Chocolate Covered Sesame Balls

Rabu, 28 Desember 2011

Bulan di Jasbret


Saya lupa kapan tepatnya membaca cerita pendek itu, judulnya; Menatap Bulan di Jasbret. Tapi yang pasti, itu adalah masa-masa dimana saya masih main lompat karet. Sebenarnya lebih tepatnya sih ikutan main dengan gadis tanggung usia smp dan sma yang ada di samping kiri kanan ruko kami. Kalo ga salah waktu itu saya masih sd. Jadi, anak gadis tanggung samping rumah itu berlangganan majalah Anita Cemerlang yang lagi trend waktu itu. Kadang mereka juga menggantinya dengan majalah Aneka Yess sekali-kali yang pelan-pelan mulai mencuri perhartian anak muda dengan lebih banyak berita para model  dan selebritis. Saya ingat majalah Anita sendiri lebih ke cerita-cerita pendek yang temanya kebanyakan cinta-cinta remaja dan anak-anak kuliahan yang tanggung itu. 

Jadi ketika edisi Anita itu muncul waktu itu, kata kakak saya ada cerita yang judulnya “Menatap Bulan di Jasbret”. Trus saya tanya, emang istimewanya apa? Jasbret itu kan kawasan makan di Lhokseumawe, gitu jawabnya. Wah, keren banget! Kata wow bertubi-tubi mengetok bagian dalam otak saya. Dan saya jadi penasaran ingin baca cerita itu. Tau tidak? Sampai saat ini saya belum sekalipun membaca cerita itu sampai tuntas. Beberapa tahun lalu saya sempat nyari di internet, siapa tau penulisnya Ayi Jufridar berkenan menulis kembali dalam sebuah blog atau apalah namanya gitu. Tapi nihil. 

Sekalipun cerita itu hanya cerita cerita kisah cinta anak remaja yang mungkin menurut sebagian orang biasa saja, tapi saya tetap ingin baca. Pengen merasakan aja cara bercerita Ayi yang- sumpe- saya tidak kenal itu. Yaa, kamu tau kan, saya sudah mengabiskan setahun kebelakang di kota Lhokseumawe dan saya kira selamanya saya akan di sini. Kenyataannya, begitu cepat saya kembali ke tempat semula lagi.. jadi, yang ingin saya katakan sebenarnya adalah; selama setahun di Lhokseumawe itu belum sekalipun saya makan atau sekedar duduk-duduk dikala malam terang bulannya di Jasbret itu..  Sumpah! Saya penasaran. 

Ke laut Jomblang saja yang dekat sekali dengan kantor itu saja baru Sabtu 24 Desember lalu saya kunjungi.  Thanks alot buat Agashi, Fadli dan Elly yang sudi mengajak saya di sore yang lumayan banyak anginnya itu.

Tadi, saya mencoba search lagi, memasukkan kata di searcbar gugel; menatap bulan di jasbret. Tetap saja ga ketemu cerita fiksi itu. Huff!! Mudah-mudahan bang Ayi Jufridar itu berkenan menulis kembali cerita itu suatu hari nanti sehingga bisa dibaca online. Ssssst, saya kasi tau satu rahasia yaaa, seandainya saja saya bisa menemukan kembali majalah yang entah kemana itu; saya sendiri rela menyalin kembali cerita itu di blog ini.

Lantas mengapa ‘menatap bulan di jasbret’ itu menjadi penting? Tentu saja karena saya suka sekali melihat bulan dan pernak-pernik malam itu.. hehehe. Oh iya, saya baru tau lho, kalo ternyata Jasbret itu adalah singkatan dari Jasa Beurata, atau Jasa Brata (?) . saya lupa tanya tulisannya, tapi saya dengar teman saya melafal begitu..

Dear, nanti sabtu saya akan kembali ke Lhokseumawe sebentar. Seninnya mungkin saya sudah di sini lagi. Dan saya masih berharap dapat melihat sebentuk bulan dari Jasbret, suati ketika nanti.. #ampun lebay nyaaa.. K

Putroe Phang 8- Banda Aceh, Desember 28 2011 
#tulisan ini akan direvisi, insyaAllah :)

Sometime A Year Felt Like A Day


Menurutmu mengapa aku tetap terjaga malam ini padahal seharusnya kelelahan yang  menguras tenaga tadi hari sudahlah cukup untuk membuat mata ini terlelap indah. Semestinya aku membiar mata juga pikiran ini beristirahat setelah menat yang begitu membingungkan dan sulit dipilih itu. Berada pada dua pilihan tidaklah selalu membuat kita merasa serta merta gembira. Aku jadi ingat ketika kadang bergumam “i dont have choice” atau “if i had another choice”. Tau tidak? Bahwa terkadang dihadapkan pada hanya satu-satu nya pilihan itu justru sebuah kemudahan yang harus disyukuri. Bukankah itu berarti Allah mempermudah kita untuk menjalani kehidupan ini yang begitu rupa warna dan kadang kita jadi buta membedakan warna-warna yang cocok dengan warna kulit sendiri versus warna yang kita sukai..

Bagaimana jika kukatakan ini adalah saat-saat yang genting? Apakah engkau akan datang. Tentu saja aku tak perlu berharap banyak. Seperti yang pernah engkau katakan, “ketika kita merasa tidak punya siapa-siapa maka sesungguhnya kita masih memiliki Allah. Dan Allah melebihi apa pun yang kita butuhkan”..

Setahun, adalah waktu yang cukup banyak untuk belajar, bahkan aku merasa butuh beberapa tahun lagi rasanya untuk memperbaiki semua kesalahan yang telah kusadari itu. Bertemu dengan orang-orang yang sama hitam rambutnya namun beda cara berpikir, bersikap, dan motif-motif tindakannya, adalah satu di antara banyak hal yang membuatku memahami tentang kehidupan yang tidak sekedar hitam dan putih ini. Engkau tau kan bahwa warna abu-abu itu tiada bagi sebagian orang yang begitu keras dan tidak ada ampun itu. Namun telah kulihat bahwa kebaikan dan keburukan itu, sekalipun sangat nyata berbeda, namun terkadang begitu tipis jaraknya. Sehingga kedua-dua nya bercampur saja sehingga cukup bagi kita untuk mengatakan sesuatu itu buruk hanya karena sebagian besar dari kadarnya adalah buruk, mengabaikan segala bebaiknya yang di mata kita hanya sedikit saja. Tidak dapat mengampuni sekalipun ia nya memiliki kesamaan sifat seperti kita; dapat melakukan kesalahan kapan saja; khilaf.

Dan aku adalah seperti itu. Seperti lampu minyak yang menyala-nyala menyuluh kesalahan-kesalahan orang lain. Melihat kesalahan-kesalahan orang lain seolah aku sendiri tidak melakukannya. Menahan-nahan hati dari memaki-maki hal yang tidak kusukai itu. Menahan-nahan mulut dari mencela hal yang sungguh tidak suka untuk kulihat itu. Apakah benar menurutmu jika aku membenci itu semua tanpa melakukan apa-apa? Tidakkah aku lebih buruk dari sekedar seorang apatis yang merasa benar sendiri dan ingin selamanya benar sendiri??

Kenyataannya aku tidak punya kesempatan lagi untuk melakukan itu semua. Engkau tau kan? Bahwa kebanyakan hal-hal baik yang tidak pernah kita lakukan itu akan kita sesali. Di ujung waktu, kita akan menyadari dan menyesali diri mengapa tidak begini dan begitu. Mengapa bersikap begini padahal seharusnya begitu. Mengapa berdiam diri padahal seharusnya mengatakan sesuatu. Mengapa menghakimi padahal seharusnya mengurai yang kusut dan memaafkan. Mengapa merasa benar sendiri dan seolah orang lain tidak dapat menjadi benar..

Dear, satu tahun akan usai. Jika engkau memintaku untuk berdamai dengan ketidakjujuran, selamanya aku tidak dapat melakukan itu. Hari ini aku mengatakan begitu- aku tidak tau nanti barangkali aku akan berubah- menjadi toleran pada hal-hal menipu yang tidak kusukai itu. Semoga saja tidak. Ini bukanlah persoalan “di beberapa keadaan kita memang tidak harus jujur”. Tapi soal kita mendapatkan hak dengan cara yang tidak baik itu, tidak perlu kujelaskan lagi kepadamu kan?

Kata mereka, inilah kehidupan sesungguhnya. Inilah hidup jika kita ingin lebih. Dan inilah pekerjaan jika kita ingin terus berada di dalamnya. Ku kira, untuk hal ini aku tidak perlu minta persetujuanmu untuk tidak setuju.
Seharusnya malam ini aku tidak larut menulis ini, tapi memikirkan dua pilihan yang sama baik dan sama pula buruknya jika aku tidak benar-benar memilih dan merencanakan semua itu karenaNya. Tahukah engkau, itu teramat sulit. Teramat sulit, tapi harus tetap dilakukan.

Aku tidak mempermasalahkan jika engkau mencibirku karena begitu sulit memilih salah satu diantara dua pekerjaan yang mana satu diantaranya jelas tidak memberiku materi lebih. Tapi bukanlah itu alasannya. Seperti yang telah ku katakan sebelumnya- memiliki banyak piilihan itu terkadang justru tidak mengenakkan- ku katakan ini tanpa sama sekali bermaksud tidak bersyukur atas pemberian kesempatan yang luar biasa ini.

Iya aku tahu, semua pilihan akan ada konsekuensinya. Semua jalan yang dipilih akan memberi kita pemandangan yang berbeda-beda. Semakin sulit dilalui semakin besar reward di penghujung tujuannya. Ya ampun, bayangkan saja jika kita mampu menge-set semua nya karena kecintaan ktia akan Rabb- baik, biar lebih mudah izinkan aku katakan bahwa semua ini adalah kecintaan kita untuk terus menjaga diri dalam kebaikan dan kebermanfaatan..  sekalipun itu adalah demi mengisi waktu luang dalam penantian yang luar biasa ini. Hehehe, jangan ketawa, ini tidak lucu .. :p dan jangan pula pura-pura tidak mengerti..

Dear, aku tidak menyangka akan kembali secepat ini. Bukankah seharusnya aku bersyukur karena ini artinya aku telah Dianggap siap untuk kembali menulis hari di kota ini? Apakah menurutmu harus ada yang di sesali lagi? Dan ku kira dua pilihan ini adalah pengkondisian yang luar biasa dari Tuhan. Jika aku memilih tetap tinggal- aku akan lebih lama lagi memendam diri. Dan jika aku mengambil kesempatan ini- maka ini seperti menambah kecepatan beberapa kali lipat, iya kan? Dan aku telah membayangkan kepayahan melalui kerikil-kerikilnya, and i  will not quit..

Aku tau bahwa aku tidak perlu membuktikan apa pun kepada siapa pun. Dan semoga setiap pelajaran yang telah ada di tahun sebelumnya dapat menjadi ornamen yang menolong untuk memperbaiki dan semakin memperindah keadaan.

Dan doa semacam ini- aminkan untukku dan untuk kita semua; yaitu bahwa aku memohon supaya Allah senantiasa memberi kekuatan untuk mengisi waktu sendiri ini dengan lebih bijak hingga ia tetap pada alur yang telah kita sepakati di lauhul mahfud itu.. amiin, semoga Allah mudahkan untuk kita semua.

Dan semoga Allah mengampuni ku karena sepertinya aku tidak lagi memiliki kesempatan memperbaiki sikap adilku untuk hal-hal yang tidak kusukai itu. Dan semoga di tahun depan- tidak ada lagi kesalahan yang sama, bagaimana pun kita ini hanya manusia bukan? Yang tetap memiliki rasa suka dan tidak suka, preferensi, dan kecenderungan akan sesuatu. Dan jika hati ini telah cenderung kepada apa yang kita sebut kebaikan itu, maka mudah-mudahan tetap begitu. Semoga Allah menunjuki kita keburukan-keburukan dan memberi kita kekuatan untuk menghindarkan diri sendiri dan orang lain dari padanya- dan semoga Allah tetap berkenan menunjuki kita kebaikan dan senantiasa memberi petunjuk untuk tetap terus di dalamnya, amiin.

Ya Tuhan, aku memohon ampun, untuk semua aib yang telah cerita melalui lidah ini, untuk semua cela yang telah melukai hati yang mendengar atau tidak, untuk semua maki yang kulontarkan sekalipun hanya dalam hati.

Desember 28, 2011

Aku tau kita tidak merayakan tahun baru masehi semacam itu. Namun ku kira kita tetap dapat memanfaatkan momen ini sebaik kita mempersiapkan diri ketika akan meloncati sebuah parit, atau ketika kita bermain lompat tali dulu itu tanpa membuat sambungan kekareitu bergoyang. Mungkin ini bukan awal semester, atau bukan pula hari ulang tahun, dan justru karena itu pula kita jadi memiliki banyak perhentian untuk terus menguatkan pijakan.. write your dream, n good luck!! J


NB: itu gambar gambar desain sama sekali tidak ada hubungan nya dengan oret-oret ituuu.. itu hanya sekedar selingan supaya tidak bosan saja membacanya.. ^____^
1.       


NB

Kamis, 22 Desember 2011

on Desember Rain Drops

Desember 17, 2011- Wahai Diri, Aku Rindu

'Engkau dimana aku menunggu
Datanglah lekas, aku rindu..'


Nampaknya pertemuan yang kemarin itu yang terakhir. Sepertinya demikian. Justru karena tidak ada sesuatu yang istimewa aku menjadi heran; kenapa mesti ada bayang-bayang tersisa, masih ada suara-suara menggema di dalam kepala. Dan aku tentu saja bertanya; "mengapa harus engkau?' dan mencoba me-reka reka ulang waktu dimana aku dan engkau ada, mengais-ngais yang kasat, ku pikir dengan demikian akan temu pada jawaban bagaimana perangkap ini bisa terjadi.

Pada akhirnya aku tetap belum mengerti tentang rahasia Tuhan akan sebuah pertemuan, dan bagaimana semua dapat berakhir pada saat tak terduga.


#kehilangan itu sangat menyesakkan, apalagi kehilangan dua kucing bawah tiga bulan yang belum sempat diberi nama itu.. jadi sekarang aku punya alasan untuk menangis bukan?? terima kasih Ya Tuhan. Tears, for many times, makes me felt better..



'Engkau dimana aku menunggu
Datanglah lekas, aku rindu..

wahai diri datang kemari
duduk disampingku
sungguh aku rindu bertemu diriku yang dulu'

--


Desember 15, 2011- Penerimaan

Menurutku, sebagian besar waktu berkendara adalah saat-saat yang menyenangkan. Namun ada saat-saat dimana udara begitu dingin padahal aku masih ingin berlama-lama bercengkrama dengan semilir angin-angin. dalam perjalanan semacam itu, betapa pun dingin mengepung aku tetap tak dapat menelikung lengan mendekap diri. Satu-satu nya hal yang dapat kulakukan adalah bersiap-siap dengan jaket paling tebal yang ku punya. Jika dengan demikian pun dingin belum mau mengalah, maka kubiarkan saja dingin yang mendekapku. Hawa nya yang kuterobos sesungguhnya bukanlah bentuk perlawanan, namun justru karena aku ingin berdamai dengan menjadi bagian yang tak dapat dipisah-pisah. Sehingga kemudian yang ada adalah kehangatan dan penerimaan. Karena aku tak dapat menolak ada-nya, dan mengepung diriku sedemikian rupa adalah posesivitas dirinya yang begitu koleris..

Aku akan semakin bahagia jika ada beberapa bagian titik gerimis yang jatuh ragu-ragu di atas punggung tanganku yang terkepal menggenggam setang. Kadang aku lebih suka membiarkannya terbuka. Memalingkan pikiran dari kekhawatiran bahwa kelembabannya akan hilang, atau warnanya akan me-legam. Kadang aku tak ingin peduli dengan semua itu

Senin, 19 Desember 2011

Wis Junior






#ini wis waktu kecil.. hehehe, seharusnya saya menyelesaikan resensi Kemi; Kebebasan Cinta yang  Tersesat. tapi- kerjaan di kantor buanyak sekaleeee.. hahaha, ghayyyya :p
nanti deh ya, di upload lagi tulisannya. ini hanya sebagai penghibur dan selingan sementara ;) thanks for chek it out, ^____^

Kamis, 08 Desember 2011

Sami Yusuf - In Every Tear, He Is There



Some might say this world today shows
God’s left us to our mistakes oh
He has never been
So far away
Some might say
How could any father stand
See his children across many lands
Suffer so and give no helping hand
No helping hand

Somewhere tonight
Far away and out of sight
There’s a child that’s too weak to cry
Hmmm
Deep in those eyes
Can’t you see him in disguise
Reaching out to the heart that’s in you
And I

In every tear
That is where
He is there

He’s the hand that wipes that brow
He’s the tear that trickles down
Upon the face that cries without a sound
We need you now
What a simple choice to make
Between what you give and what you take
When what you give
Such precious life could save, life could save

Somewhere inside
There’s a part of you that asks why
Would he leave so many so far behind
And deep in those eyes
Can’t you see Him in disguise
Reaching out to the heart that’s in you
And I…

Senin, 05 Desember 2011

Hanya sebuah sedekah; bukan Basa Basi


Ada seorang peminta-minta yang senantiasa setia bertandang ke kantor kami. Ketika menulis cerita ini, sebenarnya aku juga ingin menulis namanya, namun aku selalu saja lupa menanyakan perihal nama kepadanya. Aku terkadang tidak begitu mengerti cara mengukur umur seseorang dari wajahnya, namun perkiraan ku ibu-ibu ini usianya pastilah di atas empat puluh. 

Aku lupa ini kali keberapa dia datang. Model pakaian yang dipakainya adalah selipat selendang tanpa bandana atau jenis dalaman jilbab apa pun namanya- dia tidak memakai itu sehingga beberapa helai rambutnya kadang bertemu penglihatanku, kaos berwarna yang sudah usang warnanya dan terlihat kusut mayut di sana sini, juga selembar sarung kotak-kotak (kadang motifnya bunga-bunga, batik) yang dipalit tiga perempat betis. Sandalnya adalah sandal jepit yang sama lusuh dengan pieces pakaiannya yang lain.

Ak mengingat ada beberapa kali kedatangannya yang kusambut begitu sumringah. Adalah ketika aku memang sedang berniat ‘bersedekah’. Dan ada beberapa kali kedatangannya membuatku ‘mengaduh’, karena aku sama sekali tidak punya persediaan dalam dompetku. Engkau tau kan, kadang sampai tanggal segini sejumlah karyawan belum dibayar gajinya. Hey, aku sama sekali tidak bermaksud membeberkan hal yang tidak mengenakkan ini. Lagi pula aku sendiri memaklumi nya sebagai sebuah konsekuensi sebagai seorang karwayan- dan memahaminya sebagai seorang yang juga pernah mengelola gaji orang lain- sekalipun hanya hitungan tahun.

Masih tentang perempuan peminta-minta itu. Aku ingat, ada sekali waktu dia datang, dan aku sama sekali tidak membuatnya membawa pulang sesuatu. Dan ketika itu aku berniat tidak akan membiasakan ini lagi, yaitu tidak ingin membiasakan diri memberi kepada peminta-minta, seperti yang kulakukan ketika aku menemui mereka di pasar, depan swalayan, atau di tempat-tempat makan. Sudah lama aku melakukan itu. Jadi, ‘memberi’ kepada peminta-minta hanya kulakukan jika peminta-minta itu sudah sampai mengunjungiku di rumah- atau di kantor seperti ini. Karena ada orang-orang yang dapat begitu mudah dating kembali hanya karena berpikir bahwa kita tetap memberi. Bukannya aku tidak setuju ‘memberi’ kepada peminta-peminta ini, terlebih mereka perempuan- yang jika aku melihat wajah mereka maka aku jadi teringat ibuku sendiri, jadi teringat berapa orang anak yang ia tanggung di rumahnya, jadi teringat jauhnya perjalanan yang ia tempuh hingga sampai di sini.

Sudah lama aku tidak memberi secara langsung kepada peminta-minta. Menurutku, menyalurkannya ke lembaga yang dapat dipercaya akan lebih baik dan member solusi jangka panjang. Kupikir, jika lembaga tersebut dapat memberdayakan sedekah-sedekah ini dengan benar kepada para dhuafa dan peminta-minta ini, dan merubah pola pikir mereka tentang ‘bagaimana cara bertangan di bawah itu dengan cara yang mulia’- itu akan lebih jauh jangkaunnya. Tangan di atas itu mulia, dan tangan di bawah itu sangat manusiawi. Tangan di bawah dengan cara-cara mulia, tentu akan mendapat sorotan yang mulia pula dari para manusia dan Allah swt, ku pikir demikian.

Masih tentang perempuan peminta-minta itu. Kadang aku menjadi sama kikuknya dengan dia. Kadang aku menemukan ada malu tersirat dari sikapnya sekalipun pada kali lain ia akan tetap datang lagi. Aku bahkan sudah menghafal suara salamnya dari ruanganku. Kadang aku juga menjadi malu menemukan rautnya yang menjadi malu itu. Ku pikir sebagai perempuan sebaya ibu ku, menjadi peminta-minta juga pastilah bukan pilihan yang akan dipilihnya jika dia memiliki pilihan lain.

Tadi, dia datang kembali ke kantor kami. Seperti yang ku katakan, hingga tanggal segini aku belum gajian lho.. hehehhe. Begitu mendengar suara salamnya, aku jadi bingung sendiri. Sebenarnya ada beberapa receh lima ratusan di dalam dompetku. Tiba-tiba aku baru ingat ada lembar lima ribuan di dalam dompet yang tertinggal di rumah, tapi itu di rumah. Bagiku, memberi uang lima ratusan kepada peminta-minta sama saja dengan menjawab basa-basi nya meminta-minta dengan basa-basi pula (kamu boleh ndak setuju dengan pendapat ini). Iya, si ibu memang datang meminta-meminta bukan sekedar basa-basi, tapi karena memang dia membutuhkannnya. Namun aku sering menemukan orang-orang yang memberi, yaitu mereka sibuk mengorek-ngorek dompet dan tas mereka mencari-cari koin lima ratus atau seribu ketika peminta-minta mendatangi mereka, seolah-olah ini hanya untuk memenuhi tangan menegadah itu saja. Bahkan ada yang mengatakan, ‘ngapain ngasi banyak kalo ga ikhlas’, atau juga ‘gapapa dikit, yang penting ikhlas..’. kita bisa memilih sikap mana pun, namun pilihlah dengan sadar, sekalipun itu hanya sekeping lima ratus rupiah..

Dan pada harta-harta mereka ada hak untuk orang miskin yang meminta dan orang miskin yang tidak mendapat bagian. (QS. Adz-Dzariyat: 19)

Adapun orang yang meminta-minta, maka janganlah kamu menghardiknya.(QS. Adh-Dhuha': 10)

Setiap pagi ada dua Malaikat yang turun di langit dunia untuk memanjatkan doa kepada Allah; yang satu berdoa: “Ya Allah berikanlah ganti kepada orang yang mau membelanjakan hartanya; yang lain memanjatkan doa: Ya Allah berilah kerusakan pada harta orang yang tidak mau membelanjakannya’ (HR. Bukhari Muslim)

" Pintu2 sedekah adalah bertakbir, bertasbih, bertahmid, bertahlil, beristigfar, memerintahkan kepada yang baik dan mencegah dari yang mungkar, menyingkirkan duri, tulang dan batu di jalanan yang dilalui orang , menuntun orang buta, membantu orang tuli untuk mendengar suatu perkataan .. semua itu adalah pintu sedekah bagimu terhadap dirimu. (HR . Ahmad)

Hal yang tidak dapat saya pungkiri adalah, bahwa terkadang saya juga menggerutu di dalam hati, dan menjadi bingung, dan ikut menanyai diri saya sendiri ketika saya dalam keadaan ‘tidak ada’, tapi datang pula peminta-peminta. Dalam keadaan semacam itu, saya jadi teramat bingung kadang-kadang- dan untuk setiap apa pun yang keluar kemudian, saya memohon-memohon kepada Tuhan- agar supaya menjadikan hati saya ini iklhas mengeluarkan itu semua.. amiin.

Masih tentang perempuan peminta-minta itu, yang saya tidak tau apakah bulan depan saya masih akan menemuinya- karena kemungkinan saya sudah tidak di kantor ini lagi. Kecuali jika dia datang sebelum tanggal 5.. :)

Semoga apa pun yang dia peroleh menjadi rizki yang berkah untuknya dan untuk keluarganya, amiin

#jika di ingat-ingat sudah hampir semua waktu kita ini tersita untuk urusan dunia- mencari duit dan segala pernak-perniknya. Saya menabung baju, gadget, menambah teman, dan menikmati hidup dengan leluasa dapat bernafas hingga detik ini. Jadi saya piker, ketika saya member ketika sesekali saya ‘tidak punya’, itu sesungguhnya hanya secuil dari sedikit sekali tabungan saya di akhirat itu.. semoga Allah memudahkan keridhaan hati-hati kita, amiin

Sabtu, 03 Desember 2011

dengan apa

dengan apa akan kubungkus nelangsa ini
dan kemana pula harus ku bawa nya?

#hari-hari yang agak aneh dan berbeda. tak dapat membaca pola. Ya Tuhan, tunjuki hamba