Chocolate Covered Sesame Balls

Rabu, 25 Februari 2015

Satu 'B'intang

Yaitu cahaya yang hujamnya kecil namun pada beberapa musim selalu ada bahkan tanpa aku ingin menatapnya

Adalah satu terang, yang ku kira, yang kukira telah kurebut pancarnya, telah kudekap pendarnya yang merah-biru di langit itu. Namun agaknya pijarnya bukan bukan untukku

Lewat lah malam lewat tanpa aku perlu me-reka reka tentang harapan yang juga ada di binar terangnya, menyala-nyala seperti binar mata anak kecil yang selalu bahagia

'Cukup aku yang mengagumi, tak perlu sebaliknya'- namun kepada perkara ini nampaknya aku tak dapat begitu

Wahai,
Yang tidak pernah kutemui, tidak pula pernah kusapa dengan suara, tentu aku tak perlu meminta penjelasan ttg bagaimana setiap malam tiba aku terperangkap dalam pantulan terangmu yang ku kira untukku.

--

Feb 25, 15
Menjelang Magrib
Konyol rasanya dengan perasaan ini, lucu, cuma nyeseknya lumayun karena -mungkin- ga sesuai harapan. Baik, nampaknya saya harus banyak2 ngaca biar ngarepnya ga ketinggian. Kenyataan kadang memang bisa bikin ga nafsu makan kan ya? Y mana seharusnya malah bagus, hehehe

Well, hari ini hari pertama PK saya, jadi anggap aja postingan ini semacam iklan y lewat begitu saja. Mari melanjutkan PK, galaunya masih sampai akhir Maret, hehehe (tetap 'hehehe' walaupun sebenarnya mau nangis darah :().. lets make more busy days :) *itu senyum penuh kesakitan :p

Jangan lupa menyebut namaNya sebelum memulai setiap aktivitas ya guys, :) it really makes days felt better :)

@sent from my Cyrus

Sabtu, 14 Februari 2015

Duhai Pelipur Hati

Hanya dengan mengingatiMu hati menjadi tenang. Hanya dengan berbisik kepadaMu dalam doa-doa hati menjadi lapang. Jika bukan kepada Engkau, kepada siapa lagi akan kami hibakan gundah hati. Tentang hal-hal yang tiada kami pahami namun itu harus tetap terjadi, sungguh kami percaya ada rahasia yang telah Engkau tulis demi makna-makna yang akan kami kutip jika kami bersabar atasnya. Mengenai keniscayaan yang tiada dapat kami tolak kami memohon kekuatan untuk menerima keterjadiannya.

Tiada tempat sebaik-baik aduan, hanya Engkau duhai yang Maha Menguasai hati, melipur berai harapan yang terserak, memberi keyakinan untuk meneruskan langkah pada hari-hari yang tidak mudah untuk diselesaikan, memulakan pagi kami dengan harap-cemas yang kami gantungkan hanya kepadaMu, hanya kepadaMu.

Untuk semua hal yang tidak kami utarakan sungguh Enkau Maha Mengetahui isi hati.

Subhanallah wa bihamdihi..
Ampuni kami yang selalu menghitung penghambaan kepadaMu sedangkan nikmatMu memenuhi jiwa dan raga kami.

----

Lampeunerut, Feb 14 2015, 11;25
What a hard week
Gd night, nice weekend everyone.. :)

Minggu, 08 Februari 2015

Asal jangan panggil 'Buk' aja..

Sebenarnya kejadian inspiratif ini sudah agak lama terjadi. Yaitu tidak lama setelah lebaran haji lalu. Ketika itu saya kebetulan menumpang di rumah Dani. Sebenarnya awalnya Dani yang mau menumpang di rumah saya karena kakaknya workshop keluar sebulanan lebih. Tapi berhubung pas lebaran kedua Idul Adha sepulang dari kantor saya menemukan genangan banjir di dapur berubahlah rencana kami jadi minggat ke rumah Dani, belum lagi waktu itu saya juga sendirian di rumah karena Kak Atik dan Ima belum balik dari kampung.

Dalam masa-masa saya menginap di rumah Dani ini, ada kala selepas makan Sate Matang di Peunayong kami kadang mampir kemana-mana sekedar cuci mata atau kadang memang ada yang dicari-cari. Salah satu tempat yang sering kami samperin adalah ET, toko pakaian dalam paling TOP se-Banda Aceh. Walaupun yang dicari cuma kaos kaki atau baju manset, tapi tetap aja sekampung ET disamperin dulu sampe akhirnya tiba pada rak barang yang dicari.

Ketika perburuan sudah selesai, kami pun sama-sama mengantri di kasir dalam antrian yang kebetulan malam itu ‘maha panjang’. Kami pun saling intip-mengintip hasil buruan masing-masing. Walaupun pas masuk bareng tapi kalo udah sampe di dalam pasti sibuk nyari barang keperluan masing-masing. Walaupun kadang ga beneran nyari sih, cuma cuci mata doang, ahahaha. Topik pun berkisar antara beli apa, warna apa, eh murah ya, wah gpp ambil aja, widih cakep ya?!, sampe soal bawa uang cash atau enggak udah selesai di bahas di antrian itu tapi antriannya masih panjang juga. Maka sampailah kami pada bahasan ini, yang sebenarnya karena sudah agak lama detailnya tidak persis juga begini.

Saya : Eh Dan, tau ga? Tadi kan, adek-adek yang jaga itu, masa panggil wis ‘Buk’ sih, ahihihi..? (dengan mimiki heran, meringis, cengengesan, dicampur miris, dan dahi berkerut sulit menerima)
Dani : oya? Aih ga sopan, ahahaha. Kenapa ga kau tunjukkan tanganmu Wis, biar dia liat ini tangannya anak gadis masih mulus cling, bukan tangannya emak-emak. Etapi..
Saya : haha, itu lah Dan, Wis sampe sempat shock walaupun cuma sepersekian detik, Wis tengokin dia tanpa bisa ngomong apa-apa, cuma a-e a-e aja, pengennya wis nampakin tangan kan ya, tapi takutnya malah dia panggil “Miwa” ntar..  ahihihi.
Dani : ahihihihi, bener juga yak.

Kami pun menahan tawa dalam antrian yang masih panjang itu. Kami berhenti meringis. Saya pikir udah selesai sampai di situ.

Dani : Bisa juga sih Wis, pura-pura marah trus nampakin kaki, tapi kan.. heuhe, khawatir.. heuheu, khawatir dia malah panggil “Pakwa” ntar, heuheueheu.
Saya : heuheu.. heuheu.. heuheu. Kalo sampe buka kaos kaki trus kasi nampakin jempol bisa-bisa dipanggil “Abuwa” kali ya?! Ahihihihi.. heuheuheuheu.
Dani : Ahahahaha, heuheuheuhe..

Dan seterusnya, percakapan itu berlangsung sampai tersisa dua-tiga orang menuju kasir. Percakapan yang ketika sampai di rumah dan kami ulang-ulang ingat bikin lebih terpingkal-pingkal lagi karena perumpamaannya jadi semakin panjang dan aneh, hahahaha.

Begitulah, bahasan soal ‘dipanggil Buk’ ini sebenarnya sudah beberapa kali saya omongin dengan Dani. Dani beberapa kali curcol kalau dia suka ngenes sebenarnya kalo pas ke kantin kantor atau ke pasar dipanggil ‘Buk’, rasanya jadi langsung drop kepede-an dan jadi pengen langsung ngaca sambil terus kepikiran ini beneran kah muka udah ‘se-ibuk-ibuk itu’. Tapi karena itu sudah sering terjadi, dan pula saya juga mengalami, dan ternyata banyak juga yang begitu, akhirnya di akhir curcolan soalan ga penting ini kami pun mencoba menerima bahwa dalam pandangan sebagian orang kami memang pantas dipanggil ibu-ibu, bahwa kadang panggilan ‘Buk’ itu sebenarnya karena menghormati aja, atau karena mereka ga terlalu peka dan tidak bisa menemukan ke-imutan dalam rona wajah kami ini. Akhirnya dengan susah payah kami pun menerima hal ini, bahwa kami layak dipanggil ‘Buk’..

Tapi saya pernah juga mengalami kejadian sebaliknya. Waktu itu saya temeni ibu-ibu di kantor nyari bakal baju untuk acara gathering. Ketika semua sudah selesai kami keganjenan mampir di stand kosmetik. Si Ibu (yang cuma beda 3-4 tahun dengan saya) katanya mau nyari blush on n maskara, ya sudah saya ikut aja, toh cuma nemeni. Kami masih beberapa langkah lagi dari stand kosmetik tapi spg-spg kosmetiknya udah ribut berebut kami untuk mampir di stand mereka (berasa banyak yang ngefans kalo begini, hahaha). Di awal-awal saya lupa spg-nya manggil kita apa, tapi di akhir-akhir saya ingat dia panggil kita ‘Dek’, akakakakaka, walaupun panggilan ini sedikit menyejukkan karena menunjukkan ke-imut-an tapi tetap saja jauh di lubuk hati paling dalam saya merasa geli segeli-geli-nya, ahihihihi. Tapi saya tidak protes dan menerima saja dipanggil ‘Dek’, karena itu jarang terjadi maka harus benar-benar dinikmati untuk dikenang, hihihi. Sambil si Ibu temen saya itu terus nanya macem-macem mulai dari cara pake sampe minta kurang setengah harga (dasar emak-emak ya emang begini kalo belanja?!) saya memperhatikan dan sekali-kali menimpali si spg yang kalau dihitung-hitung usianya masih di bawah dua puluh lima, hanya saja make-up-nya serba tebal dengan bulu mata yang kelihatannya udah di-maskara-in semalaman. Kulit wajahnya alus banget sampe ga ada satu pori-pori pun keliatan apalagi kalo cuma keringat dan bekas jerawat, saya ga menemukannya setitik pun, keren deh pokoknya itu muka persis porselin.

Si adek-adek spg tadi sebenarnya udah mantap banget panggil  kita ‘dek’, secara dia tau bener kalau perempuan kan memang senang banget kalau diasumsikan lebih muda dari usianya yang sebenarnya. Nampaknya  itu cuma taktik dia aja bikin calon pelanggan senang duluan supaya makin melambung dan pada akhirnya jadi beli kosmetiknya. Cuma kan sebenarnya ga perlu segitunya juga kali ya, mestinya diukur-ukur juga lah, masa udah nyakwa-nyakwa masih dipanggil ‘dek’ kan geli kita dengarnya, hihihihi.

Well, begitulah perempuan ini memang kadang agak menyusahkan ya?! Dipanggil ‘buk’, marah. Dipanggil ‘dek’, malah merasa itu pitnah, hihihihi. Begitulah maha repotnya, hadeuuuh.

---

Hari Minggu, lagi di rumah, nungguin ba’da ashar mau ke Mie Saleh bareng Hera & kak Atik..
What a sunny Sunday..