Chocolate Covered Sesame Balls

Rabu, 30 Mei 2012

One of My Bad Habbit :(

Jadi beberapa hari yang lalu itu saya sedang melahap beberapa halaman pertama buku yang tak lain tak bukan adalah sebuah kado dari tercinta Risna Dongdong dan si Iman Dundut.  Eh sebentar, jangan salah, itu bukan panggilan mengejek atau semacamnya, justru itu panggilan sayang saya buat kedua sohib itu. Sssst, jangan bilang-bilang yah, malas saya nanti naik kuping mereka berdua habis lah saya diejek sehabis-habisnya.. hehehe. *aneh kali koq bahasa pembukanya Wis?? Hahaha, biarin ajaaa.. :P*

Saya sebenarnya baru baca beberapa halaman, tapi karena adzan berkumandang, maka saya stop sebentar, niatannya sih mau dengar dan menyahut adzan dulu, eh- ga taunya malah bolak-balik  halaman belakang si buku ini. Ya teutep sih, berusaha menyahut adzan sekalipun sebenarnya udah ga fokus lagi. Lah seharusnya kan kalo memang niat mau menjawab adzan ya bukunya diletakkan sebentar gitu, ntar pegang lagi. Bayangkan kalo adzan itu adalah orang yang sedang ngomong dengan kita, trus kita cuekin karena kita sibuk bolak-balik halaman buku yang sedang kita baca, yang ngomong merasa ga dihargai dong..  Adududu Wis!

Baiklah kita ga akan ngomong soal kekhilafan saya yang tidak menghargai adzan itu. Semoga yang kebetulan nyasar baca tulisan ini ga melakukan kekhilafan seperti ini, demikian juga saya, jangan lagi begitu. Karena kita sama-sama tau kan, antara adzan dan iqamah adalah saat-saat mustajab doa. Ga ada salahnya dong kita jeda dari aktivitas baik sekedar untuk menyahuti adzan yang sedang berlangsung maupun memanfaatkan momen makbul setelah adzan itu selesai..

Dan sambil terus adzan mengalun itu, saya sibuk bolak-balik halaman belakang buku. Kalo sinopsis ya saya sudah baca dong. Salah satu kebiasaan buruk saya kalo baca buku yang baru pertama kali saya baca adalah; setelah membaca beberapa lembar halaman pertama (kadang setelah selesai bab pertama misalnya) saya pasti penasaran abis dengan paragraf terakhir buku tersebut. Kalo di halaman buku-buku jaman sekarang kan isinya itu biasanya promo-promo buku baru, biografi si penulis, sampe tulisan-tulisan yang sudah pernah ditulis, juga fansclub penerbit dan penulis sendiri. Nah, biasanya yang itu pun saya baca juga. Tapi saya biasanya ga puas sampe situ. Pokoknya saya harus ketemu dengan paragraf tereakhir dari cerita tersebut. Maka mulailah saya mengupas satu persatu halaman buku tersebut dari belakang. Nah, buku yang sedang baca ini halaman terakhirnya adalah halaman 473. Bila ga puas dengan paragraf terakhir itu, maka saya akan merayap sedikit demi sedikit ke paragraf-paragraf berikutnya masih dalam urutan terbalik. Jika belum puas juga maka saya akan membalik halaman. Sampai saya sadar lalu seperti terkaget dengan teguran dari pikiran sendiri “Apa-apa an ini? Koq baca buku kayak baca Al Quran.. !” bla bla bla, merepetlah semua semprotan di dalam pikiran saya sambil hati saya menasehati “Ga apa-apa, nanti juga dibaca lagi koq”.

Karena feeling saya tidak enak telah melakukan pelanggaran membaca buku dengan urutan paragraf terbalik maka saya pun mencoba memaafkan dosa saya itu dengan membaca sejumlah paragraf tadi dengan urutan normal hingga paragraf terakhir novel tersebut. Biasanya kalo sudah seperti itu seperti ada sesuatu yang terurai, sesuatu yang sebelumnya kusut. Namun sekalipun saya merasa demikian, kebiasaan saya membaca dari halaman belakang tetap ga bisa dihindari. Dan padahal sekalipun saya sudah membaca duluan paragraf terakhirnya itu, tetap saja saya ga ingat apa isi paragraf terakhir tsb ketika saya kembali ke bab-bab awal untuk meneruskan bacaan dengan norma. Malah ketika saya mengakhiri novel tersebut bisa jadi saya seolah-olah merasa baru pertama kali membaca paragraf terakhir itu.

Apalagi kalau membaca koran, setelah baca halaman paling muka, biasanya saya langsung membalik koran tersebut- bukan ke halaman berikutnya- tapi membaliknya sehingga saya bisa buka dari sebelah kanan duluan. Demikian juga dengan tabloid, dan membaca majalah pun sekarang sudah seperti itu juga.. ampun. Kadang saya karena merasa risih sendiri, sebelum membalik ke halaman paling belakang lirik kiri kanan dulu, ada yang ngeliatin ga saya buka koran dari halaman belakang.. hehehehe.. Parah!

Nah, berikut ada sedikit kutipan yang merupakan bagian dari paragraf terakhir novel Ranah Tiga Warna; A Fuadi. Menurut saya kalimat-kalimat ini bagus sekali, sederhana, bermakna, tapi ga basa-basi. Yup, berikut adalah petikan tulisan tangan Kiaii Rais kepada para alumni PM:

Anak-anakku...
Akan tiba masa ketika kalian di hadang badai dalam hidup. Bisa badai di luar diri kalian, bisa badai di dalam diri kalian. Hadapilah dengan tabah dan sabar, jangan lari. Badai pasti berlalu.

Anak-anakku...
Badai paling dahsyat dalam sejarah kehidupan manusiaadalah badai jiwa, badai rohani, badai hati. Inilah badai dalam perjalanan menemukan dirinya yang sejati. Inilah badai yang bisa membongkar dan mengempaskan iman, logika, kepercayaan diri, dan tujuan hidup. Akibat badai ini bisa lebih hebat dari badai ragawi. Menangilah badai rohani dengan iman dan sabar, kaliam akan menjinakkan dunia akhirat.

Anak-anakku...
Bilai badai datang, hadapilah dengan iman dan sabar. Laut tenang ada untuk dinikmati dan disyukuri. Sebaliknya laut badai ada untuk ditaklukkan, bukan ditangisi. Bukankah karakter pelaut andal ditatah oleh badai yang silih berganti ketika melintas lautan tak bertepi.


Silahkan dimaknai sendiri ya maknanya..
Well, nampaknya ini postingan saya terakhir untuk bulan Mei ini. Sampai ketemu bulan depan.. insyaAllah, amiin :)