harta-harta kamu kepada
orang-orang bodoh (orang-orang yang tidak sehat akalnya) yaitu harta
yang telah Allah jadikan kamu sebagai yang membuat punggung tegap.”
Jadi, hidup kita tidak normal begitu kita tidak punya uang. Kita pasti
punya banyak masalah begitu kita tidak punya uang.
Alasan kedua, peredaran uang itu adalah indikator keshalehan atau
keburukan masyarakat. Apabila uang itu beredar lebih banyak di tangan
orang-orang jahat maka itu indikasi bahwa masyarakat itu rusak.
Apabila uang itu beredar di tangan orang-orang shaleh maka itu
indikasi bahwa masyarakat itu sehat.
Masyarakat Indonesia ini rusak salah satu indikasinya karena
orang-orang shalehnya sebagian besar adalah para fuqara wa masakin.
Ahlul masjid di negeri ini terdiri atas fuqara dan masakin. Bahkan
sebagian besar orang mungkin mengunjungi masjid bukan karena
benar-benar ingin ke masjid melainkan karena tidak punya tempat untuk
dipakai mengaktualisasikan diri.
Antum lihat orang-orang tua yang datang ke masjid biasanya orang yang
kalah dalam pergulatan sosial. Kalau dia tentara, biasa setelah
pensiun baru dia ke masjid. Kalau dia pedagang, biasanya setelah dia
bangkrut baru dia ke masjid.
Rasulullah SAW mengatakan “Sebaik-baik uang itu adalah uang yang
beredar di tangan orang-orang shaleh”. Jadi, apabila kita yang ada di
sini tidak mengendalikan uang yang ada di Riau, itu adalah tanda-tanda
yang tidak bagus.
Kenapa? Karena kalau uang itu berada di tangan orang shaleh maka uang
itu akan mengalir di saluran-saluran yang baik. Kalau ibu-ibu di sini
dibagikan Rp 1 Milyar, kira-kira uang itu akan diapakan. Buat daftar
belanjanya. Antum bisa lihat semuanya itu belanja kebaikan. Pertama,
pasti akan dipakai untuk potongan buat partai. Coba lihat anggota DPR,
begitu jadi anggota Dewan, yang pertama potongan buat partai.
Waktu itu ada teman dari Golkar dan PPP, “Itu dana konstituen
diapakan?” Kita jawab itu tidak lewat kita, melainkan langsung ke
Dapil (Daerah Pemiiihan). Uang yang masuk ke tangan orang shaleh pasti
mengalirnya di kebaikan juga.
“Kalau gajinya berapa dipotong? Kalau kita di Golkar cuma 2,5 juta per
bulan dipotong.” Kalau di PKS itu bisa 50 sampai 60% di potong. Jadi,
antum lihat daftar belanjanya orang shaleh.
Kedua, untuk rihlah, kemungkinan itu pergi umrah atau menghajikan
keluarga atau naik haji sendiri. Bapak-bapaknya pun kalau punya uang 1
Milyar, tidak jauh-jauh dari situ juga: infaq buat partai,
menyenangkan keluarga, dan operasional pribadi untuk dakwah pribadinya
juga.
Semuanya di jalur kebaikan. Bila ada kenikmatan, tidak mungkin dia
pergi judi. Tidak mungkin juga dia pergi ke tempat prostitusi.
Paling-paling dia cari jalur halal.
Tapi coba sebaliknya, kalau uang itu beredar di tangan orang jahat,
larinya juga kepada kejahatan. Salah seorang saudara saya cerita,
waktu itu ada seorang kaya sangat kaya di daerah Indonesia. Orangnya
masih hidup sekarang. Dia punya private jet. Saking kayanya, dia suka
main judi ke London. Pesawat private jet itu berjenis Boeing.
Jadi, kalau pergi dia itu membawa rombongan, biasanya dia parkir di
sana 1 minggu atau 2 minggu. Itu kalau parkir, kan bayar. Selama dia
main judi, dia persilahkan teman-temannya yang ingin pakai pesawatnya,
seperti layaknya meminjamkan mobil.
Sekali main, dia biasanya bisa rugi sampai 5 juta dollar, meskipun
kadang-kadang untung 8 juta dollar. Sekali waktu mereka main ke sana,
sudah beberapa hari kangen dengan Nasi Padang. Dia bilang ke pilotnya
tolong ke Singapore beli Nasi Padang terus balik lagi ke London.
Begitulah cara mereka menggunakan uang.
Kalaupun orang kaya itu muslim, tidak berjudi, tapi dia tidak punya
visi dakwah dan tidak hidup untuk satu misi besar dalam hidupnya, dia
pasti akan menggunakan uangnya untuk kesenangan pribadi, seperti
perhiasan dan seterusnya.
Saya punya kawan, kalau dia pakai seluruh perhiasannya kira-kira
sekitar 2 juta dollar di badannya, cincinnya 1 juta dollar. Mobilnya
1/2 juta dollar, jam tangannya bisa sampai 2 milyar. Adalagi temannya
kira-kira punya 200-an jam tangan. Sebuah jam tangan itu harganya
kira-kira 2 milyar.
Lebih buruk lagi, kadang-kadang orang kaya yang tidak baik memakai
uangnya untuk memerangi kebaikan. Itulah yang terjadi ketika
orang-orang Yahudi memegang kendali keuangan dunia.
Maka dari itu, menjadi kaya itu bagi kita adalah satu keharusan, untuk
mengembalikan keseimbangan sosial, kehidupan di tengah-tengah kita.
Ketiga, terlalu banyak perintah syariah yang hanya bisa dilaksanakan
dengan uang. Antum lihat 5 rukun Islam. Syahadat tidak pakai uang,
sholat tidak pakai uang, puasa tidak pakai uang tapi zakat dan haji
pakai uang. Kalau 200 ribu orang umat Islam Indonesia tiap tahun pergi
haji. Rata-rata mengeluarkan 5000 dollar, coba antum kalikan berapa
banyaknya uang yang beredar untuk melaksanakan satu ibadah. Belum lagi
jihad.
Jadi, kita tidak bisa berjihad kecuali dengan uang. Misalnya kita di
lndonesia sekarang mau pergi ke Palestina untuk pergi perang, tenaga
kita tidak diperlukan karena tenaga sudah cukup dengan ada yang
disana. Rasul mengatakan, “Siapa yang menyiapkan seorang bertempur
maka dia juga sudah dapat pahala perang”.
Jadi banyak sekali perintah-perintah Islam yang memerlukan uang. Waktu
Rasulullah SAW hijrah ke Madinah, di antara hadits-hadits pertama yang
beliau sampaikan pada waktu itu adalah “Afsussalam wa ath’imu tho’am”.
Jadi mentraktir itu tradisi nabawiyah. Sering-seringlah mentraktir
karena itu perintah Nabi, dan ini turunnya di Madinah pada saat
menjelang mihwar daulah. Kira-kira di jaman kita inilah, di mihwar
dakwah kita sekarang.
Washilul arham dan sambung tali shilaturahim. Antum akan melihat nanti
di akhir penjelasan saya nanti bahwa ciri-ciri orang maju itu salah
satunya adalah kalau belanjanya dalam 3 hal lebih besar daripada
belanja kebutuhan lauk-pauknya, salah satunya belanja komunikasi.
Jadi, kalau biaya pulsa kita tinggi itu indikator yang baik, itu
artinya silaturahim kita jalan. Jangan missed call, suruh orang telpon
balik.
Keempat, karena harta itu adalah hal-hal yang dibangga-banggakan oleh
manusia sehingga menentukan strata sosial. Antum akan lebih berwibawa
dan didengar orang kalau punya uang.
Apabila tidak punya uang, biasanya kita juga biasanya jarang didengar
oleh orang. Misalnya dalam keluarga. Antum bersaudara ada 7 orang.
Kalau kontribusi finansial antum dalam keluarga itu tidak banyak dan
bila antum satu-satunya da’i dalam keluarga, dakwah antum juga kurang
didengar oleh keluarga. Karena di samping ingin mendengarkan nasihat
yang baik orang juga ingin mendapatkan uang yang banyak. Hadiah-hadiah
pada hari lebaran, infaq-infaq dan seterusnya dan itu biasanya
melancarkan dakwah kita.
Saya hadir pada suatu waktu di sidang Ikatan Anggota Parlemen
Negara-negara OKI. Setiap kali ada waktu bertanya, yang paling pertama
diberi kesempatan bertanya itu utusan dari Arab Saudi, sedangkan
utusan dari negara miskin seperti Maroko atau Tunisia biasanya tidak
dapat giliran, kalau bukan sendiri yang angkat tangan.
Masalah harta ternyata juga berpengaruh pada hal-hal seperti itu.Pada
tahun 1994 saya ke Jerman. Dua tahun baru selesai kuliah, di sana saya
bertemu dengan salah seorang ikhwah pengusaha yang punya beberapa
supermarket di sana.
Dia datang menemui saya memakai Mercy. Saya protes kepada dia dengan
semangat dakwah dan jihad, antum itu tega pakai Mercy, saudara-saudara
antum di Palestina di sana masih berjuang, antum hidup di Jerman ini
pakai Mercy bagaimana ceritanya. Dia bilang nanti saya jelaskan, antum
ikut saya saja dulu. Saya diajak keliling supermarketnya dulu.
Orang itu memang kaya. Sudah keliling dia bilang, di Jerman ini kalau
kau ingin ketemu seorang direktur, begitu kamu parkir mobil, nanti
direktur itu suruh sekretarisnya tengok dia itu pakai mobil apa. Jika
kau tidak pakai Mercy nanti sekretarisnya bilang direktur sedang tidak
ada. Kalau kau pakai Mercy kau disambut baik-baik oleh mereka. Mercy
ini wajib di sini.
Itu hal-hal yang dibangga-banggakan oleh manusia. Dan itu berkali-kali
disebutkan dalam Al-Qur’an. Oleh karena itu sebagai Muslim saya ingin
didengarkan orang, apalagi kita sebagai da’i kita perlu punya wibawa
di depan orang. Sebagian dari wibawa itu juga dibentuk oleh kondisi
finansial kita.
Ulama-ulama kita juga meriwayatkan bahwa ternyata di antara hal-hal
yang disenangi oleh wanita kepada laki-laki salah satunya adalah
uangnya. Perempuan itu katanya menyenangi pada laki-laki kalau dia
lebih pintar daripada si perempuan, kalau dia lebih kaya daripada
perempuan, lebih kuat daripada perempuan. Dan kepemimpinan itu kan
diberikan kepada laki-laki salah satu sebabnya karena kewajiban
memberlkan nafkah itu. Kalau kita ingin berwibawa di depan istri
tolong kewajibannya ditunaikan dengan sempurna. Itu akan menaikkan
wibawa kita depan Istri.
Seorang istri itu tidak hanya membutuhkan seorang suami yang romantis
tapi juga seorang suami yang romantis realistis. Ada seorang akhwat
berkata kepada saya, saya sebenarnya tidak materialistis tapi
masalahnya kita realistis karena kita tidak bisa hidup tanpa materi.
Dan kalau materi kita sedikit maka hidup kita juga tidak akan nyaman.
Sedikit banyak itu juga penting.
Kelima, harta itu salah satu sebab yang dapat membuat orang itu bisa
bahagia di dunia. Jangan lagi pernah bilang “biar miskin asal
bahagia.” Sekarang perlu kita balik, “biar kaya asal bahagia.”
Saya ingat guru saya waktu SD selalu mencari kamuflase bahwa walaupun
kita miskin tetap bisa bahagia. Memang bisa, tapi susah. Adalagi yang
bilang “Uang tidak bisa membeli cinta”. Memang tidak bisa, tapi kalau
kita jatuh cinta dan punya uang itu lebih enak.
Rasulullah SAW realistis sekali ketika dia mengatakan bahwa di antara
yang membuat orang itu bahagia adalah pertama, Istri yang sholehah.
Kedua, rumah yang luas, dalam hadits lain disebutkan kamar-kamarnya
banyak. Menurut Syeikh Qordlowy yang disebut kamar-kamar itu minimal
enam kamar. Satu buah kamar untuk suami istri, sebuah kamar untuk anak
laki-laki, sebuah kamar untuk anak perempuan, sebuah kamar untuk
pembantu, dua buah kamar lainnya untuk kerabat suami dan istri yang
datang menginap di rumah. Itu 6 kamar tidak termasuk dapur, ruang
makan, ruang keluarga, ruang tamu, perpustakaan keluarga dan musholla.
Kelanjutan dari hadits itu, dan kendaraan yang nyaman. Antum
perhatikan Rasulullah mengatakan rumah dan kendaraan. Rumah itu adalah
indikator stabilitas, kendaraan itu adalah indikator mobilitas.
Rasulullah mengatakan kendaraan yang nyaman bukan sekadar kendaraan.
Naik angkot itu juga kendaraan tapi belum tentu nyaman, tapi kalau ada
sedan yang empuk sehingga kita bisa rehat, itu lebih bagus. Pulang
mengisi Liqa’ kalau kendaraannya nyaman kan sedikit mengurangi
kelelahan. Itu juga perlu garasi.
Jika suaminya pengurus DPW, istrinya pengurus DPW, maka masing-masing
perlu kendaraan juga. Kalau anaknya 7 siapa yang antar anaknya
sekolah, jadi minimal perlu 3 mobil.
Waktu saya tidak punya mobil, saya punya motor. Anak saya sekolah di
Al-Hikmah, jadi kalau pulang diantar sama keponakan saya. Anak saya
diikat, takut kalau tidur sewaktu-waktu bisa jatuh dari motor. Saya
bilang “saya dosa kalau anak saya sampai meninggal”. Akhirnya saya
menelepon teman saya, “Tolong sediakan mobil untuk saya.”
Itulah pertama kali saya punya mobil. Dosa kita, kasihan anak itu
jatuh dari motor. Setengah mati kita pupuk-pupuk, kita lahirkan dengan
baik, tapi mati karena kecelakaan begitu.
Kalau suaminya pengurus DPW dan istrinya aktif di Salimah atau di Pos
Wanita Keadilan, kan perlu mobilitas juga. Masa suaminya pergi pakai
mobil, sedangkan istrinya pergi rapat ke mana-mana sambil gendong
anak. Dia sudah hamil 9 bulan, merawat anak, malam tidak tidur.
Kita zhalim juga terhadap istri kalau kita tidak memberikan hal-hal
yang membuat dia nyaman dalam kehidupan. Untungnya waktu kita menikah
dulu banyak akhwat kita yang tidak tahu hadits ini. Padahal dalam
banyak pendapat di berbagai mazhab misalnya di madzhab Imam Syafi’i,
apalagi Imam Malik, kewajiban wanita itu yang sebenarnya hanya
melayani suami dan mendidik anak, sedangkan pekerjaan rumah tangga,
mencuci dan seterusnya, itu tidak termasuk dalam kewajiban wanita.
Qiyadah-qiyadah akhwat mengikuti daurah tingkat nasionat kemarin di
Jakarta. Coba bayangkan akhwat-akhwat kita sebagian besar sarjana.
Waktu kuliah dia direkru kan salah satu alasannya karena dia anashirut
taqyir dan otaknya brilian. Banyak akhwat kita Indeks Prestasinya 4,1.
Begitu 10 tahun menikah, dia sudah tidak nyambung lagi dengan suaminya
kalau bicara, karena dia mengalami stagnasi intelektual.
Tiba-tiba dia mengerjakan semua pekerjaan pembantu rumah tangga, dia
melahirkan juga, melayani suami juga, memasak juga, mencuci juga dan
kadang-kadang kita terbawa oleh romantika perjuangan. Rasanya heroik
melihat istri mencuci, suami pulang dakwah dalam keadaan lelah, istri
di rumah mencuci, mengepel lantai.
Sepuluh tahun kemudian kita di elus-elus oleh istri, kita pikir sedang
dipijiti, padahal hanya di elus-elus karena tangannya dipakai untuk
mencuci, jadi tangannya sudah bukan tangan ratu. Sementara suami
pegang pulpen, pegang kertas karena sibuk mengisi halaqah, sedangkan
pekerjaan yang kasar-kasar dikerjakan oleh istri.
Sudah saatnya pekerjaan-pekerjaan begitu kita delegasikan kepada
mesin. Jangan buang waktu di dapur, di tempat mencuci, delegasikan
kepada mesin. Kita ini orang-orang pilihan dari umat kita.
Berapa banyak orang yang sarjana di negeri ini? sedikit. Makanya kalau
Capres syaratnya S-2 calonnya juga nanti sedikit. Saya tidak setuju
kalau capres itu syaratnya S-1, tamat SD pun bisalah. Sebagian besar
orang ikut.
Jadi, yang bisa merasakan pendidikan tinggi itu barang elit di negeri
ini. Jadi, kalau akhwat kita yang sarjana itu setelah nikah disuruh
jadi pembantu rumah tangga atas nama kesetiaan, ketaatan, cinta dan
sejenisnya maka kita telah berbuat zalim terhadap SDM kita sendiri.
Mungkin akhwat kita itu sabar-sabar, dia menerima keadaan. Tetapi,
walaupun dia menerima keadaan, kita kehilangan potensi. Kita
kehilangan umur-umur terbaik. Sebenarnya kalau dipacu untuk dakwah,
untuk kepentingan lebih besar, lebih strategis, faedah yang didapatkan
pun akan jauh lebih besar.
Waktu kita ini tidak akan cukup mengerjakan hal-hal tersebut maka
belilah waktu orang lain. Hitung-hitung, kalau beli tenaga pembantu
kita buka lapangan kerja, kita bukan hanya mendelegasikan pekerjaaan
kita juga buka pekerjaan bagi orang lain.
Kira-kira itulah 5 alasan mengapa kita itu perlu kaya. Memang,
walaupun kita miskin kita masih bisa bahagia, tapi itu jauh lebih
susah. Bahkan terkadang kekayaan itu lebih mendekatkan orang kepada
Allah SWT dibanding kemiskinan.
Makanya Rasul mengatakan tentang minum susu, makan habbatussauda’,
madu. Coba kalau antum, misalnya, tidur di atas kasur yang empuk dalam
ruangan yang ber-AC, tidur 2 jam itu bisa sangat nyenyak. Apalagi
minum susu hangat sebelum tidur. Bangun pagi minum madu campur
habatussauda.
Saya kira kita perlu memperbaiki dan melihat kembali pemahaman
keagamaan seperti ini secara benar. Sehingga kita jangan menganggap
kemewahan itu justru melelahkan orang tapi bikin orang nyaman. Inilah
5 alasan mengapa kita harus kaya.
Sekarang saya ingin lebih jauh menembus kembali mengapa kita miskin
selama ini. Sebabnya kita miskin adalah pertama, karena kita memiliki
pemahaman agama yang salah. Salah satunya 5 alasan tadi tidak beredar
di kalangan kita. Sekarang coba kita tonton acara TV, nonton
acara-acara ceramah subuh di televisi. Kita akan lihat sebagian besar
ceramah-ceramah televisi itu menyuruh orang-orang miskin itu semakin
miskin atas nama kesabaran. Bahkan ada perang terhadap materialisme,
karena itu kita harus zuhud sekarang.
Pemahaman tentang kezuhudan itu salah satu pemahaman yang paling
banyak merusak kita. Karena kita tidak tahu bedanya orang zuhud dengan
orang miskin. Imam Ghazali mengatakan orang zuhud itu adalah orang
yang punya dunia lalu meninggalkannya dengan sadar. Orang miskin itu
adalah orang yang ditinggal dunia.
Kalau ada orang miskin tidak dapat makan lalu puasa Senin-Kamis itu
bukan orang zuhud. Itu orang miskin yang berusaha memaksimalisasi
kondisi keterbatasannya agar tetap dapat pahala, daripada tidak makan
dan tidak dapat pahala lebih bagus tidak makan dapat pahala. Orang
zuhud itu orang pasca dunia kalau orang miskin itu orang pra dunia.
Kita lihat Rasulullah SAW itu sudah kaya raya sebelum menjadi Nabi.
Kemiskinan Rasulullah yang kita baca di hadits-hadits itu adalah
kemiskinan atas pilihan. Itu adalah pilihannya karena dia punya misi
yang jauh lebih besar, yakni: yang begini itu dia tidak perlu lagi,
sudah selesai.
Bahkan Rasulullah mengatakan semua nabi-nabi itu sebagian besarnya
kaya. Tidak ada lagi nabi yang diutus setelah nabi Syu’aib melainkan
pasti dia berasal dari keluarga kaya dari kaumnya.
Rasulullah itu mengenal uang waktu umurnya 8 tahun, dia mulai kerja
dan mendapatkan gaji. Pekerjaan pertamanya menggembala kambing. Umur
12 tahun dia sudah pulang pergi luar negeri ikut dalam bisnis
keluarga. Umur 15 sampai 19 tahun ikut dalam perang sehingga punya
pengalaman mlliter.
Umur 20 tahun, rasul sudah jadi pengusaha investornya adalah Khadijah.
Waktu umur 25 tahun dia nikah dengan investornya. Berapa maharnya?
Seratus ekor unta. Berapa harga seekor unta sekarang? Jauh lebih mahal
dari 1 ekor sapi. Kira-kira 10 juta 1 ekor unta. Jadi totalnya 1
milyar. Anak muda 25 tahun punya uang cash 1 milyar. Itu maharnya tapi
yang disimpan itu masih ada.
Walaupun Rasulullah SAW setelah menjadi Nabi mengatakan sebaik-baik
wanita adalah wanita yang cantik dan mahar yang murah, itu sebagai
sistem tapi dalam tradisi jahiliyah itu status. Oleh karena itu, waktu
pamannya yang bernama Abu Thalib menyampaikan khutbah nikahnya sebagai
sambutan keluarga pada pernikahan Rasulullah SAW, beliau mengatakan
sesungguhnya orang Quraisy tahu bahwa Muhammad salah saorang pemudanya
yang terbaik, yang paling terhormat. Layaklah dia nikah dengan
Khadijah karena maharnya tersebut. Pemuda berusia 25 tahun punya uang
1 milyar, sedangkan kita 25 tahun baru selesai perguruan tinggi dan
karya terbesar kita adalah menulis lamaran kerja.
Ini pemahaman keagamaan yang beredar di kalangan kita yang membuat
kita ini miskin. Itu sebabnya di zaman penjajahan dahulu, para
penjajah itu dengan sengaja menghidupkan kelompok-kelompok sufi di
tengah masyarakat. Paham sufiyah dihidupkan supaya orang-orang miskin
itu tidak pernah bermimpi menjadi kaya dan merasa benar bahwa dia miskin.
Maka, langkah pertama menuju kekayaan adalah perbaiki dulu pemahaman
keagamaan kita. Saya dulu sekolah di pesantren 6 tahun. Tempatnya dulu
itu di hutan bahkan tidak ada mobil lewat di sana. Kalau kita ingin
mendapatkan kendaraan umum, kita harus jalan 3 km terlebih dahulu.
Pada suatu hari ada badai datang dan menerbangkan seluruh atap gedung,
masjid, dan seluruh benda yang ada di situ. Semuanya mudah
diterbangkan karena bangunan yang ada adalah bangunan murah semuanya.
Tiap hari, kita makan hanya nasi dan kecap selama 6 tahun.
Setiap kali kita makan, guru saya selain bilang ini nasi akan membuat
kamu besar. Cuma butuh waktu. Karena itu fisik saya kecil. Karena pada
masa pertumbuhan, kita tidak mendapatkan gizi yang baik dengan alasan
latihan sabar, perjuangan.
Waktu itu saya bilang ini sekolah sengaja disimpan jauh dari kota
karena kota itu neraka, disini kita hidup dengan cara yang benar.
Waktu saya mau ke Jakarta untuk kuliah, saya minta guru saya
istikharah buat saya, satu bulan kemudian saya datang dan dia
menganjurkan saya untuk kuliah di Jakarta saja di LIPIA, karena LIPIA
itu selingkar syurga yang di kelilingi oleh neraka.
Itulah pemahaman keagamaan yang kita warisi. Waktu saya kuliah di
LIPIA, juga belajar syariah namun tetap tidak ada yang mengajarkan
kita pemahaman keagamaan yang benar tentang kekayaan.
Kedua, karena kita tumbuh dalam lingkungan pendidikan yang tidak
mengajarkan kita dasar-dasar yang benar untuk menegakkan kehidupan.
Lihat kurikulum yang kita pelajari. Tidak satupun yang kita pelajari
di sekolah itu benar-benar kita pakai dalam kehidupan yang real kita.
Sekarang belajar bahasa Inggris sejak kelas 4 SD sampai perguruan
tinggi. Tahun pertama itu 10 tahun, tetapi TOEFL kita tidak
bagus-bagus. Padahal bahasa itu adalah sarana komunikasi yang
seharusnya itu menjadi basic (dasar).
Begitu juga tentang uang, kita tidak pernah sama sekali belajar di
sekolah tentang uang. Saya dulu belajar hitung dagang di sekolah tapi
itu pelajaran yang paling kita tidak suka. Jadi lingkungan pendidikan
kita juga seperti itu.
Setelah kita tarbiyah pun, hal-hal seperti ini juga belum diajarkan.
Mungkin karena satu hikmah ataupun yang lainnya yang tidak kita
ketahui. Tetapi kalau kita membaca literatur yang ditulis oieh Imam
Hasan AI-Banna, sebenarnya perhatian ke arah ekonomi itu justru malah
besar dari awalnya. Bahkan munculnya gagasan ekonomi Islam itu adalah
anjuran dari beliau.
Salah satunya rintisan dari beliau untuk mulai memperbaiki kehidupan
ekonomi ummat Islam. Oleh karena itu saya menganjurkan kepada ikhwah
di kaderisasi untuk segera membuat materi tatsqif tentang uang, karena
kita periu.
Ketiga, karena kita ini memiliki ciri-ciri orang miskin dalam
kepribadian. Ciri orang miskin: pertama, orang miskin itu tidak pernah
bermimpi jadi orang kaya. Kalau kita baca buku the millionaire mind
(pemikiran milioner), di dalam buku tersebut disebutkan fakta bahwa di
kalangan orang-orang miskin itu berkembang ide-ide yang membuat mereka
itu miskin. Salah satunya karena memang mereka tidak punya mimpi jadi
orang kaya.
Waktu sekolah saya pernah ikut kursus keterampilan membuat sepatu jadi
saya bisa membuat sepatu. Karena kita mindsetnya disiapkan untuk
menjadi buruh, kalau tidak bisa menjadi guru bahasa Arab akhirnya
menjadi tukang sepatu. Kita lihat rintisannya. Jadi kita tidak pernah
punya mimpi untuk menjadi kaya.
Contohnya, kalau kita lihat orang pakai mobil Mercy, tidak pernah
terpikir oleh kita kalau kita juga ingin punya mobii Mercy. Yang
terpikir oleh kita adalah tega-teganya orang ini pakai Mercy.
Pertama kali Ketua Majelis Syuro membangun rumah, banyak sekali ikhwah
yang protes. Saya bilang kenapa kalian protes. Dia tidak pinjam uang
antum. Saya datang ke rumahnya, Masya Allah rumahnya bagus. Ya Allah,
berikanlah saya model rumah yang seperti ini. Kalau kita melihat mobil
bagus, rumah bagus, hinggap sebentar di mobil itu, sapu baik-baik lalu
berdoalah.
Ketika tinggal di rumah mertua, saya bisa tinggal di tempat yang
luasnya beberapa ribu meter. Cuma saya bilang, saya tidak ingin
didominasi oleh mertua. Jadi, setelah menikah saya bilang saya mau
keluar dari rumah ini.
Kata mertua saya, “Kamu mau tinggal di mana?” Itu urusan saya, satu
tahun saya sudah tinggal di sini. Saya keluar. Lalu saya kontrak
rumah. Rumah saya itu mirip kandang ayam, triplek-triplek saja. Ada 3
petak rumah, kalau kita bersin di sini, akan terdengar oleh semua
tetangga.
Lantainya sebagian itu berupa tanah dan saya pun tidak punya kasur.
Saya punya kasur ketika anak ke-3 saya lahir. Istri saya kalau sudah
hari Sabtu atau Minggu mengajak pulang. Saya tahu dia ingin balik ke
sana. Tapi kita belajar menata hidup kita sendiri, tidak tergantung
dari orang.
Setiap hari, saya lewat di depan sebuah rumah besar halamannya luas.
Kalau saya lewat rumah itu saya berjalan pelan-pelan sambil menunggu
bis dari Al-Manar. Saya melewati rumah itu yang terletak di pojok
halaman yang luas dan ada banyak pohon-pohonan. Saya usap-usap itu
temboknya.
Alhamdulillah rumah itu menjadi rumah saya. Apabila saudara antum
punya mobil, antum jangan marah padanya. Jangan tanya uangnya dari
mana. Jangan tanya seperti itu. Antum pegang mobilnya, usap-usap mobilnya.
Sekarang kalau saya mau ke DPP tiap hari lewat Menteng, lewati rumah
yang bagus-bagus, di situ juga ada masjid yang besar yang bernama
Sunda Kelapa. Saya suka berdoa juga di situ. Ya Allah, saya ingin
tinggal di samping masjid ini, tapi bagaimana caranya atur ya Allah.
Syurga saja kita pinta, apalagi hanya rumah.
Suatu waktu saya pernah naik private jet punya Abdul Rizal Bakrie.
Waktu itu, jauh sebelum era partai karena saya suka ceramah di
rumahnya. Kita pergi naik private jetnya. Enak juga naik private jet.
Saya berdo’a juga di situ. Saya juga ingin yang seperti ini karena
enak. Syurga saja kita pinta apalagi seperti ini.
Kemarin, seorang ustad ditanya oleh kader. Kadernya protes, “Ustadz
Hilmi anggota dewannya sudah mulai pada borju semuanya”. Di jawab oleh
Ustadz Hilmi, mereka tidak borju cuma menyesuaikan penampilan dengan
lingkungan pergaulannya. Jadi kalau ikhwah pada kaya-kaya nanti kita
juga bahagia.
Saya paling senang kalau ada ikhwah yang punya private jet, perlu di
dorong itu. Jadi kita tidak pelu belanja tiket lagi kalau ingin ke
Riau. Tidak terikat dengan jadwal penerbangan regular. Dan saya tanya
harga private jet itu, setidak-tidaknya kita sudah tahu harga private
jet itu.
Sewaktu-waktu saya naik mobil Land Cruiser punya teman saya, mobil
saya Kijang, saya bilang mobilmu lebih enak dari mobil saya. Dia
bilang kenapa. Saya bilang saya pikir mobil saya itu paling enak di
muka bumi, ternyata mobil bapak lebih enak. “Memang mobil kamu apa?”
Saya bilang Kijang. Dia bilang, “Oh itu mobil masa lalu saya.”
Ikhwah sekalian. Karakter orang miskin itu harus kita hilangkan. Itu
sebabnya kita miskin. Karena tidak punya mimpi menjadi orang kaya.
Kedua, kita ini umumnya tidak ulet. Senang difasilitasi. Dan, ada
karakter yang buruk di Melayu, pada umumnya senang diberi hadiah
daripada memberi hadiah. Bahagia dan bangga kalau ditraktir makan
daripada kalau mentraktir makan.
Kalau kita ingin menjelaskan orang Cina lebih kaya dibanding kita di
negeri ini, karena dia lebih rajin bekerja. Saya pernah mengisi
pelatihan di Telkom, saya suruh tulis mimpi-mimpi mereka semua. Saya
kasih kertas besar, mereka menulis dan menggambar. Hampir semua mereka
membuat gambar yang sama. Sebuah rumah di sampingnya ada sawah-sawah,
di sampingnya ada masjid, kemudian ada pesawat terbang dan ada ka’bah.
Saya suruh menjelaskan. Dia bilang nanti saya berharap insya Allah
sudah naik haji sebelum pensiun. Setelah pensiun nanti saya punya
rumah di desa di sampingnya ada sawah-sawah, di sampingnya lagi ada
masjid. Jadi dia ibadah kerjanya. Saya bilang bapak pensiun umur
berapa. Dia bilang 55 tahun. Mau menghabiskan sisa umur di desa
disamping masjid dan di samping sawah?.
Kalau bapak diberi umur 80 tahun oleh Allah SWT, berapa sisa umur
bapak. 25 tahun akan bapak habiskan di samping sawah.
Begitu cara kita berfikir, kita menghindari tantangan. Saya pernah
ceramah di direktur keuangan BULOG. Dia mau pensiun dini, dia
tinggalnya di Patra Kuningan dekat rumahnya Pak Habibie. Saya diminta
mengisi ceramah di rumahnya tentang manajemen harta untuk para lansia.
Yang hadir itu angkatan 63 UGM dari Fakultas Ekonomi semuanya.
Saya bilang bapak setelah pensiun nanti mau tinggal di mana. Dia
bilang mau balik ke kampung halamannya di Solo. Saya tanya Solonya di
mana. Dia bilang agak ke pinggir sedikit. Nah kita lihat, sudah pulang
kampung ke Solo masih ke pinggir sedikit. Dia sudah punya rumah di
sana. Di sampingnya ada sawah-sawah, ada masjid, persis seperti gambar
orang Telkom itu.
Saya bilang kenapa tidak tinggal di Jakarta. Dia bilang siapa yang
bisa tahan tinggal di Jakarta setelah pensiun. Biaya mahal, anak saya
sedang pada kuliah semuanya saya tidak kuat nanggung.
Coba kita lihat waktu pendapatan kita berkurang, yang kita lakukan itu
adalah mereduksi dan mengurangi kegiatan kita supaya kita menyesuaikan
diri dengan pendapatan. Seharusnya ketika pendapatan kita berkurang,
bukan kegiatan yang kita reduksi tapi yang kita lakukan adalah tetap
memperbanyak kegiatan dan menambah pendapatan.
Jadi saya bayangkan, kalau bapak dikasih umur 80 tahun, bapak akan
tinggal di kampung itu selama 25 tahun. Sekarang saya coba
menghayal-menghayal , kira-kira jadwal hariannya seperti apa.
Jam 3 insya Allah dia akan bangun qiyamul lail. Sampai subuh dia sudah
tidak tidur, karena orang kalau sudah di atas 40 tahun kebutuhan
tidurnya sebetulnya cuma 2 jam, setelah subuh mungkin dia nanti wirid.
Setelah itu pagi, mungkin aktivitas jalan pagi dan lainnya selesai jam 7.
Setelah itu dia mandi lalu sarapan dia baca koran. Katakanlah selesai
jam 9 setelah itu dia sholat dhuha. Setelah itu tanda tanya karena
tidak ada kegiatan yang dia lakukan. Lalu masuk zhuhur sebelumnya dia
punya waktu 3 jam. Setelah itu dia makan siang setelah itu dia tidur
siang, bangun ketika ashar. Ashar sampai maghrib yang dia lakukan
duduk-duduk di teras minum kopi sambil memandang sawah.
Sebelum maghrib dia mandi. Setelah maghrib dia makan malam. Sampai
isya’ mungkin dia mengaji. Setelah sholat isya’, melihat televisi
sebentar setelah itu dia tidur lagi.
Kita lihat tidak ada waktunya yang produktif. Orang ini 25 tahun
menunggu kematian. Kematian itu tidak perlu ditunggu nanti dia akan
datang sendiri kenapa kita tunggu-tunggu dia.
Kita lihat cara kita merencanakan hidup. Seharusnya di usia seperti
itulah kita bekerja makin giat karena jadwal kita makin dekat.
Kematian kita makin dekat bukan makin berserah. Begitulah pikiran yang
ada pada orang-orang miskin dan karakter yang ada pada orang-orang miskin.
Orang-orang ini tidak ulet, menghindari tantangan, tidak ingin kerja
keras. Karena itu rata-rata jadwal kerja orang miskin itu di bawah 8
jam. Sementara jadwal kerja orang kaya itu di atas 15 jam. Wajar kalau
mereka jadi kaya karena jam kerja mereka juga banyak.
Keempat, 3 sebab yang pertama inilah yang menyebabkan mengapa
kemiskinan struktural yang direncanakan oleh musuh Islam itu bisa
berhasil karena memang kita bisa dimiskinkan. Ada pemahaman agama yang
salah, ada pendidikan yang salah, ada karakter orang miskin, kemudian
ada usaha sistematis untuk memiskinkan kita. Jadilah kita umat yang
miskin.
Kita tinggal di atas semua sumber daya alam yang begitu kaya sementara
kita hidup sebagai orang miskin. Tidak ada alasan bagi kita untuk
hidup sebagai orang miskin. Kita lihat di seluruh dunia sekarang ini
semua sumber daya alam yang terbaik itu ada di dunia Islam.
Minyak misalnya ada di dunia Islam, sekarang Cina, kita lihat disana
ada 130-an juta orang Islam yang berbatasan dengannya. Di wilayah yang
di kuasai oleh umat Islam itu terdapat riset minyak terbesar di Cina.
Jadi semua sumber daya energi itu, ada di kalangan umat Islam.
Itu sebabnya salah seorang pemikir Jerman mengungkapkan alasan bahwa
Islam itu menjadi musuh Barat, sebabnya karena pertama, umat Islam itu
mempunyai aqidah dan aqidah ini tidak bisa dirusak oleh penjajahan
model apapun juga.
Kedua, populasinya terus bertambah sedangkan orang Barat populasinya
terus berkurang. Ketiga, karena mereka (kaum Muslim) memiliki semua
sumber daya yang memungkinkan mereka mendirikan peradaban.
Kita diberi laut di Indonesia ini tapi tidak ada yang mengelolanya.
Otak kita tidak dialihkan ke sana. Kita hidup di tengah kekayaan
tetapi mati sebagai orang miskin. Ada usaha untuk memiskinkan kita.
Kenapa usaha itu berhasil? Karena ada faktor-faktor di dalam diri kita
sendiri yang membuat itu berhasil dan inilah sebabnya mengapa
perimbangan kekuatan dalam kehidupan kita sekarang ini menjadi tidak
imbang. Karena kita bahkan tidak mau kaya.
Kita bayangkan orang seperti Bill Gate punya kekayaan lebih dari 500
Trilyun. Itu hampir sama dengan 1 tahun APBN Indonesia. Orang seperti
George Soros itu bisa memiskinkan 200 juta penduduk Indonesia.
Bagaimana itu bisa. Kalau kita baca George Soros itu, ‘infaqnya’
pekerjaan charitynya sudah lebih dari 5 milyar dollar.
Kalau masalah ini sedikit kita kembangkan menjadi semacam wawasan
politik ekonomi yang lebih luas, maka kita perlu memahami bahwa ada
tiga panggung terkait dengan ini. Panggung negara, panggung civil
society, dan panggung pasar. Dari 3 panggung ini, pasarlah yang
mempunyai mekanisme bekerja paling efektif apabila dibandingkan
mekanisme negara maupun mekanisme civil society.
Itu sebabnya dari sekarang negara itu mengalami reduksi pada
otoritas-otoritasny a disebabkan oleh tekanan pasar. Kini kita bisa
dimiskinkan hanya dengan menekan tombol-tombol elektronik. Masukkan
modal melalui komputer tarik lagi modalnya melalui komputer dan kita
semua miskin.
PKS di masa yang akan datang tidak bisa mengendalikan kehidupan ini
semuanya kalau hanya berkuasa di negara tetapi tidak menguasai pasar.
Tidak mungkin.
Sekarang ini kita akan menemukan secara individu, banyak individu yang
lebih kaya daripada negara. Oleh karena itu, gabungan dari beberapa
individu justru dapat dengan mudah mengintervensi negara dan
memiskinkan negara.
Kalau kita hanya masuk ke dewan, padahal dewan itu hanyalah bagian
kecil dalam panggung negara, masih ada eksekutif masih ada yudikatif.
Kita hanya punya sedikit di dewan itu, dan di dewan itu masih sedikit
pula. Kita lihat daerah kekuasaan kita, dakwah ini ke depan hanya bisa
menekan, menguasai, mengendalikan situasi kalau kita punya orang yang
terdistribusi secara merata, memimpin negara, memimpin civil society,
dan memimpin pasar. Baru kita akan digjaya sebagai sebuah gerakan dakwah.
Ketiga, bagaimana kita memulai membangun kehidupan finansial kita.
Pertama, perbaiki ide kita tentang uang. Ide itu adalah wilayah
kemungkinan, “space of possibility”. Semua yang menjadi mungkin dalam
ide kita pasti akan menjadi mungkin dalam realita.
Ide itu adalah tempat penciptaan pertama sedangkan realitas itu adalah
tempat penciptaan kedua. Jadi tidak ada realitas yang terjadi dalam
kehidupan kita tanpa sebelumnya tercipta pertama kali dalam ide-ide kita.
Sebelum pesawat terbang itu diciptakan yang pertama kali dahulu adalah
ada ide bagaimana manusia dapat terbang seperti burung. Jadi begitu
sesuatu jadi mungkin dalam ide kita, ia bisa menjadi mungkin dalam
kenyataan.
Sekarang perbaikilah ide-ide kita tentang uang. Belajarlah untuk
mempunyai mimpi besar tentang uang. Belajarlah untuk membuat daftar
rencana, insya Allah ketika saya meninggal nanti saya ingin mewariskan
sekian banyak uang.
Buatlah step ide ini luas. Karena kalau space of possiblity kita ini
luas, space of reality kita jadi luas. Kalau kita lihat mobil,
belajarlah mempunyai selera yang bagus. Supaya ide-ide ini tumbuh
dengan baik kita perlu dari sekarang membaca sebuah buku tentang uang.
Bacalah buku-buku tentang uang. Saya sangat menganjurkan beberapa buku
di antaranya The Millionaire Mind. Ada dua buku yang ditulis oleh
penulis yang sama karena ini adalah risetnya. Selanjutnya The
Millionaire Dead. Ini adalah penelitian yang dilakukan terhadap cara
berfikir orang-orang kaya yang ada di Amerika. Kemudian buku One
Minute Millionaire (Bagaimana menjadi milliuner dalam 1 menit). Dan
ini juga punya website, kita bisa masuk ke websitenya. Mereka punya
psikotest kalau kita ingin mengetahui apakah kita punya talenta jadi
orang kaya atau tidak. Alamat websitenya www.oneminutemillio naire.com.
Buku yang ketiga adalah semua buku Robert T Kiyosaki. Yang ke-4 ini,
buku lama tapi termasuk buku-buku awal yang dibaca orang tentang uang
yaitu buku yang ditulis oleh Napoleon Hill, Think and Grow Rich
(Berfikir dan Menjadi Kaya). Buku terakhir ini adalah buku yang sangat
lama karena diterbitkan pada tahun 80- an dan ditulis tahun 70-an,
tapi menurut saya rasa masih sangat relevan untuk dibaca. Ini
buku-buku dasar semuanya bagi pemula.
Dan saya rasa penting juga untuk mendapatkan landasan syar’i yang
bagus tentang hal ini apabila kita baca juga buku yang ditulis oleh
Syeikh Yusuf Qordlowi tentang nilai-nilai moral dalam ekonomi Islam.
Perbaiki dahulu ide kita tentang uang, perbaiki tsaqafah tentang uang
dan mulailah mempunyai mimpi besar untuk menjadi orang kaya supaya
kita-insya Allah-naik derajatnya dari amil zakat menjadi muzakki.
Supaya kita datang kepada orang jangan lagi bawa proposal tapi lain
kali orang datang bawa proposal. Itu yang benar.
Sering-seringlah datang ke tempat-tempat mewah. Jalan-jalan saja untuk
memperbaiki selera.Saya punya 1 halaqah yang terdiri dan anak-anak
LIPIA. Mereka datangnya dari kampung dari pesantren semuanya. Saya
tahu mereka ini membawa background: di backmindnya itu ada psikologi
orang kampung yang tidak pernah bermimpi menjadi orang kaya.
Saya tanya, “kamu nanti setelah selesai dari LIPIA mau kemana?” Mereka
bilang “insya Allah kita mau pulang ke kampung mengajar di Ma’had.
Mengajar Bahasa Arab”
Suatu hari saya ajak mereka, hari ini tidak ada liqa’, tapi saya
tunggu kalian di Hotel Mulia. Saya ada di suatu tempat dan mereka
tidak melihat saya. Saya suruh mereka berdiri saja di lobby. Mereka
datang pakai ransel karena mahasiswa datang pakai ransel. Diperiksa
lama oleh security. Karena penampilannya sebagai orang miskin
dicurigai membawa bom.
Saya lihat dari atas. Itu masalah strata. Kalau antum datang pakai jas
dan dasi tidak ada yang periksa antum di situ. Karena yang datang
pakai ransel tampang kumuh. Kemudian mereka bertanya di mana antum
ustadz, saya bilang antum tunggu saja di situ.
Saya dekat dengan mereka tapi mereka tidak melihat, saya hanya
memperhatikan apa yang mereka lakukan. Kira-kira 2 jam mereka saya
suruh di situ, mondar-mandir di lobby. Minggu depan saya tanya apa
yang antum lihat di sana. “Orang lalu-lalang,” jawab mereka.
Saya tanya, pertama, “apakah ada satu orang yang lalu-lalang yang
antum lihat yang mukanya jelek?” Dia bilang tidak ada. Semuanya
ganteng-ganteng semuanya cantik-cantik. Jadi ada korelasi antara wajah
dan kekayaan.
Makin kaya seseorang makin baik wajahnya. Kedua, ada tidak yang
memakai pakaian yang tidak rapi kecuali antum. Dia bilang tidak ada,
semuanya rapi. Jadi dengan latihan seperti ini pikirannya sedikit
mulai terbuka. Karena, ia membawa bibit dalam pikirannya untuk menjadi
orang miskin. Sekarang, alhamdulillah, mereka bertiga sekarang ini
sedang kuliah di UI ambil S2 Ekonomi Islam.
Ikhwah sekalian. Jadi, kita perbaiki insting kita. Pertama kali kita
perbaiki tsaqafah kita. Jadi, hadirkan buku-buku itu ke dalam rumah
dan mulai dari sekarang anak-anak kita juga mulai diajari tentang
uang. Ikutilah kursus-kursus tentang enterpreneurship supaya kita
dapat memperbaiki dulu citra kita tentang uang.
Kedua, menyiapkan diri untuk menjadi kaya. Orang-orang kaya yang bijak
itu mempunyai nasehat yang bagus, mereka mengatakan “sebelum Anda
menjadi kaya latihanlah terlebih dahulu menjadi kaya”.
Hiduplah dengan hidup gaya orang kaya. Orang kaya itu optimis. Bagi
orang kaya, biasanya tidak ada yang susah. Bagi mereka semuanya
mungkin, karena itu mereka selalu optimis. Jadi yang harus dihilangkan
dari kita itu adalah pesimis.
Saya punya seorang teman sekarang menjadi kaya. Dia datang ke Jakarta
hanya sebagai pelatih karate dan tidak ada duitnya, tapi supaya tidak
ketahuan oleh istrinya bahwa dia tidak punya pekerjaan, setiap habis
sholat subuh dia pergi lari olahraga, setelah itu dia memakai pakaian
rapi lalu keluar rumah. Dia juga tidak tahu mau ke mana, yang penting
ke luar rumah. Istrinya tidak tahu kalau dia tidak punya pekerjaan.
Nanti, di jalan baru ditentukan siapa yang dia temui hari ini.
Langkah pertama perbaiki dahulu sirkulasi darah kita, olahraga dulu,
supaya wajah segar makan yang banyak. Banyaklah makan yang enak,
daging. Sering-sering makan yang enak. Menurut Utsman bin Affan
makanan paling enak itu adalah kambing muda. Setiap hari mereka makan
kambing muda.
Makan yang enak dan olah raga yang bagus supaya wajah kita berseri.
Syeikh Muhammad Al-Ghozali dalam kitab Jaddid Hayataka mengatakan
kenapa orang-orang Barat itu pipinya merah, karena sirkulasi darahnya
bagus, gizinya bagus. Sedangkan kita orang-orang timur kalau ketemu
itu auranya pesimis, tidak ada harapan.
Biasakanlah kalau orang ketemu kita ada harapan yang terlihat. Makanya
kalau pilih warna baju, pilihlah yang cerah-cerah. Ibnu Taimiyah
mengatakan ada hubungan antara madzhab dan batin kita, pakaian apa
yang kita pakai itu mempengaruhi kondisi kejiwaan kita. Jangan pakai
pakaian orang tua. Ada anak umur 25 tahun pakaiannya pakaian orang
tua. Bagaimana nanti kalau umurnya 50 tahun, pakaiannya seperti apa.
Tampillah sebagai anak muda. Cukur rambut yang bagus, cukur kumis yang
rapi janggut dirapikan. Rapi, supaya kita kelihatan ada optimisms.
Belajarlah sedikit latihan menatap supaya sorotan mata kita kuat,
perlu sedikit latihan menatap. Misalnya di pagi hari atau sore hari
menjelang matahari terbenam, antum tatap matahari dan tidak berkedip
matanya. Kalau bisa antum bertahan 1 menit itu bagus. Latihan saja
sendiri. Di dalam kamar ambil lilin, matikan lampu, antum tatap itu
lilin dan matanya tidak berkedip dan tidak berair. Nanti kaiau sudah
terbiasa pandangan matanya kuat.
Jadi, kalau olahraga teratur, sirkulasi udara bagus, pikiran jadi
segar, tsaqafah kita bertambah mulai memakai pakaian yang cerah-cerah.
Makanya Rasulullah itu senangnya memakai baju putih. Jangan pakai yang
gelap-gelap atau warna yang tidak menunjukan semangat hidup. Jangan
juga berpenampilan seperti orang tua.
Sekadar untuk menunjukkan kita ini kelompok orang-orang shaleh kita
pakai baju taqwa. Itu pakaian orang Cina. Pakailah baju yang segar
agar dapat menunjukkan bahwa kita ada semangat.
Walaupun Anda sudah berumur pun tetap pakai pakaian yang muda, jangan
berpenampilan tua. Artinya kita harus merendahkan diri sebab uban
tanpa diundang dia akan datang. Tapi, tidak perlu menua-nuakan diri
dengan sekadar tampil kelihatan dewasa, tua, bijak. Tampillah sebagai
anak muda yang gesit dan optimis.
Ketiga, bergaullah dengan orang-orang kaya, perbanyak teman-teman
antum dan kalangan tersebut. Ini tidak bertentangan dengan hadits yang
mengatakan dalam bab rezeki lihatlah kepada yang dibawah dan jangan
lihat kepada yang di atas. Antum tidak sedang tamak ke hartanya,
tetapi antum sedang belajar kepada mereka.
Dahulu saya suka ceramah di kalangan orang-orang kaya. Waktu saya
ceramah di rumahnya Abu Rizal Bakrie yang saat itu sedang
berduit-duitnya, saya duduk dalam satu karpet. Ketika krismon pada
waktu itu, sekretarisnya bilang pada waktu itu, “tahu tidak berapa
harga karpet ini?”. Saya bilang tidak tahu, saya pikir sejadah biasa.
Dia bilang karpet ini harganya 100 ribu dollar. Karpet kecil harganya
1,6 M.
Waktu saya selesai ceramah dikasih amplop, amplopnya tipis. Saya
bilang sama sekretarisnya. Ini amplop kembalikan kepada dia. Bilang
sama beliau saya cuma ingin berkawan dengan dia. Dia belajar agama
sama saya, saya belajar dunia sama dia. Kalau saya terima ini, nanti
saya dianggap ustadz dan dia tidak dengar kata-kata saya. Saya mau
bersahabat dengan dia. Jangan kasih saya amplop lain kali. Supaya kita
bergaul. Setiap kali saya datang ke kelompok yang pengusaha kaya itu
saya selalu menolak. Saya tidak terima ini saya ingin bergaul dengan
bapak, saya ingin jadi teman.
Alhamdulillah dari situ saya banyak teman dari kelompok orang-orang
kaya. Dan kalau datang kita belajar, saya bertanya sama mereka kenapa
begini, bagaimana caranya, bertanya kita belajar. Memang di jurusan
saya, dia belajar dari saya. Kalau ada yang perlu didoakan panggil
saya, bisa. Tapi kan saya tidak punya ilmu bikin duit sebelumnya, saya
perlu belajar dari orang yang ahli. Jadi dalam bab itu saya murid,
dalam bab saya dia murid.
Jangan karena kita sering ceramah terus semua orang kita anggap murid
dalam segala aspek. Saya bergaul dengan orang-orang kaya dan saya
belajar dengan mereka. Saya belajar bagaimana caranya bikin duit.
Bagaimana caranya bikin perusahaan sama-sama dan saya tidak malu.
Bergaul dengan mereka itu dari sekarang. Jangan tamak pada hartanya
tetapi ambil ilmunya. Jangan minder bergaul dengan orang kaya seperti itu.
Awal lahirnya reformasi, setelah kalah dalam pemilu 1999, kita Poros
Tengah kumpul di rumahnya Fuad Bawazir. Semua orang diam, ada Amin
Rais, Yusril, semuanya diam karena main. Karenanya kita semuanya
kalah, tadinya sombong semua. Pak Amin Rais mengatakan sebelum pemilu,
“Nanti Golkar kita lipat-lipat, kita tekuk-tekuk, kita kuburkan di
masa lalu.” Tidak tahunya Golkar masih di nomor 2. Partainya Pak Amin
rendah perolehan suaranya. Suara umat Islam rendah. Jadi, berkumpulah
orang-orang kalah ini selama 2 hari.
Waktu itu Pak Amin sedang dikejar-kejar terus oleh Dubes Amerika untuk
membuat pernyataan bahwa pemenang pemilu legislatif yang paling layak
jadi Presiden tapi Pak Amin menghindar. Jadi saya datang ke rumah Pak
Fuad Bawazier, saya bilang Pak Fuad, saya ini bukang orang politik,
saya ini ustadz. Yang saya pelajari dalam syariat kita ini kalau kita
sedang kalah seperti ini jalan keluarnya adalah i’tikaf. Kita belajar
banyak istighfar, tilawah dan seterusnya. Jauhi dulu wartawan, mungkin
dosa-dosa kita banyak sehingga kita kalah.
Dia bilang bener juga ya. “Cuma kalau kita i’tikaf di Indonesia tetap
saja diketahui wartawan. Kalau begitu kita umrah, Antum ikut ya dari
PKS umrah”. 4 orang dari PAN, dari PKS sekitar 3 orang. 4 orang ini
naik bisnis first class, sedang kita dikasih ekonomi. Yang beli tiket
dia soalnya.
Mau diprotes bagaimana. Kita cuma dihargai begini. Terima apa adanya
dahulu. Tapi waktu itu kita dengan lugu datang menghadap Pak Fuad.
Saya bilang Pak Fuad berapa harga tiket First Class. Dia bilang
pokoknya 2 kali lipat dari harga ekonomi. Jadi kalau tiket ekonomi
pada waktu itu 1000 dollar harga first class itu sekitar 2000 dollar.
Kenapa kita tidak sama-sama di kelas ekonomi saja dan selisihnya kita
infaqkan untuk orang miskin. Ini kan masyarakat kita lagi susah. Dia
ketawa dia bilang “ya akhi, nanti ini ana infaq lagi. Insya Allah
untuk orang faqir, tapi ana tolong dong di first class. Tidak mungkin
ana turun di kelas bawah.”
Kita tidak tahu apa nilai yang berkembang pada orang kaya. Kenyamanan
itu adalah nilai pada mereka. Mereka menghemat energi, tenaga. Dan,
angka besar pada kita itu angka kecil bagi mereka. Uang 1 milyar 2
milyar itu uang jajan.
Kalau kita, belum tentu punya tabungan sampai mati sejumlah itu. Itu
masalah cita rasa. Cita rasa pada orang kaya itu berbeda. Ini yang
kita pelajari, yang dianggap besar oleh mereka itu adalah ini.
Dengan begitu kita menjiplak sedikit emosinya. Karena dalam pergaulan
itu, kalau kita bergaul dengan seseorang itu, kalau bukan api dia
parfum. Kalau dia parfum dia menyebarkan wangi, kalau dia api
menyebarkan panas. Orang jahat itu api. Kalau antum dekat-dekat akan
menyebarkan panas. Orang baik itu parfum. Kalau antum dekat-dekat,
setidak-tidaknya bau badan kita tertutupi oleh parfum tersebut. Jadi,
ikut-ikut karena kita ingin perbaiki selera.
Jadi, antum kalau punya waktu-waktu kosong jalang-jalanlah ke mall.
Lihat-lihat orang kaya, tidak usah belanja, liha-lihat saja dulu,
memperbaiki selera. Datang ke showroom mobil, datang ke pameran mobil.
Lihat-lihat, pegang-pegang. Rajinlah berdo’a.
Bergaullah dengan orang kaya. Selain itu, rajinlah berinfaq walaupun
kita miskin. Gunanya apa? Supaya antum tetap mengganggap uang itu
kecil dan supaya tidak ada angka besar dalam fikiran kita. Misalnya
kita punya tabungan 10 juta, infaqkan. Supaya antum meneguhkan, mesti
ada yang lebih besar dari ini. Jadi angka itu terus bertambah di
kepala kita, walaupun dalam kenyataannya belum. Tetapi dengan berinfaq
seperti itu, kita memperbaiki cita rasa kita tentang angka.
Bukan sekadar dapat pahala tetapi efek tarbawinya bagi kita akan
bertambah terus. Kita belum pernah merasakan bagaimana menginfaqkan
mobil sekali waktu kita berusaha untuk menginfaqkan mobil. Begitu
antum punya uang sedikit, terus berinfaq. Terus seperti itu kita latih
sambil menjaga jarak. Kita membuat sirkulasi jadi bagus.
Kelima adalah mulailah melakukan bisnis real. Terjun ke dalam bisnis
secara langsung. Karena Rasulullah SAW mengatakan 9 per 10 rezeki itu
ada dalam perdagangan. Saya juga ingin menasehati ikhwah-ikhwah yang
sudah jadi anggota DPR dan DPRD, jangan mengandalkan mata pencaharian
dari gaji DPR dan DPRD. Itu bahaya. Sebab belum tentu kader-kader di
Riau ini nanti masih menginginkan Pak Khairul untuk periode selanjutnya.
Belum tentu juga jama’ah menunjuk kita lagi sebagai anggota dewan
padahal gaya hidup sudah berubah. Anak-anak kita kalau kenalan dengan
orang, bapak saya anggota dewan padahal itu hanya sirkulasi. Jadi
setiap kali kita mendapatkan pendapatan dari gaji karena pekerjaan
seperti ini, kita-harus hati-hati itu bahaya.
Jadi pendapatan paling bagus itu tetap dari bisnis. Oleh karena itu,
mulai sekarang itu belajarlah terjun ke dunia bisnis. Jatuh bangun
waktu bisnis tidak ada masalah, terus saja belajar. Tidak ada juga
orang langsung jadi kaya. Yang antum perlu terus berbisnis. Begitu
juga dengan para ustadz, teruslah bisnis. Begitu juga dengan seluruh
pengurus DPW-DPD dan seterusnya. Teruslah berbisnis. Lakukan bisnis
sendiri.
Sesibuk-sibuknya kita, kita perlu mempunyai bisnis sendiri
sekecil-kecilnya. Tidak boleh tidak. Itulah sumber rezeki yang
sebenarnya. Kalau antum mau kaya sumbernya adalah dagang. Rezeki itu
datangnya dari 20 pintu, 19 pintu datangnya dari pedagang dan hanya 1
pintu untuk yang bekerja dengan keterampilan tangannya, yaitu para
professional. Misalnya akuntan itu kan professional, pekerja pintar,
tapi kalau sumber rezekinya satu makanya uangnya terbatas. DPR juga
begitu sumbernya satu, yakni gaji bulanan, itu hanya 5 tahun. Itu pun
kalau tidak di PAW sebelumnya.
Jadi kalau saya ketemu dengan ikhwah dari dewan, hari-hati jangan
sampai mengandalkan mata pencaharian dari situ. Selain itu potongan
dari DPP, DPW, DPD juga besar. Untuk ma’isyah sendiri kita harus cari
di sumber lain.
Waktu kita terjun ke bisnis, kita pasti gagal. Gagal pertama, gagal
kedua, gagal ketiga, gagal keempat tapi teruslah jangan pernah putus
asa. Saya punya partner bisnis. Dia mulai bisnis umur 16 tahun, semua
jenis pekerjaan sudah dia lakukan. Pada suatu waktu dia mempunyai 38
perusahaan tapi dari 38 perusahaan ini hanya 6 yang menghasilkan uang.
Kita lihat berapa ruginya. Jadi seringkali kita salah pandang terhadap
orang kaya. Kita pikir tangannya tangan dingin semua yang disentuh
jadi uang. Ternyata tidak juga. Jadi hal-hal seperti itu harus kita
hadapi secara wajar jangan shock kalau rugi.
Jangan berfikir dengan berdagang antum akan cepat jadi kaya. Yang
menentukan antum cepat berhasil dalam dagang itu adalah secepat apa
antum belajar. Cara belajar itu ada dua: baca buku atau sekolah atau
bergaul dengan orang-orang sukses. Nanti, kalau sudah baca buku sudah
bergaul dengan orang sukses, masih gagal juga. Teruslah berdagang.
Teruslah bergaul. Teruslah seperti itu karena setiap orang tidak tahu
kapan saatnya dia ketemu dengan momentum lompatannya.
Tidak ada komentar :
Posting Komentar